Mohon tunggu...
Wijanto Hadipuro
Wijanto Hadipuro Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan penulis

Saya pensiunan tenaga pengajar yang senang menulis tentang apa saja. Tulisan saya tersebar di Facebook, blogspot.com, beberapa media masa dan tentunya di Kompasiana. Beberapa tulisan sudah diterbitkan ke dalam beberapa buku.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Memulung di Sumbernya: Solusi Timbunan Sampah

22 November 2024   14:21 Diperbarui: 22 November 2024   14:30 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional timbunan sampah di Indonesia pada tahun 2023 adalah 69,9 juta ton dan 44,37%-nya berasal dari Rumah Tangga (lihat https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7818/klhk-ajak-masyarakat-gaya-hidup-minim-sampah-dalam-festival-like-2).

Solusi yang ditawarkan saat ini, seperti mengurangi sampah, memilah sampah dan mendirikan bank sampah, tampaknya tidak dapat mengurangi tumpukan sampah. Lalu apa solusinya atau apa solusi yang menimbulkan dampak lingkungan yang paling minimal?

Kegagalan Memilah dan Mendirikan Bank Sampah

Berbagai anjuran dan usaha untuk memilah sampah organik dan anorganik di level rumah tangga tampaknya tidak membuahkan hasil. Berbeda dengan negara maju, tanggung jawab untuk mengumpulkan sampah ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) Sampah di Indonesia diserahkan kepada warga, sehingga tidak ada jaminan proses pemilahan sampah di level rumah tangga akan berguna.

Di negara lain seperti ditempat saya sekolah di Nijmegen, Belanda, misalnya, tanggung jawab pengumpulan sampah ada di pemerintah kota dengan petugas khusus yang mereka rekruit untuk kepentingan tersebut. Di Nijmegen setiap rumah tangga harus membeli kantong plastik berwarna hijau untuk mengumpulkan dan membuang sampah organiknya. Kita wajib membeli kantong plastik tersebut seharga sekitar 10 Euro untuk 10 kantong. Untuk menghemat biaya pembelian kantong plastik, maka setiap rumah tangga biasanya berusaha untuk memaksimalkan penggunaan kantong dengan mengisi penuh kantong sebelum membuangnya.

Petugas kebersihan kota bertanggung jawab untuk mengambil sampah tersebut pada hari dan jam tertentu, biasanya setiap dua minggu sekali. Jika kita membuang sampah di luar jadwal pengambilan, maka sampah yang ada di kantong plastik kita, tidak akan diambil oleh petugas. Dan, jika sampah kita menimbulkan bau selama menunggu sampah kita diambil petugas, maka kita bisa diprotes oleh tetangga kita. Akibatnya, warga rata-rata patuh membuang sampahnya sesuai dengan jadwal pengambilan.

Sementara untuk sampah kertas, plastik dan sampah beling di Nijmegen biasanya ada kontainer khusus untuk masing-masing jenis sampah di dekat lokasi tempat tinggal kita. Petugas kebersihan kota juga yang akan mengambil pada hari tertentu untuk setiap jenis sampah dari kontainer tersebut. Akibatnya, proses pemilahan sampah pada level rumah tangga menjadi efisien dan efektif untuk dibawa ke proses daur ulang dan dalam kondisi yang relatif masih bersih dan baik.

Di Indonesia, keberhasilan proses pemilahan sampah di level rumah tangga sangat tergantung pada petugas pengumpul sampah yang akan membawa sampah kita ke TPS. Jika petugas ini sadar akan nilai ekonomi sampah, memiliki jaringan ke pengepul sampah, dan memiliki keinginan untuk mengolah sampah, maka program pemilahan sampah di level rumah tangga akan berhasil mengurangi jumlah timbunan sampah. Jika tidak, maka pemilahan sampah di level rumah tangga menjadi sia-sia, karena sampah yang sudah dipilah kemudian dicampur lagi untuk diangkut ke TPS.

Selain kampanye pemilahan sampah di level rumah tangga, pemerintah bersama dengan stakeholder lain juga mempopulerkan bank sampah. Dikutip dari Antaranews (9/8/2024), Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vinda Damayanti Arsjar mengatakan bahwa terdapat hampir 17.000 bank sampah yang ada di Indonesia. Namun, yang aktif beroperasi hanya 20-30 persen saja. Artinya, bank sampah juga tidak memberikan kontribusi signifikan untuk mengurangi timbunan sampah.

Lalu Apa Alternatif Solusinya?

Saat ini proses pengolahan sampah di Indonesia banyak dilakukan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah. Yang tradisional, proses pemilahan dilakukan oleh pemulung di TPA. Karena sampah sudah tercampur satu dengan yang lain, biasanya sampah anorganik yang akan didaur ulang sudah rusak dan kotor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun