Mohon tunggu...
Wijanto Hadipuro
Wijanto Hadipuro Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan penulis

Saya pensiunan tenaga pengajar yang senang menulis tentang apa saja. Tulisan saya tersebar di Facebook, blogspot.com, beberapa media masa dan tentunya di Kompasiana. Beberapa tulisan sudah diterbitkan ke dalam beberapa buku.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Renungan Pesta Pembaptisan Tuhan

13 Januari 2025   06:21 Diperbarui: 13 Januari 2025   06:33 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Renungan tentang Pesta Pembaptisan Tuhan membawa saya ke berbagai lompatan ingatan tentang oikumene, baptis bayi, makna baptis untuk saya, dan motivasi saya senang menulis renungan di akun Facebook yang terkadang saya share juga di Kompasiana.

Oikumene

Ingatan pertama saya adalah tentang diskusi oikumene dengan seorang teman di tahun 2018-an. Saya bercerita ke teman saya pengalaman saat saya masih bekerja di Eiger (saat ini namanya Eiger Adventure) tahun 1994-an. Salah satu sub kontraktor Eiger, atau saat itu disebut maklon, adalah seorang penganut Kristen aliran tertentu yang sangat bersemangat. Dia selalu mengingatkan saya yang beragama Katolik untuk segera bertobat. Maksud bertobat tentunya adalah agar saya mengikuti 'aliran' dia.

Selain ingatan akan ajakan kepada saya untuk bertobat, diskusi dengan teman saya di tahun 2018-an tadi sampai pada Lukas 3:21-22 yang merupakan bagian dari Bacaan Injil 12 Januari 2025 Lukas 3:15-16.21-22. Ayat ini berisikan kisah tentang pembaptisan Yesus. Secara bergurau, tanpa bermaksud untuk melecehkan agama, teman saya lalu mengaitkan ayat ini dengan ajakan kepada saya untuk bertobat tadi. Lalu tanya teman saya, Yesus itu dibaptis menjadi Katolik atau menjadi penganut aliran Kristen maklon Eiger tadi?

Saat Yesus dibaptis, tidak ada diskusi Yesus dibaptis untuk menjadi Katolik atau menjadi penganut aliran Kristen si maklon tadi. Diskusi pembaptisan Yesus adalah tentang penggenapan kehendak Allah. Yesus dibaptis sebagai bentuk penyerahan diri kepada Allah, dan sebagai tanda solidaritas Yesus dengan manusia yang berdosa. Jika demikian halnya, kata teman saya, bukankah seharusnya Lukas 3:21-22 ini justru mendorong semua umat Kristiani untuk tinggal bersama dan hidup berdampingan dalam satu rumah yang sama, yaitu rumah Tuhan, atau oikumene.

Lebih jauh lagi, saya bahkan merindukan yang disebut rumah Tuhan itu bukan hanya rumah untuk umat Kristiani, tetapi rumah kita bersama untuk seluruh umat manusia, tanpa harus menjadi penganut sinkretisme yang mencampuradukkan agama yang satu dengan agama yang lain.

Baptis Bayi

Renungan tentang Pesta Pembaptisan Tuhan juga mengingatkan saya dengan diskusi kami, mahasiswa beragama Katolik Sastra Inggris UGM angkatan 1982, dengan salah satu Romo yang saya kagumi yaitu alm. Romo Adi Wardaya SJ yang saat itu mengajar Mata Kuliah Agama Katolik bagi kami.

Jika kita mempelajari tentang pembaptisan Yesus. Ternyata Yesus dibaptis pada usia sekitar 30 tahun. Saat itu saya dan teman-teman mempertanyakan, jika Yesus saja dibaptis pada usia 30 tahun-an, mengapa di Agama Katolik, kita mengenal baptis bayi.

Ada banyak penjelasan Romo saat itu. Tetapi yang saya simpulkan (kesimpulan saya sendiri yang bisa saja keliru) adalah bahwa jika saya meyakini iman saya benar dan baik menurut saya, tentu saya wajib memberikan yang terbaik tersebut untuk anak saya termasuk dalam hal iman dan agama. Baptis bayi dan mengajak beribadah serta menjalankan berbagai ritual dan kegiatan keagamaan adalah bagian dari kewajiban saya untuk memberikan yang terbaik bagi anak saya.

Jadi meskipun Yesus dibaptis sekitar usia 30 tahun dan saya sendiri dibaptis saat usia 19 tahunan, saya membaptis anak saya saat usianya 6 bulanan.

Makna Baptis untuk Saya

Bacaan II misa minggu 12 Januari 2025 diambil dari Surat Rasul Paulus kepada Titus 2:11-14; 3:4-7. Titus 3:5 sangat mengesankan saya, khususnya pada kalimat 'Hal ini terjadi bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, melainkan karena rahmat-Nya berkat permandian kelahiran kembali dan berkat pembaruan yang dikerjakan Roh Kudus, ...' Kalimat ini saya kutip persis seperti tertulis di panduan misa.

Hari ini saya diingatkan, pertama, bahwa dengan pembaptisan, saya tidak sendiri. Roh Kudus akan selalu mendampingi saya. Kedua, jika pun saya suatu saat diselamatkan, itu bukan karena perbuatan baik yang saya lakukan, tetapi lebih karena rahmat Tuhan, karena Tuhan mengasihi saya. Dan, ketiga, bahwa permandian atau baptis adalah merupakan kelahiran kembali diri saya untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Mengapa Menulis Renungan

Semula saya ragu untuk menulis renungan yang saya usahakan saya tulis setiap kali setelah saya mengikuti misa. Dulu saya sering sinis, orang aktif beribadah, tetapi perilakunya koq tidak sesuai dengan ajaran agama. Namun, lama-kelamaan saya berpikir benar bahwa perilaku saya belum sesuai dengan ajaran agama saya, tetapi jika saya tidak mengikuti misa dan menuliskan renungan, barangkali perilaku saya akan menjadi lebih buruk.

Menulis renungan adalah usaha saya untuk mengingat firman Tuhan dan untuk mengingatkan saya tentang makna firman tersebut untuk saya. Harapannya saya bisa selalu diingatkan untuk memperbaiki perilaku saya. Mengikuti misa dan menuliskan renungan, saya ibaratkan seperti mencuci jaring atau jala di aliran air. Banyak air yang lolos, tetapi paling tidak air tersebut akan membersihkan diri saya meski sedikit. Persis seperti membersihkan jala yang kotor. Banyak makna firman yang luput dari pemahaman saya, tetapi saya berharap jaring atau jala saya cuci sesering mungkin agar kotorannya tidak semakin menumpuk dan akhirnya bisa menutup seluruh jala.

Renungan saya adalah pembelajaran saya untuk hidup lebih baik. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun