Dari keseluruhan korbannya, hanya 1 yang merupakan pria gay, sementara yang lainnya merupakan heteroseksual yang berstatus lajang hingga telah berkeluarga.
Bahkan, berdasarkan hasil investigasi lanjutan polisi mengungkapkan bahwa RS berkemungkinan telah memerkosa hingga 190 lelaki selama 10 tahun lamanya sejak ia belajar di Inggris.
Proses penyelidikan ini tentu membuat was-was, sebab rasanya akan sangat memalukan nama bangsa Indonesia jika ternyata jumlah korban lebih banyak.
Siang hari, RS menjalani hidupnya sebagai mahasiswa dan malam hari berburu korbannya, khususnya malam Minggu saat mahasiswa melepas penat dan berjalan-jalan di tengah kota bersama teman-temannya.
RS yang telah lama tinggal Machester dan mengenal medan mengintai korbannya di bar, klub malam dan jalanan, bagai seekor singa mengincar domba yang lengah dan terpisah dari kawanannya.
RS memanfaatkan kondisi lemah para pemuda yang mabuk, atau kesepian dan butuh teman, dengan tujuan membawanya ke apartememnya, memberi mereka minuman beralkohol yang dicampur obat bius, sehingga pemerkosaan bisa dilakukan tanpa perlawanan korban karena mereka tidak sadar (Ingat ya, mereka tidak sadar karena dibius, bukan karena tertidur).
Saat memerkosa korbannya yang tentu saja tidak melakukan perlawanan karena pengaruh obat bius, RS pun mendokumentasikan aksinya dan menyimpannya di perangkat elektronik miliknya.
Kepada pejabat KBRI di Machester, RS mengakui bahwa dalam hal ini ia telah melakukan hubungan seksual dengan lebih dari 200 orang dan dilakukan atas dasar suka sama suka. Pengakuan ini menjadi klop dengan hasil penelurusan kepolisian di mana korban berjumlah 193 orang.
Bayangkan, untuk mendapatkan bukti, pihak kepolisian harus menonton ratusan video nggak senonoh RS yang sedang melakukan pemerkosaan. Apa nggak pusing ya para polisi itu?
Pihak kepolisian Manchester (dan kepolisian Inggris secara umum) menyatakan bahwa kasus RS merupakan kejahatan pemerkosaan berantai terbesar yang pernah ditangani pengadilan negara itu. RS bahkan dijuluki "Predator Setan" atas kejahatannya.
Dalam empat kali persidangan sejak 2018, dengan bukti-bukti yang sangat banyak dan jelas, RS tetap tidak mengakui kesalahannya dan mengatakan bahwa perbuatan itu dilakukan suka sama suka, dengan para korban hanya mengikuti fantasi seksualnya.