Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kata Prof Ariel Heryanto tentang Film "Bumi Manusia"

27 Mei 2018   04:50 Diperbarui: 27 Mei 2018   16:35 1863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perdebatan tentang rencana produksi film 'Bumi Manusia' yang diadaptasi dari roman berjudul sama karya penulis Pramoedya Ananta Toer semakin panas. 

Lini masa media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram ramai oleh perdebatan-perdebatan netter yang setuju dan tidak setuju dengan rencana penggarapan film ini.

Perdebatan ini semakin seru ketika Professor Ariel Heryanto turut melempar bahan diskusi baik berupa cuitan di Twitter maupun status di Facebook.

"Orang kecewa menyaksikan film, hasil adaptasi dari novel yang sudah populer? Itu sangat Biasa. Tapi apakah sebelum ini di Indonesia pernah ada kegaduhan nasional, ketika yang keluar baru berita tentang rencana pembuatan film berdasarkan novel Bumi Manusia? Film-nya belum dibikin, apalagi ditonton masyarakat" tulisnya dalam akun Facebook-nya pada 26 Mei. Status yang menjadi cuitan di akun Twitter beliau juga kemudian banjir resnpon netizen. Prof. Ariel bahkan menyebutnya sebagai 'kegaduhan nasional' haha.

Ya, sebagai penikmat film-film tanah air, saya belum pernah menemukan 'kegaduhan nasional' semacam ini saat sebuah film adaptasi dari sebuah novel akan diproduksi.

Bayangkan saja, perdebatan ini bahkan melibatkan seorang Professor. Bagi saya, fenomena ini sungguh menantang bukan saja untuk melihat bagaimana industri film bekerja, juga cara publik dalam memandang bagaimana sebuah karya anak bangsa dibuat tidak harus melulu soal ideliasme. 

Sebab, banyak sekali yang berpendapat bahwa meski ini langkah kontroversial sutradara Hanung Bramantyo dan rumah produksi Falcon Pictures yang dipandang hanya memanfaatkan ketenaran 'Iqbaal Ramadhan' untuk mengeruk keuntungan dari generasi millenial yang melek bioskop.

Jadi, inti kekhawatiran banyak orang bukan sepenuhnya terletak para Iqbaal yang dianggap terlalu 'ganteng' untuk menggambarkan sosok Minke, melainkan pada rumah produksi dan sutradara. 

Kegaduhan dan perdebatan semakin sengit manakala publik menemukan pernyataan-pernyataan Hanung Bramantyo yang dikutip media online seperti dream.co.id. "Mampus!" tulis Prof. Ariel menanggapi pernyataan Hanung mengapa memilih Iqbaal untuk memerankan Minke.

Seperti pernyataan ini: "Pada saat itu Eropa kemajuannya luar biasa. Baik teknologi dan fashion, itu yang dilawan oleh Minke.. Saya tidak perlu kasih buku tebal ke Iqbaal, tinggal pakaikan baju adat yah jadilah Minke." Padahal dengan jelas dalam roman 'Bumi Manusia' berkali-kali dinyatakan bahwa Minke menggunakan setelah pakaian orang Belanda sebagai protesnya kepada kaum pribumi yang tertinggal jauh dalam konteks ilmu dan pengetahuan.

Minke begitu kagum dengan kemajuan Eropa kala itu dan sedih melihat kondisi bangsanya yang terbelakang. Kalimat ini, jika benar diucapkan Hanung sungguh sangat disayangkan: "Saya tidak perlu kasih buku tebal ke Iqbaal, tinggal pakaikan baju adat yah jadilah Minke," sebab kontradiktif dengan karakter Iqbaal yang dikenal terpelajar, cerdas dan berprestasi secara akademis. Ah, Iqbaal, sayang sekali jika Hanung menilai Anda hanya sebatas ini, padahal dunia tahu Anda adalah millenial yang cerdas. 

