Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagi Orang Timor, Tenun Bukan Hanya Sehelai Kain, Tenun Ialah Penyambung Nyawa

4 November 2020   18:01 Diperbarui: 4 November 2020   18:19 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siti Maemunah sedang menceritakan proses menulis buku tentang Tenun, ditemani Aleta Baun salah satu sosok pejuang perempuan Mollo, NTT.

Buku tentang tenun berlatar kain tenun khas Mollo yang indah.
Buku tentang tenun berlatar kain tenun khas Mollo yang indah.
Karenanya, pengetahuan dan pembelajaran dalam buku ini sangat berharga untuk kita kembali menyimak ke dalam diri perempuan, lingkungan hidup dan tenun sebagai arsip kehidupan.

Buku ini terinspirasi dari perjuangan kaum perempuan masyarakat adat Tiga Batu Tungku: Mollo, Amanatun dan Amanuban di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. 

Para perempuan penenun menggunakan tenun dan kegiatan menenun untuk menghalau masuknya perusahaan tambang marmer yang dianggap kehadirannya dapat merusak kawasan karst yang merupakan sumber kehidupan warga. 

Tenun dan perlawanan perempuan penenun atas aktivitas tambang merupakan bukti bahwa perempuan memiliki pandangan khusus terkait tanah tempat hidupnya, yang tak bisa dipisahkan dari tubuhnya sendiri sebagai arsip kehidupan.

Tenun dan perempuan TTS sendiri memiliki sejarah panjang, sejak mereka dilahirkan dan mengapa setiap anak perempuan diwajibkan memiliki keterampilan menenun. Bahkan kecakapan membuat tenun menjadi salah satu indikator penting apakah seorang perempuan muda sudah layak memasuki dunia pernikahan atau belum. 

Sebab, tenun bukan hanya sehelai kain, melainkan arsip kehidupan perempuan dengan konteks sosial yang terjalin di dalamnya. Misalnya, tentang mengapa motif tenun untuk laki-laki lebih sederhana dengan warna hitam-putih. Sementara motif tenun untuk perempuan cenderung beragam, dengan warna-warna tertentu, seperti memindahkan kekayaan alam semesta ke dalam selembar kain atau sarung atau selendang.

Siti Maemunah sedang menceritakan proses menulis buku tentang Tenun, ditemani Aleta Baun salah satu sosok pejuang perempuan Mollo, NTT.
Siti Maemunah sedang menceritakan proses menulis buku tentang Tenun, ditemani Aleta Baun salah satu sosok pejuang perempuan Mollo, NTT.
Dalam kegiatan peluncuran buku ini, Siti Maemunah mengatakan bahwa telah terjadi perubahan pandangan atas tenun di masyarakat NTT sendiri. -Jika dahulu anak-anak sudah diajarkan menenun sebagai salah satu keterampilan kehidupan, kini semua aktivitas itu menguap bagai empbun tertiup angin. Anak-anak yang sudah menanggung beban berat sebagai siswa dari sebuah sekolah, nampak sudah tidak memiliki waktu, tenaga dan keinginan untuk belajar menenun.

Terlebih, generasi muda yang melanjutkan pendidikan atau bekerja di kota, sepertinya nyaris melupakan kewajiban menenun sebelum menikah. Dalam semangat kebangsaan dan kebanggaan kita akan tenun sebagai salah satu warisan budaya, kita juga harus menghadapi situasi bahwa jumlah generasi penenun mulai berkurang dan mungkin hanya menyisakan generasi tua. -

Tenun memang bukan hanya sehelai kain, melainkan cerita yang mengalami pergeseran sebagaimana zaman mengendalikan dinamika kehidupan seluruh umat manusia.-Diakui atau tidak, pendidikan konvensional yang dialami seluruh warga negara Indonesia termasuk jenis pendidikan yang seakan 'menitahkan' kita untuk meninggalkan kampung halaman lengkap dengan kearifan lokal dan nilai-nilanya, untuk bekerja di sektor lain yang 'modern' demi mengumpulkan kekayaan.

Proses menenun dan mewariskan keterampilan menenun di Mollo.
Proses menenun dan mewariskan keterampilan menenun di Mollo.
Para peneliti mengakui bahwa tenun merupakan satu-satunya kerajinan dan karya terbaik orang-orang Timor, meski para tetua belum mampu menceritakan ingatan sejarah mereka dengan jelas mengapa tenun identik dengan aktivitas perempuan Timor. Namun, kemudian Aleta Baun, salah seorang tokoh perempuan Timor paling dikenal menyatakan bahwa tenun dan perempuan erat hubungannya dengan masa penjajahan, terutama penjajahan Jepang. 

Meski menjajah hanya 3.5 tahun, tentara Jepang dikenal kejam dan rakus pada perempuan. -Pada masa itu perempuan dirumahkan sehingga menggeluti aktivitas menenun. Sebab jika perempuan terlihat di luar rumah, mereka akan menjadi korban 'kerakusan seksual' tentara Jepang. Karenanya, sejak saat itu aktivitas menenun seakan menjadi pekerjaan utama dan khusus perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun