Artinya perdagangan karbon justru akan meningkatkan emisi karbon.
Perdagangan Karbon dan Etika Lingkungan
Perdagangan karbon memunculkan masalah etika lingkungan. Limbah karbon yang sejatinya buruk bagi lingkungan dan kehidupan, justru melalui perdagangan karbon berubah menjadi hak. Dasar perdagangan karbon adalah bahwa membuang limbah karbon adalah hak. Menghalangi pebisnis untuk membuang limbah karbon sama saja dengan melanggar hak. Hak membuang limbah karbon ini yang kemudian disertikatkan dan sertifikat hak membuang limbah karbon inilah yang diperjualbelikan.
Perdagangan karbon berupa carbon offset yang pernah diperkenalkan Pemerintah Indonesia jaman SBY juga sama saja masalahnya dengan contoh Fiat Chrysler dan Tesla. Jaman SBY, Pemerintah Norwegia membeli jasa karbon hutan Indonesia. Harga yang dibayarkan sudah barang tentu lebih murah dibandingkan Pemerintah Norwegia menurunkan emisi karbonnya sendiri.
Hutan di Indonesia yang sudah dibeli jasa karbonnya, tentunya harus dijaga kelestariannya. Bagi pendukung perdagangan karbon, mereka berpendapat bahwa perdagangan karbon seperti ini menghasilkan dua manfaat: hutan Indonesia lestari dan sekaligus juga menghasilkan dana. Masalah etisnya adalah negara yang membeli jasa karbon sudah merusak hutan dan lingkungan hidupnya sendiri, sementara untuk 'memperbaikinya' negara pembeli jasa karbon 'melarang' negara pemilik hutan untuk memanfaatkan hutannya dan hanya memberikan kompensasi dengan harga yang murah. Belum lagi masalah etis yang muncul terkait dengan masyarakat miskin di Indonesia yang hidupnya tergantung pada hutan. Setelah jasa karbon hutan dibeli, masyarakat yang hidupnya tergantung pada hutan tersebut akan dibatasi aksesnya untuk memanfaatkan hutan, karena dikhawatirkan akan merusak hutan tersebut.
Sebagai penutup, kita tunggu langkah konkrit Pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi masalah tersebut di atas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI