Sebelum adanya RUU PKS, istilah 'kekerasan seksual' tidak dikenal dalam produk hukum di Indonesia, melainkan pencabulan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebut sebagai 'kejahatan terhadap kesusilaan' dan 'kejahatan terhadap kehormatan.' Istilah 'kejahatan seksual' baru disebut dalam UU No. 23 tahun 2002 yang telah diubah dengan UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.Â
Sementara istilah 'kekerasan seksual' baru disebut dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan dalam UU No. 24 tahun 2008 tentang Pornografi. Sedangkan dalam UU No. 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) hanya mengatur istilah 'kekerasan' dalam konteks perdagangan manusia untuk tujuan eksploitasi seksual.
Karena produk hukum terkait kasus kekerasan seksual sangat tidak memadai sementara kasus kekerasan seksual semakin meningkat, maka pada akhir 2015 Komnas Perempuan menginisiasi RUU PKS. Pada November 2015, draft RUU PKS masuk ke dalam Prolegnas 2016 DPR RI dan Juni 2016 Komnas Perempuan menyerahkan draft RUU PKS pada Presiden Jokowi.Â
Sejak 2016-2020, pembahasan RUU PKS ini memanas dan selalu menuai kontroversi. Sampai-sampai ada sejumlah pihak yang mengatakan bahwa RUU PKS ini pro zina dan LGBT. Puncaknya, pada Juni 2020, RUU PKS dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020 oleh DPR RI dengan alasan pembahasannya 'agak sulit' padahal sudah berjalan 4 tahun lho.Â
Bahkan, RUU PKS tidak masuk dalam Prolegnas 2020-2024 yang bermakna sampai 2024 RUU PKS nggak jelas nasibnya, sementara korban kekerasan seksual terus berjatuhan tanpa bisa mengakses keadilan. Silakan cek sendiri di situ resmi DPR RI. RUU PKS raib dan dibuang begitu saja!
Padahal disitu ada dua peristiwa kriminal besar yaitu PEMERKOSAAN dan PEMBUNUHAN. Kedua pelaku pemerkosaan dan pembunuhan itu dihukum mati atas dakwaan pembunuhan berencana. Bayangkan, keduanya nggak didakwa melakukan pemerkosaan karena memang kita belum memiliki produk hukum (UU) untuk menangani kasus kekerasan seksual yang salah satu bentuknya adalah pemerkosaan.
Sampai kapan kita harus menunggu keadilan bahwa pemerkosaan dijadikan 'dakwaan' dalam kasus pemerkosaan sebagaimana kejadian yang sebenarnya? Apakah kita harus menunggu sampai semua orang lemah menjadi korban pemerkosaan baru RUU PKS disahkan menjadi undang-undang? Separah inikah bangsa kita yang katanya negara hukum?
_______________
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di blog pribadi di: www.wijatnikaika.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H