Judul di atas menarik untuk dikaji lebih dalam. Apa beda seorang manajer dengan seorang entrepreneur, dan seorang pemimpin, dan bagaimana aplikasinya untuk dunia sepak bola?
Tidak banyak manajer tim sepak bola seperti Jose Mourinho. Barangkali yang mendekati kualitas Jose adalah Unai Emery (manajer Aston Villa) dan Diego Simeone (manajer Atletico Madrid). Mereka sama-sama pernah menjadi manajer tim sepak bola dengan pemain 'biasa-biasa' saja, tetapi bisa menjadikan timnya disegani. Yang membedakan hanya pada jumlah tropinya. Mou pernah memenangkan piala lebih banyak dan bergengsi dengan tim yang pemainnya 'biasa-biasa' saja.
Sebut saja klub Porto Portugal. Bersama Porto, Mou berhasil memenangkan 6 tropi, termasuk di dalamnya 1 tropi Liga Champions. Hampir tidak ada pemain besar dalam tim Porto saat itu. Memang ada dua pemain starting XI yang mengikuti Mou ke Chelsea, yaitu bek kanan Paulo Ferreira dan bek tengah Ricardo Carvalho.Â
Juga ada gelandang serang Deco yang kemudian bermain selama empat tahun bersama Barcelona dan meraih dua gelar La Liga dan satu gelar Liga Champions. Namun, ketiganya tidak dapat dikategorikan sebagai pemain 'besar', layaknya Ronaldo (Christiano dan Nazario), Messi atau bahkan sekelas Luca Modric.
Raihan fenomenal lain bersama tim underdog adalah bersama Inter Milan, Mou meraih 5 tropi: 2 tropi Seri A, 1 tropi Coppa Italia, 1 tropi Supercoppa, dan tentunya 1 tropi Liga Champions. Tahun 2009/2010 bersama Inter, Mou meraih trebble winner, tiga tropi dalam semusim.Â
Memang saat meraih tropi Liga Champions bersama Inter, ada nama-nama besar seperti Eto'o, Sneijder, dan penjaga gawang Julio Cesar. Tetapi tentu mereka kalah pamor dengan Messi, Ibra, Puyol, Pique, Xavi, dan Busquets, pemain Barcelona yang mereka kalahkan dalam final Liga Champions.
Bersama AS Roma, dengan budget yang terbatas, Mou sukses menjuarai Liga Conference, kompetisi tingkatan ketiga di Eropa setelah Liga Eropa dan Liga Champions. Saat itu tim AS Roma berisikan pemain 'tua' seperti Chris Smailing, Nemanja Matic, dan yang bisa disebut 'tua' juga yaitu Henrikh Mkhitaryan dan penjaga gawang Rui Patricio. Saat dilatih Mou, Roma juga diperkuat oleh pemain pinjaman seperti Gini Wijnaldum, Rasmus Kristensen, dan Romelu Lukaku dan pemain bebas transfer seperti Paulo Dybala, Andrea Belotti dan Nemanja Matic.
Karena anggaran yang terbatas, AS Roma tidak begitu aktif membeli pemain pada bursa transfer saat Mou menjadi manajer. Selain Paulo Dybala yang masih bersinar, bahkan sampai saat ini, pemain 'tua' dan bebas transfer adalah pemain besar di jamannya. Mou punya daya tarik tersendiri untuk membuat pemain-pemain tersebut mau bergabung dengan AS Roma dengan budget pembelian yang minimal bagi AS Roma.
Apa Beda Manajer, Entrepreneur dan Pemimpin?
Meskipun memiliki prestasi yang mentereng, Mou saat ini akhirnya 'hanya' menjadi manajer Fenerbahce. Gaya permainan, cara memimpin, dan cara berkomunikasinya yang mengundang kontroversi, memaksa Mou melatih di liga yang tidak terlalu diperhitungkan di dunia sepakbola.Â
Berita pertandingan terakhir Fenerbahce dengan Besiktas yang berakhir dengan kekalahan tim besutan Mou 1-0 pun luput dari pemberitaan media sepakbola Indonesia. Demikian juga dengan posisi Fenerbahce yang saat ini ada di posisi kedua Liga Turki, di bawah Galatasaray, juga tidak muncul dalam pemberitaan di Indonesia.
Mou memang seorang manajer yang hebat. Sebagai seorang entrepreneur, ada keberhasilan tetapi juga banyak kegagalan dalam merekrut pemain, memoles dan akhirnya menjual pemain ke klub lain. Sebagai pemimpin, Mou menderita kutukan musim ketiga. Mou dipecat saat musim ketiga atau sebelum musim ketiga. Salah satu penyebabnya adalah keretakan hubungan dengan pemain.
Sebagai manajer, Mou memang hebat. Manajer berarti membuat hal yang tidak teratur atau tersusun dengan baik menjadi teratur atau tersusun dengan baik dan terstruktur. Mou mampu menstrukturkan tim dengan menempatkan pemain pada posisi yang tepat. Kita tentu masih ingat beberapa pemain yang semula 'biasa-biasa', kemudian menjadi bintang di tangan Mou seperti Eden Hazard dan Didier Drogba.
