[caption id="attachment_136346" align="aligncenter" width="344" caption="Sabrina si Pengamen Cilik, Sumber: Wijaya"][/caption]
Pagi ini, Sabtu, 8 Mei 2010 saya akan menghadiri workshop Developing Curriculum. Saya berangkat dari rumah menuju telkom Jakarta Barat di Jl. Letjen S.P arman. Saya menggunakan bus kota dari dari tol jatibening bekasi menuju slipi, Jakarta Barat. Di dalam bus kota itu saya tertarik melihat seorang anak kecil yang menjadi pengamen bus kota bersama kakaknya.
Diam-diam saya foto mereka dengan kamera handphone nokia yang saya bawa.
[caption id="attachment_136353" align="aligncenter" width="500" caption="Sabrina Sedang Digendong kakanya"][/caption]
Saya benar-benar terharu dan merasakan betapa teganya orang tua yang menyuruh anaknya untuk menjadi pengamen. Mengeksploitasi anak-anak untuk bisa mendapatkan rupiah. Menyuruh mereka naik turun bus kota yang membahayakan buat mereka yang masih anak-anak.
[caption id="attachment_136357" align="aligncenter" width="448" caption="Sabrina sedang Bernyanyi Menggunakan Kecekan dari Botol Aqua"][/caption]
Coba anda bayangkan, seorang anak kecil yang seharusnya masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK) harus mengais rezeki menjadi pengamen cilik di dalam bus kota bersama kakaknya. Dengan modal botol aqua yang diisi beras, mereka menyanyi lagu-lagu ST 12 dan D Masiv.
[caption id="attachment_136361" align="aligncenter" width="500" caption="alat Musik Kecekan itu dibuat dari Botol Aqua Bekas yang berisi Beras"][/caption]
Dia menyanyi tanpa malu-malu lagi dihadapan kami. Lagu-lagu yang dinyanyikan pun adalah lagu-lagu orang dewasa yang seharusnya lebih pantas dinyanyikan oleh orang dewasa.
Saya sedih sekali melihat nasib mereka. Sewaktu saya tanyakan siapa nama mereka, pada saat mereka meminta sumbangan, kakaknya menjawab namanya Karina dan adiknya Sabrina.
[caption id="attachment_136366" align="aligncenter" width="500" caption="Haruskah anak sekecil ini Mengamen di bus Kota?"][/caption]
Sayang, saya belum sempat mengobrol banyak dengan mereka, karena harus turun di mal taman anggrek yang megah itu. Membuat saya penasaran siapa orang yang menyuruh mereka untuk pergi mengamen.
Pagi itu saya benar-benar belajar dari pengamen cilik. Mereka sudah harus mencari nafkah untuk mempertahankan hidup mereka. Inilah wajah anak jalanan yang harus mendapatkan perhatia dari pemerintah. Oleh karenanya saya bersetuju sekali dengan gerakan Seribu Tangan Cinta (STC) yang akan memperhatikan nasib mereka.
[caption id="attachment_136368" align="aligncenter" width="500" caption="Gelandangan yang Masih Tertidur di depan kantor Telkom Jak-Bar"][/caption]
Saya pun lebih terharu lagi, setelah melewati jembatan penyebrangan, masih ada gelandangan yang masih tertidur di depan kantor telkom jl. S. Parman Jakarta Barat.
Inilah wajah ibu kota kita, dimana ada kemiskinan yang belum terjamah dengan baik oleh pemerintah kita. Padahal nasib fakir miskin dan anak-anak terlantar menjadi tanggung jawab negara.
Salam Blogger Persahabatan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI