Keluarga saya sebetulnya waktu itu sudah ngungsi ke desa Wangandalem, tapi yah entah karena perasaan tanggung jawab, maka Bapak datang menengok kota Brebes dan bahkan kemudian seluruh keluarga kembali ke Brebes. Suasana sangat mencekam ketika pada suatu hari Bapak dibawa tentara Belanda dan tidak pernah kembali lagi. Bapak sempat.
Peristiwa itu terjadi 27 Juli 1947. Keluarga Binadji baru mendengar informasi tentang di-"sukabumi"-kan Binadji dekat sungai Pemali dan dilarung. Di Tengki, jenazah Binadji dimakamkan dekat sungai Pemali. Makam ini tergerus banjir bandang Pemali, hingga jenazah Binadji tak ditemukan hingga kini. Terdapat beberapa dugaan mengapa Binadji menjadi target penangkapan. Pertama, Belanda tidak berhasil membujuk Binadji dalam pemerintah Recomba. Kedua, Belanda menghubungkan kesalahan Binadji dalam kapasitasnya sebagai Jaksa dalam peristiwa Tiga Daerah yang tidak berhasil mengamankan jatuhnya korban di kalangan masyarakat Eropa dan Indo Eropa  di sekitar kompleks pabrik gula di wilayah Kabupaten Brebes.
      Binadji menjadi martir revolusi, ia meninggalkan pesan tentang sikap hidup :
      Selaloe enget dan berbakti dan takoet, asih pada Allah jang membikin kamoe hidoep di doenia
Layaknya Binadji untuk diusulkan sebagai pahlawan oleh Pemerintah Bersama Kjai Syatori. Keduanya menjadi martir revolusi 1945 serta mengajarkan sikap nasionalisme bagi bangsanya. Setidaknya nama Binadji dijadikan sebagai gedung DPRD Kabupaten Brebes sebagai bentuk apresiasi kepada Binadji yang pernah menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah (cikal bakal DPRD) Brebes saat revolusi 1945.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H