Menulis tidak bisa dipisahkan dari proses membaca. Sebab aktivitas menulis-membaca bagai dua sisi mata uang yang saling berperan bagi satu sama lain. Membaca adalah tentang memberi asupan kosa kata, pengetahuan dan sudut pandang baru pada diri seorang penulis. Sementara menulis merupakan upaya membagi hasil olah pikir kita kepada dunia.Â
Sehingga, semakin disiplin dan berkesinambungan proses membaca yang dilakukan, semakin kaya juga perbendaharaan kata hingga idea dalam proses menulis. Dengan membaca, proses menulis nggak akan berhenti di alasan semacam "Duh, aku kekurangan ide, nih!" sebab ide dan gagasan selalu ada. Hanya saja diperlukan gateway untuk mengolahnya jadi tulisan.Â
Menulis tidak bisa dilakukan dengan sistem kebut semalam. Misal kita bermimpi sebulan nulis, lalu sim salabim deh jadi buku yang langsung disukai pembaca. Menulis adalah proses, di mana ada kurva keseimbangan yang harus dijaga. Kurva keseimbangan disini bukan hanya soal seberapa banyak tulisan yang kita hasilkan dalam periode tertentu, melainkan juga sedekat apa tulisna kita dengan pembaca.Â
Apakah pembaca datang sekali lewat lantas tak akan pernah membaca tulisan kita lagi. Atau pembaca merasa tersentuh, tertantang, terganggu hingga terinspirasi dengan tulisan kita dan akan kembali dan selalu kembali lagi untuk membaca tulisan baru. Seakan-akan tulisan kita merupakan bagian dari hidupnya.
"Bagaimana agar nggak kena mental block saat menulis?"
"Duuh, saya kehabisan ide nih!"
"Bentar ah, lagi mumet. Nggak punya inspirasi!"
"Istirahat dulu ahhh.... lagi pusing mau gimana melanjutkan tulisan."
"Gimana sih caranya agar tulisan kita bagus?"
"Tulisan apa ya yang disukai pembaca?"
"Kira-kira kalau aku menulis tema ini, orang bakal suka nggak ya?"