"Jika kita hendak melawan kebodohan, maka musuh pertama kita adalah ketidakpedulian." -Evan S, Parusa-
Ojek online (Ojol) merupakan keniscayaan dalam masyarakat digital. Kehadirannya banyak membantu masyarakat dalam menggunakan moda transportasi yang cepat dan dapat diandalkan untuk berbagai layanan.
Presidium Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia (GARDA) memperkirakan jumlah pengemudi/driver ojol di seluruh Indonesia ada 2.5 juta orang.Â
Terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta, ojol membantu masyarakat terkoneksi dengan berbagai layanan mulai dari antar jemput penumpang, pesan antar makanan-minuman, belanja aneka kebutuhan, beli pulsa, bersih-bersih, urut-mengurut tubuh yang lelah, beli obat dan sebagainya.
Tingginya jumlah driver ojol sebenarnya dengan terang benderang menjelaskan kepada kita bahwa itulah potret warga negara yang miskin di negeri ini.Â
Kehadiran aplikasi ojek daring ini memperjelas betapa masih banyak warga negara Indonesia yang hidupnya begitu miskin, atau meski memiliki pekerjaan tetap namun penghasilan tidak mencukupi kebutuhan yang semakin meningkat setiap waktu, sehingga terpaksa menjadi tukang ojek. Bahkan, tak jarang lulusan universitas yang stress nggak dapat kerja memilih menjadi driver ojol.Â
Tingginya minat masyarakat menjadi driver ojol bukan menunjukkan semakin canggihnya ojek lho, karena dalam Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, bahwa ojek bukan termasuk angkutan umum.Â
Selain itu para driver ojol juga bukan karyawan lho, melainkan mitra kerja perusahaan penyedia aplikasi sehingga mereka nggak mendapatkan gaji hingga benefit sebagai pekerja seperti asuransi kesehatan dan asuransi ketenagakerjaan.Â
Dengan demikian, mereka bekerja dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri karena hanya itu yang bisa mereka lakukan untuk menyambung hidup sehari-hari.
Nah, jadi tahu kan hubungan erat antara tingginya angka kemiskinan di Indonesia yang berbanding lurus dengan sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia.
Jika mereka kaya raya atau punya perusahaan atau punya pekerjaan mentereng seperti para Youtuber itu, ngapain coba harus jadi tukang ojek? Meskipun memang ada sejumlah orang menjadi driver ojol untuk tujuan lain.Â
Misalnya nih, cowok jomblo lagi cari pacar; intel lagi nyamar buat menggasak bandar narkoba; peneliti yang sedang melakukan riset; orang kaya yang belajar jadi orang miskin dan sebagainya.Â
Semua itu sah-sah saja selagi tidak melanggar hukum dan etika. Karena nggak sedikit juga orang menjadi driver ojol untuk melakukan kejahatan kepada penumpangnya seperti melakukan pelecehan seksual hingga merampok harta benda korban.
Sayangnya, akhir-akhir ini profesi driver ojol sedang menjadi bahan permainan para content creator Youtube alias Youtuber. Para Youtuber ini sengaja memesan layanan Go- Food dengan harga fantastis mulai dari Rp. 500.000-1.000.000 dan saat sang driver sudah sampai di alamat, sang Youtuber membatalkan pesanan.Â
Setelah puas membuat driver ojol menangis, bingung dan kecewa, barulah si Youtuber bilang bahwa mereka melakukan prank atau kejahilan buat konten Youtube mereka. Setelah itu sang Youtuber mengganti kerugian driver ojol yang menjadi korban dengan sejumlah uang atau barang berharga.Â
Bagi para Youtuber yang melakukan prank, apa yang mereka lakukan disebut karya (padahal sampah) dan mereka menukar rasa terhina, sedih, dan bingung para driver dengan sejumlah uang, seakan-akan harga diri seorang manusia miskin sebagai tukang ojek bisa dibeli dengan uang yang tidak seberapa juga.Â
Siapa coba Youtuber yang mau memberi driver ojol uang pengganti sebesar Rp. 1 triliun? Nggak mungkin ada karena penghasilan sebagian besar Youtuber tanah air masih sangat jauh dari angka itu! Youtuber miskin tapi membeli harga diri orang miskin?
