Mou memang seorang manajer yang hebat. Sebagai seorang entrepreneur, ada keberhasilan tetapi juga banyak kegagalan dalam merekrut pemain, memoles dan akhirnya menjual pemain ke klub lain. Sebagai pemimpin, Mou menderita kutukan musim ketiga. Mou dipecat saat musim ketiga atau sebelum musim ketiga. Salah satu penyebabnya adalah keretakan hubungan dengan pemain.
Sebagai manajer, Mou memang hebat. Manajer berarti membuat hal yang tidak teratur atau tersusun dengan baik menjadi teratur atau tersusun dengan baik dan terstruktur. Mou mampu menstrukturkan tim dengan menempatkan pemain pada posisi yang tepat. Kita tentu masih ingat beberapa pemain yang semula 'biasa-biasa', kemudian menjadi bintang di tangan Mou seperti Eden Hazard dan Didier Drogba.
Kita juga harus mengakui, Mou mampu menyusun tim sesuai dengan lawan yang dihadapi. Sebagai manajer Mou juga mampu menyusun tim yang 'biasa-biasa' saja dan dengan gaya permainan yang dirancangnya yang banyak dikritik tidak menarik untuk ditonton, ternyata mampu mengalahkan tim kuat bertabur bintang.
Di AS Roma, Mou mampu membuktikan bahwa dia adalah seorang entrepreneur yang hebat. Selain definisi tentang berani mengambil resiko dan berpikir inovatif, salah satu bagian dari definisi entrepreneur adalah mampu mengubah kapabilitas menjadi sumberdaya yang menguntungkan.
Di AS Roma, Mou mampu mengubah nama besarnya dan nama besar AS Roma serta fans Roma menjadi sumberdaya untuk menarik minat pemain-pemain besar saat itu dan pemain besar di masa lampau yang masih bersinar, untuk mau bergabung dengan AS Roma tanpa biaya transfer atau mau menjadi pemain pinjaman.Â
Dengan pemain-pemain seperti ini dan ditambah pemain yang sudah ada di AS Roma, Mou mampu meraih juara Liga Conference. Jiwa entrepreneur Mou membuatnya berhasil meraih tropi bersama dengan AS Roma, meski dengan kemampuan keuangan yang sangat terbatas.
Situasi di Tottenham juga mirip dengan AS Roma. Mou terpaksa melakukan transfer 'cerdas'. Mou tidak membeli pemain bintang, tetapi pemain yang dibelinya tepat untuk Tottenham, seperti Pierre-Emile Hojbjerg, Sergio Regulion, dan Matt Doherty.
Namun, harus diakui juga ada kesalahan-kesalahan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan entrepreneurship. Yang menonjol adalah selama Mou ada di Manchester United (MU). Paul Pogba yang dibeli dengan harga 105 juta Euro dari Juventus, berakhir dengan konflik dengan Mou dan akhirnya Pogba kembali ke Juventus dengan status bebas transfer.
'Kesalahan' Mou yang lain adalah Alexis Sanchez. Sebelum bergabung dengan MU, Sanchez mencetak 60 gol dari 122 penampilan bersama Arsenal. Di MU Sanchez hanya mencetak 3 gol dari 32 penampilan. Sebagai informasi Sanchez bergabung dengan MU tahun 2018 yaitu di tahun terakhir Mou menjadi manajer MU.
Nasib yang hampir sama dengan Sanchez dialami oleh Andriy Shevchenko yang dibeli oleh Chelsea di bawah Mou dari AC Milan. Kegemilangan Shevchenko di Milan, gagal terulang di Chelsea. Dia hanya mencetak 9 gol dari 48 penampilan bersama dengan Chelsea. Shevchenko selama 8 musim di Milan, mencetak 175 gol yang menjadikannya pemain tertajam kedua sepanjang masa bagi Milan. Mou keliru dalam merekrut pemain dan berakhir dengan kerugian klub yang dimanajerinya.
Secara sederhana, pemimpin adalah orang yang mampu menggerakkan anak buahnya untuk mencapai tujuan keberhasilan bersama. Di awal musim bergabung dengan sebuah klub sepak bola, Mou bisa menggerakkan anak buahnya dan mencapai kesuksesan dengan meraih tropi. Tetapi Mou sampai saat ini tidak dapat lepas dari kutukan melewati musim ketiga. Sebelum musim ketiga kharisma kepemimpinan Mou luntur dengan berkonflik dengan pemain bintangnya sendiri.