Kita juga harus mengakui, Mou mampu menyusun tim sesuai dengan lawan yang dihadapi. Sebagai manajer Mou juga mampu menyusun tim yang 'biasa-biasa' saja dan dengan gaya permainan yang dirancangnya yang banyak dikritik tidak menarik untuk ditonton, ternyata mampu mengalahkan tim kuat bertabur bintang.
Di AS Roma, Mou mampu membuktikan bahwa dia adalah seorang entrepreneur yang hebat. Selain definisi tentang berani mengambil resiko dan berpikir inovatif, salah satu bagian dari definisi entrepreneur adalah mampu mengubah kapabilitas menjadi sumberdaya yang menguntungkan.
Di AS Roma, Mou mampu mengubah nama besarnya dan nama besar AS Roma serta fans Roma menjadi sumberdaya untuk menarik minat pemain-pemain besar saat itu dan pemain besar di masa lampau yang masih bersinar, untuk mau bergabung dengan AS Roma tanpa biaya transfer atau mau menjadi pemain pinjaman.Â
Dengan pemain-pemain seperti ini dan ditambah pemain yang sudah ada di AS Roma, Mou mampu meraih juara Liga Conference. Jiwa entrepreneur Mou membuatnya berhasil meraih tropi bersama dengan AS Roma, meski dengan kemampuan keuangan yang sangat terbatas.
Situasi di Tottenham juga mirip dengan AS Roma. Mou terpaksa melakukan transfer 'cerdas'. Mou tidak membeli pemain bintang, tetapi pemain yang dibelinya tepat untuk Tottenham, seperti Pierre-Emile Hojbjerg, Sergio Regulion, dan Matt Doherty.
Namun, harus diakui juga ada kesalahan-kesalahan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan entrepreneurship. Yang menonjol adalah selama Mou ada di Manchester United (MU). Paul Pogba yang dibeli dengan harga 105 juta Euro dari Juventus, berakhir dengan konflik dengan Mou dan akhirnya Pogba kembali ke Juventus dengan status bebas transfer.
'Kesalahan' Mou yang lain adalah Alexis Sanchez. Sebelum bergabung dengan MU, Sanchez mencetak 60 gol dari 122 penampilan bersama Arsenal. Di MU Sanchez hanya mencetak 3 gol dari 32 penampilan. Sebagai informasi Sanchez bergabung dengan MU tahun 2018 yaitu di tahun terakhir Mou menjadi manajer MU.
Nasib yang hampir sama dengan Sanchez dialami oleh Andriy Shevchenko yang dibeli oleh Chelsea di bawah Mou dari AC Milan. Kegemilangan Shevchenko di Milan, gagal terulang di Chelsea. Dia hanya mencetak 9 gol dari 48 penampilan bersama dengan Chelsea. Shevchenko selama 8 musim di Milan, mencetak 175 gol yang menjadikannya pemain tertajam kedua sepanjang masa bagi Milan. Mou keliru dalam merekrut pemain dan berakhir dengan kerugian klub yang dimanajerinya.
Secara sederhana, pemimpin adalah orang yang mampu menggerakkan anak buahnya untuk mencapai tujuan keberhasilan bersama. Di awal musim bergabung dengan sebuah klub sepak bola, Mou bisa menggerakkan anak buahnya dan mencapai kesuksesan dengan meraih tropi. Tetapi Mou sampai saat ini tidak dapat lepas dari kutukan melewati musim ketiga. Sebelum musim ketiga kharisma kepemimpinan Mou luntur dengan berkonflik dengan pemain bintangnya sendiri.
IDN Times (14 September 2023) mencatat ada 11 pemain yang berkonflik dengan Mou. Pribadinya yang blak-blakan dan pembawaannya yang temperamental sering menjadi pemicu konflik dengan berbagai pihak, termasuk pemainnya. Iker Casillas (penjaga gawang top Real Madrid), Pepe, Sergio Ramos, Christiano Ronaldo juga dari Real Madrid, Kevin de Bruyne dan Eden Hazard (Chelsea), dan Paul Pogba (MU), adalah beberapa di antaranya. Salah satu alasan pemecatan Mou juga karena konflik ini.
Penutup
Mou merupakan manajer yang hebat, juga entrepreneur yang lumayan baik, tetapi dalam jangka panjang interaksi dengan pemain, Mou bukan seorang pemimpin yang baik. Dalam jangka pendek, dengan kharisma dan prestasinya, Mou memang merupakan pemimpin yang baik, tetapi tidak dalam jangka cukup panjang melewati tiga musim.
Di era persaingan prestasi klub yang semakin tajam, dibutuhkan seorang manajer seperti Mou, jiwa entrepreneurship seperti manajer dan klub Benfica, dan seorang pemimpin seperti Carlo Ancelotti. Sulit memang menemukan kombinasi yang pas antara ketiganya: manajer, entrepreneur dan pemimpin. Tidak Mou, tidak juga Carlo Ancelotti, Pep Guardiola dan juga Jurgen Klopp. Kita tunggu apakah Arne Slot mampu memiliki kombinasi ketiganya di Liverpool.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H