Ada sebuah pernyataan Hanung dalam sebuah artikel yang dikutip kompas.com."Susah menjadi aktor itu. Apalagi aktor pria ya. Kalau perempuan kan ya sudahlah, ibarat kata asal lo cantik aja. Udahlah itu menjadi syarat," ucap Hanung. "Tapi aktor, laki-laki, itu syaratnya banyak banget, enggak cuma sebatas harus ganteng, tapi harus bisa memainkan banyak," lanjutnya. 

Kutipan ini sontak membuat Prof. Ariel merespon dengan menulis "Anjrit," karena pernyataan ini dianggap merendahkan kemampuan akting aktris dibanding aktor. Apakah pernyataan tersebut juga berlaku dalam pemilihan aktris yang memerankan tokoh Annelies?

Menjadi bagian dari 'kegaduhan nasional' dan ikut serta dalam perdebatan-perdebatan tentang rencana produksi film "Bumi Manusia" membuat saya mengerti bahwa banyak sekali penikmat film tanah air yang mendambahakan karya berupa fiilm yang indah, jujur dan berkualitas.

Apalagi jika film tersebut diadaptasi dari sebuah karya sastra yang diterjemahkan kedalam puluhan bahasa dunia dan mendapat pengakuan internasional.Kegaduhan nasional ini menjelaskan kepada kita dengan gamblang bahwa orang Indonesia sangat tidak suka dengan film dengan kualitas biasa-biasa saja yang dibuat hanya demi mengeruk rupiah.

Kekhawatiran dan keberatan publik memang bukan tanpa alasan, karena jika selama ini Hanung Bramantyo dikenal sebagai sutradara yang lebih mementingkan popularitas film buatannya dibandingkan kualitas.

Meskipun harus diakui bahwa beberapa film besutan Hanung bagus dan layak diacungi jempol. Dia juga sutradara yang produktif dalam berkarya, seakan tidak pernah lelah atau kekurangan ide. Juga sineas yang 'katanya' lumayan jago dalam mendapatkan investor untuk membiayai film-film garapannya.

 Prof. Ariel Heryanto bukan sosok sembarangan. Beliau adalah anggota Australian Academy of Humanities dan memegang jabatan keprofessoran Herb Feith di bidang Studi Indonesia di Monash University, Australia. Oleh karena itu, ketika beliau 'turun tangan' dalam perdebatan-perdebatan tentang rencana produksi film "Bumi Manusia" sampai menjadi trending topic di Twitter, artinya ini isu serius. "Moga-moga aja filmnya nggak jadi dibuat," ujar salah seorang netter menanggapi status Facebook Prof. Ariel Heryanto.

Memang sih, sutradara dan tim 'berhak' melakukan interpretasi beberapa bagian atas novel "Bumi Manusia" yang paling cocok difilmkan di era millenial ini. 

Tapi, jika nanti kisah yang diangkat hanya seputar percintaan Minke dan Annelies, maka judul "Bumi Manusia" mungkin terlalu besar untuk menggambarkan film tersebut. Sebab, sebelumnya telah dibuat kisah Minke dan Annelis versi teater dengan judul "Bunga Penutup Abad" sebelum kematian Annelies. Banyak yang masih belum move on dari kemampuan Happy Salma yang memerankan Nyai Ontosoroh dan Chelsea Islan sebagai Annelies. Meski publik tidak terlalu bermasalah jika Minke tidak diperankan Reza Rahardian. 

Jadi, apakah saya dan Anda 'siap kecewa' sebagaimana Prof. Ariel yang sepertinya tidak berharap banyak bahwa film ini akan mampu menjawab tantangan publik? Atau, kita semua siap 'memberi apresiasi' pada Hanung dan timnya jika berhasil membuktikan bahwa kekhawatiran publik adalah keliru. Mari kita tunggu dan selamat menikmati hari Minggu. Semoga hari Anda menyenangkan. 

Tulisan saya sebelumnya: Teruntuk Iqbaal, Jangan Hinakan Minke "Bumi Manusia" dengan Peran Picisan

Bahan Bacaan: 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun