Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

1 dari 3 Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan Seksual

10 Oktober 2020   11:07 Diperbarui: 10 Oktober 2020   11:12 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WHO menyatakan bahwa 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami kekerasan seksual (Dok. WHO)

Di lain pihak, publik semakin erat bergandengan tangan, menyerukan keberanian bagi siapapun yang menjadi korban untuk melapor ke polisi dan menekan orangtua sang pelaku untuk menyerahkan anaknya ke pihak berwenang sebab ia selalu mangkir atas panggilan polisi. Pelaku selalu beralasan sedang merawat ayahandanya yang sedang sakit keras.

"Saya orang sakti. Saya bisa memperistri siapa saja. Saya pun akan memperistri kamu. Sekarang, kamu harus membuka pakaianmu agar saya bisa menyalurkan ilmu saya kepadamu," begitulah kira-kira trik super culas yang digunakan pelaku untuk menjebak korbannya.

Ia tidak memaksa apalagi menyiksa sebagaimana pelaku kekerasan seksual menerkam korbannya. Sebagai orang 'sakti' yang mendalami 'pseudo sains' ia menggunakan trik yang bisa melemahkan psikologi korban sehingga korban menurut. Dengan demikian, terjadilan pemerkosaan tanpa perlawanan dari korban.

"Hadirkan 4 saksi untuk membuktikan kebenaran pemerkosaan itu," adalah seruan lain para pembela pelaku, di mana hukum membawa 4 saksi adalah hadis tentang pencarian bukti atas dugaan perzinahan. Pemerkosaan tanpa perlawanan dari korban memang sulit dibuktikan dengan visum, sebagaimana sejumlah kasus pemerkosaan yang dilakukan saat korban dalam keadaan pingsan.

Terlebih jika kita dengan tololnya meminta korban pemerkosaan menghadirkan 4 saksi untuk membuktikan pemerkosaan itu. Coba pikir, gimana caranya korban bisa melawan pemerkosa yang menerkam tubuhnya dalam keadaan terhipnotis? Bagaimana pula ia bisa memberikan bukti jika di lokasi tak ada CCTV? Sebab kita semua tahu bahwa awan, rerumputan, tiang, batu dan udara nggak bisa dipanggil buat menjadi saksi untuk kasus pemerkosaan yang dilakukan dalam senyap.

Jika pemerkosaan harus dibuktikan dengan 4 saksi, yaitu manusia baligh dan berakal sehat, ya namanya bukan pemerkosaan, melainkan syuting film porno. Mana ada korban pemerkosaan mempersiapkan saksi untuk mendokumentasikan tindakan kriminal pemerkosanya! 

Lagipula, sungguh bodoh jika kita menyamakan perzinahan dengan pemerkosaan hanya karena alasan penis bertemu vagina secara tidak sah.

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan anak Kyai di Jombang ini menjadi alot karena tersangka selalu mangkir dari panggilan polisi, padahal kasusnya sudah dilimpahkan ke Polda Jawa Timur. Kasus yang alot ini menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua bahwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang yang berkuasa secara sosial dan kekayaan membuat hukum seakan menjadi tumpul. Pihak berwenang selalu mengatakan akan menjemput paksa pelaku, namun tak kunjung dilakukan.

Apakah benar pelaku begitu sakti mandraguna sehingga alat negara berupa polisi tak mampu menangkapnya? Atau apakah karena korban hanya anak dari orang biasa sehingga ia tak memiliki pelindung dari kalangan orang berpengaruh secara sosial dan kekayaan, sehingga ia harus menunggu begitu lama agar proses hukum berjalan sebagaimana mestinya?

Bayangkan jika korban adalah anak Gubernur atau Bupati atau Kapolda atau konglomerat, apakah mungkin kasusnya bisa sealot ini? Ah, susah memang melawan orang berkuasa yang jahat. Tapi, harus dilawan!

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh putra seorang Kyai di Jombang tersebut merupakan satu dari banyak sekali kasus yang sedang dalam proses penyidikan oleh pihak berwenang. Kasus ini semakin memperlihatkan bahwa di institusi seperti pesantren aja perempuan masih tidak aman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun