Mohon tunggu...
Wijanto Hadipuro
Wijanto Hadipuro Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan penulis

Saya pensiunan tenaga pengajar yang senang menulis tentang apa saja. Tulisan saya tersebar di Facebook, blogspot.com, beberapa media masa dan tentunya di Kompasiana. Beberapa tulisan sudah diterbitkan ke dalam beberapa buku.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peran Strategis Badan Bank Tanah Sebagai Pelindung Masyarakat Miskin

25 Januari 2025   11:21 Diperbarui: 25 Januari 2025   11:21 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bosman Batubara, dkk. (2020:131-132) dalam buku mereka yang berjudul 'Maleh Dadi Segoro' atau dalam Bahasa Indonesianya 'Berubah Menjadi Laut' menggambarkan penderitaan masyarakat miskin di daerah pesisir Kota Demak akibat tanah mereka terendam banjir air laut atau rob.

Warga Desa Senik, Kelurahan Bedono, warga Tambaksari dan Rejosari terpaksa pindah karena tanah yang mereka miliki dan tinggali terendam banjir rob. Mereka terpaksa menempati tanah pemerintah, dimana mereka boleh membangun tetapi kepemilikan tanah tetap ada pada pemerintah.

Tanah mereka yang sudah terendam air, mereka jual dengan harga Rp. 1.500 -- 2.000 per meter persegi. Sebagai pembanding, tanah mereka yang tidak terendam air, harganya bisa mencapai Rp. 19.000 -- 20.000 per meter persegi.

Semenjak ada isu, baru isu, akan adanya pembangunan jalan tol Semarang-Demak, harga tanah yang tidak terendam air menjadi Rp. 50.000 per meter persegi. Sebagai informasi, jika jalan tol ini dibangun, tanah ini akan terbebas dari rob. Dan, mengingat adanya akses ke jalan tol, dipastikan harga tanah akan meningkat lagi dengan tajam. Lokasinya yang dekat dengan tepi laut dan dipermudah oleh akses ke jalan tol memungkinkan kawasan yang akan terbebas dari rob akibat tanggul raksasa berupa jalan tol ini, dapat dibangun menjadi kawasan industri atau apartemen atau permukiman mewah.

Sayangnya, mereka tidak dapat menunggu mempertahankan tanahnya, mengingat mereka membutuhkan dana untuk membangun rumah baru mereka di tanah milik pemerintah. Akibatnya, yang menikmati keuntungan kenaikan harga adalah para investor yang sudah mengetahui persis kondisi dan potensi kawasan ini setelah dibangunnya jalan tol.

Sementara di kasus lain di Kampung Bandan (RW 02 Ancol) kawasan perkotaan Jakarta, masyarakat miskin kesulitan memperoleh permukiman yang terjangkau dan layak huni. Vita Elysia menggambarkannya dengan elok tetapi tragis kondisi masyarakat miskin ini pada tahun 2020 dalam disertasinya untuk meraih gelar Ph.D di Crawford School of Public Policy, College of Asia and the Pacific, Australian National University, Australia.

Di halaman 105, Vita Elysia menggambarkan bagaimana masyarakat miskin yang mayoritas pekerja informal terpaksa tinggal menyewa ruangan kamar tanpa toilet untuk buang air kecil dan besar, seharga Rp. 200.000 -- Rp. 500.000 sebulan. Untuk buang air kecil, besar dan untuk mandi, mereka bergantung pada WC Umum. Mereka terpaksa tinggal di kondisi seperti ini, karena mereka tidak mampu membayar kamar dengan fasilitas toilet dan kamar mandi, dan mereka memilih lokasi ini karena dekat dengan tempat kerja mereka.

Sementara di halaman 136-139, Vita menuliskan bahwa penghuni dapat menggunakan toilet umum. Untuk menggunakan kamar kecil, mereka harus membayar Rp. 1.000 sekali pakai. Sementara untuk mandi dan mencuci, mereka harus membayar Rp. 2.000 sekali pakai. Responden #11 penelitian Vita mengatakan bahwa satu orang anggota keluarga biasanya dua kali dalam sehari menggunakan toilet, sehingga untuk 10 anggota keluarganya, dia harus mengeluarkan uang Rp. 20.000 sehari. Pengeluaran yang tidak sedikit bagi orang miskin.

Belum lagi kondisi toilet umum yang kurang baik, khususnya saat terendam banjir. Kondisi yang lebih kurang menyenangkan dialami para perempuan pengguna toilet umum, khususnya saat mereka harus pergi ke toilet umum sendirian di malam hari.

Peran yang Diharapkan dari Badan Bank Tanah

Saya berharap Badan Bank Tanah dapat berperan dalam banyak kasus seperti yang terjadi di pesisir Kota Demak. Kasus serupa biasanya terjadi di daerah-daerah yang memiliki potensi bencana yang menahun atau yang dari hari ke hari semakin buruk kondisinya. Dalam kasus seperti ini, Negara harus hadir. Negara tidak dapat membiarkan mekanisme pasar bekerja menentukan harga tanah dan proses jual belinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun