Minke begitu kagum dengan kemajuan Eropa kala itu dan sedih melihat kondisi bangsanya yang terbelakang. Kalimat ini, jika benar diucapkan Hanung sungguh sangat disayangkan: "Saya tidak perlu kasih buku tebal ke Iqbaal, tinggal pakaikan baju adat yah jadilah Minke,"Â sebab kontradiktif dengan karakter Iqbaal yang dikenal terpelajar, cerdas dan berprestasi secara akademis. Ah, Iqbaal, sayang sekali jika Hanung menilai Anda hanya sebatas ini, padahal dunia tahu Anda adalah millenial yang cerdas.Â
Kutipan ini sontak membuat Prof. Ariel merespon dengan menulis "Anjrit," karena pernyataan ini dianggap merendahkan kemampuan akting aktris dibanding aktor. Apakah pernyataan tersebut juga berlaku dalam pemilihan aktris yang memerankan tokoh Annelies?
Apalagi jika film tersebut diadaptasi dari sebuah karya sastra yang diterjemahkan kedalam puluhan bahasa dunia dan mendapat pengakuan internasional.Kegaduhan nasional ini menjelaskan kepada kita dengan gamblang bahwa orang Indonesia sangat tidak suka dengan film dengan kualitas biasa-biasa saja yang dibuat hanya demi mengeruk rupiah.
Kekhawatiran dan keberatan publik memang bukan tanpa alasan, karena jika selama ini Hanung Bramantyo dikenal sebagai sutradara yang lebih mementingkan popularitas film buatannya dibandingkan kualitas.
Meskipun harus diakui bahwa beberapa film besutan Hanung bagus dan layak diacungi jempol. Dia juga sutradara yang produktif dalam berkarya, seakan tidak pernah lelah atau kekurangan ide. Juga sineas yang 'katanya' lumayan jago dalam mendapatkan investor untuk membiayai film-film garapannya.
 Prof. Ariel Heryanto bukan sosok sembarangan. Beliau adalah anggota Australian Academy of Humanities dan memegang jabatan keprofessoran Herb Feith di bidang Studi Indonesia di Monash University, Australia. Oleh karena itu, ketika beliau 'turun tangan' dalam perdebatan-perdebatan tentang rencana produksi film "Bumi Manusia" sampai menjadi trending topic di Twitter, artinya ini isu serius. "Moga-moga aja filmnya nggak jadi dibuat," ujar salah seorang netter menanggapi status Facebook Prof. Ariel Heryanto.
Memang sih, sutradara dan tim 'berhak' melakukan interpretasi beberapa bagian atas novel "Bumi Manusia" yang paling cocok difilmkan di era millenial ini.Â
Tapi, jika nanti kisah yang diangkat hanya seputar percintaan Minke dan Annelies, maka judul "Bumi Manusia" mungkin terlalu besar untuk menggambarkan film tersebut. Sebab, sebelumnya telah dibuat kisah Minke dan Annelis versi teater dengan judul "Bunga Penutup Abad" sebelum kematian Annelies. Banyak yang masih belum move on dari kemampuan Happy Salma yang memerankan Nyai Ontosoroh dan Chelsea Islan sebagai Annelies. Meski publik tidak terlalu bermasalah jika Minke tidak diperankan Reza Rahardian.Â
Jadi, apakah saya dan Anda 'siap kecewa' sebagaimana Prof. Ariel yang sepertinya tidak berharap banyak bahwa film ini akan mampu menjawab tantangan publik? Atau, kita semua siap 'memberi apresiasi' pada Hanung dan timnya jika berhasil membuktikan bahwa kekhawatiran publik adalah keliru. Mari kita tunggu dan selamat menikmati hari Minggu. Semoga hari Anda menyenangkan.Â