Sedangkan Gunung Segara banyak mempertautkan dengan teks-teks yang menguatkan adanya saling keterpengaruhan pengaruh India. Cirebon dan Sunda. Folklore Gunung Segara bermula dari kisah Elang Segara yang bertapa di puncak Segara. Elang Segara merupakan putra dari Elang Padmanegara. Dengan ditemani cantriknya, Cahar dan Cahir. Meski berada di Jalawastu mereka secara teratur melakukan pisowanan ageng ke kesultanan Cirebon.
Beberapa keunikan yang dipertahankan masyarakat Jalawastu ada pada konstruksi rumah yang mempertahankan bahan bangunan kayu. Tak ada semen, genteng dan keramik pada bangunan rumah mereka. Bentuk bangunan Jalawastu tak menyerupai limas, intan atau paris. Melainkan lurus. Tak ada yang disembunyikan dalam bangunan Jalawastu.Â
Ruang tamu menyatu dengan keluarga dan ruang makan. Yang tertutup hanyalah kamar bagi keluarga. Â pamali (pantangan) yang dipertahankan masyarakat Jalawastu diantaranya menanam bawang merah, kacang tanah, kedelai. Sementara pantangan memelihara hewan ternak atau peliharaan diantaranya kerbau, angsa, ikan merah dan domba. Terdapat pula pantangan membunyikan dan menyimpan alat musik seperti ketuk kenong dan gong. Gong terdiri dari kempul kecil dan kempul besar. Untuk ketuk kenong dan gong dilarang ditabuh di area Gedong Pesarean.
Pada upacara Ngasa ada 2 pihak yang berperan, pertama pemangku adat yang mengendalikan dan Dewan Kokolot yang memimpin doa Ngasa. Jumlah Dewan Kokolot ada 15, namun yang memimpin doa satu orang. Saat doa , suasana menjadi hening : Â Â Â Â
pun sadupun arek ngimankeun titi walari kanu baheulaÂ
 titi walari ti baharu, taratas tilas nu baheula cuwang mumunjang
 anak putu sakalih, ka indung ka bapak, ka nini ,ka aki, ka buyut, ka bao
 ka bumi, ka langit, ka beurang, ka peuting, kabasukana, kabasukina,Â
kanu antek kaluhuran, ka nu antek kararahabanÂ
kanu suci paweta, ka nu kadi srengenge katinggangeun
ka nu kadi bentang kapurnaman