Dari sejumlah video yang kutonton sebelum membuat tulisan ini, memang banyak driver ojol yang pasrah menerima uang 'sedekah' dari para Youtuber kaya raya ini. Meskipun tergambar jelas di wajah mereka perasaan terhina, tersakiti, bingung dan marah. Dan  ada satu driver ojol yang melawan lho.Â
Dia bilang bahwa keputusan si Youtuber melakukan cancel atau pembatalan pesanan padahal makanan udah diantar ke lokasi bukan tentang besarnya uang ganti rugi yang diperoleh, melainkan soal menurunnya performa driver ojol yang otomatis dikerjakan oleh si aplikasi.Â
Kukira kita pernah mendengar, bahwa apresiasi berupa bintang satu bagi para driver ojol ini saja bisa menurunkan performa sebegitu hebatnya sehingga kinerja mereka dievaluasi habis-habisan oleh perusahaan mitra.Â
Padahal belum tentu, layanan buruk disebabkan oleh kelalaian driver ojol. Bisa jadi karena kemacetan jalanan; antrian panjang di toko atau resto tempat makanan dipesan, hujan tiba-tiba, motor yang rusak selama perjalanan.
Lha, gimana kalau pesanan yang sudah disepakati di-cancel secara sepihak coba? Dan para Youtuber berdalih itu karya. Karya apa?
Kemarin aku ke salah satu mall di Depok, pas pulang aku berjalan di belakang seorang driver ojol yang menenteng segelas besar minuman bubble tea. Bayangkan, untuk membeli satu gelas bubble tea seharga belasan ribu, dia harus berjalan kaki sekian puluh meter dikali dua, trus ngantri dan mengantarkannya kepada konsumen yang manja dan pelit.Â
Kalau kita beralasan bahwa itu memang sudah tugas mereka, maka kita juga harus paham bahwa sebagai konsumen harus menjaga etika dan sopan santun, dan berterima kasih karena ada orang miskin yang mau melayani kebutuhan kita demi pendapatan nggak seberapa.Â
Ingat lho, driver ojol itu saking desperate-nya butuh penghasilan, mereka rela jadi mitra kerja sebuah perusahaan aplikasi yang nggak kasih mereka asuransi kesehatan atau asuransi ketenagakerjaan. Â
Mereka bertarung nyawa di jalanan. Kalau mereka kecelakaan trus meninggal dunia pas membawa pesanan kita yang prank bodoh itu, gimana? Jadi, please cerdas dan bijak lah dalam memperlakukan orang lain dengan profesi mereka.Â
Kalau sebagai kaum kaya kita nggak bisa menghormati mereka karena menganggap pekerjaan driver ojol mungkin lebih rendah dari Youtuber, setidaknya hargai mereka karena bukan kita nggak kasih makan mereka.Â
KEMISKINAN ITU DITUNTASKAN, BUKAN JADI TONTONAN
Siapa yang suka menjadi miskin dan orang miskin? Di dunia ini tidak ada satu orang pun yang punya mimpi sebagai orang miskin. Saat seseorang miskin, bisa jadi dia kelaparan, tidak bisa sekolah, penyakitan, tidak bisa membeli pakaian, tidak bisa mengakses layanan kesehatan dan hukum, serta tidak punya tempat tinggal yang layak.Â
Orang miskin dan kemiskinan merupakan momok bagi dunia karena disebut-sebut sebagai sumber banyak masalah termasuk kriminalitas. Karena kemiskinan dianggap masalah, maka seluruh negara di dunia berlomba-lomba mengentaskan kemiskinan.Â
Bahkan dalam program global Sustainable Development Goals (SDGs) negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Indonesia bersepakat bahwa kemiskinan global harus berakhir tahun 2030.
Orang miskin dikategorikan sebagai kelompok rentan dan cenderung tertindas dengan kemiskinan mereka. Karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, bahkan seringkali sangat kekurangan, orang miskin insecure atau merasa tidak aman, terutama jika menyangkut uang.
Oleh karena itu, orang miskin sangat mudah merasa bingung, rendah diri, dan hina jika berhadapan dengan kelompok kaya yang memiliki lebih banyak uang.Â
Ya, uang memang bukan segalanya. Tapi, kita menyaksikan sendiri bagaimana kelompok kaya menggunakan uang mereka untuk memperolok kemiskinan dan orang miskin.Â
Banyak selebriti misalnya melakukan prank kepada orang miskin, lalu memberi mereka sedekah sejumlah uang, seakan-akan dengan melakukan itu mereka sudah mengentaskan kemiskinan.Â
Padahal, mengentaskan kemiskinan nggak selalu dengan uang, melainkan dengan program yang membuta kemiskinan lenyap secara struktural dan kultural.
Tanpa harus bicara menggunakan teori dari para pakar kemiskinan, prank ojol oleh sejumlah Youtuber merupakan gejala 'ketidakpedulian' kaum sok kaya dalam melawan kebodohan dalam diri mereka sendiri.Â
Mengapa bisa disebut bodoh? Karena dalam berderma atau bersedekah atau memberi sesuatu kepada mereka yang membutuhkan memiliki etika. Kita pasti pernah mendengar anekdot jika tangan kanan memberi, tangan kiri nggak perlu tahu, sebagai simbol kedermawanan yang tidak perlu dipamerkan dengan membabi buta.
Jika kita ingin melihat transparansi atas sedekah kita pada kelompok miskin, kita bisa menyalurkannya melalui lembaga-lembaga yang berbadan hukum dan kredibel dalam melaksanakan program pengentasan kemiskinan. Atau menyumbangkan secara langsung kepada keluarga-keluarga miskin untuk setidaknya memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti pangan dan akses pada kesehatan.Â
Contoh paling nyata dari kedermawanan komunitas bisa dilihat dari Sedekah Rombongan. Nggak pake prank macam Youtuber mereka telah menolong ribuan orang seantero nusantara.Â
Atau, kita bisa menyumbang melalui penyedia layanan penggalangan dana publik seperti yang dilakukan kitabisa.com dan lembaga lain.
Intinya, nggak usah menggunakan kemiskinan orang lain (dalam hal ini driver ojol) untuk menunjukkan cara bersedekah kita yang nggak pake etika dan malah menyakiti. Bukannya terlihat dermawan, para Youtuber terkesan bodoh dan kurang ilmu.
HUKUMAN BUAT YOUTUBER SAMPAH MODEL BEGINI!
Btw, para content creator aka influencer aka orang-orang kaya baru yang disebut Youtuber dengan konten sampah seperti ini perlu diberi pelajaran oleh netizen. Hukuman sosial perlu diberikan untuk menunjukkan bahwa perbuatan mereka salah dan menghina martabat manusia lain dengan pekerjaannya.Â
Karena aku yakin, para Youtuber tersebut nggak akan berani melakukan prank cancel suatu layanan suatu perusahaan raksasa, yang justru bisa berbalik memenjarakan mereka. Nah, hukuman yang tepat buat kaum Youtuber tidak manusiawi model begini adalah 3 saja, yaitu:
- Pertama: Dislike konten mereka yang merupakan kegiatan prank kepada driver ojek online. Sebagai netizen, kita gunakan kekuatan "people power" untuk menghukum mereka yang tidak manusiawi dalam memperlakukan orang lain dalam menjalankan pekerjaannya. Hal ini diperlukan agar content creator yang lain tidak meniru aksi tidak terpuji ini. Bila perlu dan sangat mendesak, kita laporkan konten tersebut ke pihak berwenang karena merugikan, membodohi dan meresahkan masyarakat.
- Kedua: laporkan kepada pihak Youtube agar mereka diberi sanksi.Â
- Ketiga: Unsubscribe channel mereka. Beri para Youtuber itu pelajaran keras bahwa dalam bekerja setiap orang harus professional, sopan, dan menghargai orang lain dengan pekerjaannya masing-masing. Jika para content creator di Youtube memiliki aturan yang harus dipatuhi untuk mengikuti community guidelines, begitu pula dengan driver ojek online dengan aturan sendiri dari perusahaan mitra.
Dear para Youtuber sampah, mampus kalian dikoyak malu satu Indonesia. Nama-nama kalian sudah dicatat dimana-mana sebagai Youtuber dengan konten sampah, nggak manusiawi, menyakiti orang lain dan membodohi masyarakat.Â
Nama-nama kalian abadi dalam catatan para jurnalis, dalam channel Youtube rekan kalian sendiri dan dalam pemberitaan banyak stasiun televisi, dan dalam tulisanku ini. Ingat, semua orang butuh uang dan butuh kerja keras untuk sukses.Â
Tapi, sebagai video creator, kalian nggak harus mengedepankan kebodohan demi adsense. Sebagai video creator untuk Youtube, kalian juga punya SOP yang harus dipatuhi. Jadilah cerdas, jangan mempermalukan Indonesia di mata dunia dengan kebodohan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H