Mohon tunggu...
Wihdatul wahdah
Wihdatul wahdah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa/UIN Raden Mas Said Surakarta

Saya Wihdatul Wahdah, seorang mahasiswa program studi Hukum Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembiayaan Perumahan Syariah

1 Oktober 2024   21:23 Diperbarui: 1 Oktober 2024   22:07 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Julianto, S.Ag., M.Ag.

Nama: Wihdatul Wahdah

Kelas: 5D (222111150)

KASUS

Beberapa lembaga keuangan syariah menghadapi tantangan dalam memberikan pembiayaan rumah yang sesuai dengan prinsip syariah. Isu ini seringkali mencakup masalah ketidakpastian harga, akad yang tidak jelas, serta risiko pembiayaan yang tidak sesuai dengan hukum syariah. Pembiayaan perumahan syariah adalah fasilitas yang diberikan oleh bank atau lembaga keuangan syariah untuk membantu masyarakat memiliki rumah tanpa melanggar prinsip-prinsip syariah. 

Berbeda dengan pembiayaan konvensional, pembiayaan ini tidak melibatkan bunga (riba) yang dilarang dalam Islam. Sebaliknya, lembaga keuangan syariah menggunakan sistem akad, seperti murabahah (jual-beli), ijarah (sewa), atau musyarakah mutanaqisah (kerjasama kepemilikan).

Namun, tantangan dalam pembiayaan perumahan syariah sering muncul karena beberapa alasan:

  1. Ketidakpastian Harga: Dalam beberapa kasus, harga yang disepakati di awal transaksi bisa berubah selama masa pembiayaan, yang melanggar prinsip gharar (ketidakpastian). Misalnya, jika biaya tambahan tidak dijelaskan dengan jelas di awal, ini bisa menimbulkan ketidakpastian bagi konsumen.

  2. Akad yang Tidak Jelas: Salah satu prinsip utama ekonomi syariah adalah transparansi dalam akad atau perjanjian. Ketidakjelasan dalam akad, seperti hak dan kewajiban antara pihak bank dan nasabah, dapat menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip syariah. Akad yang tidak sesuai bisa menimbulkan kebingungan dan ketidakadilan bagi salah satu pihak.

  3. Risiko Pembiayaan: Bank syariah juga menghadapi tantangan dalam mengelola risiko pembiayaan, terutama jika nasabah gagal membayar. Risiko ini harus dikelola dengan cara yang tidak melibatkan penalti bunga atau denda yang berbau riba, sehingga diperlukan solusi alternatif yang adil dan sesuai syariah.

Dengan demikian, meski pembiayaan perumahan syariah memiliki keunggulan dalam memastikan kepatuhan terhadap hukum Islam, tantangan dalam pengelolaan risiko dan penerapan akad yang tepat tetap harus diperhatikan.

Kaidah hukum yang berkaitan dengan pembiayaan perumahan syariah melibatkan beberapa prinsip utama dalam hukum ekonomi Islam, yang memastikan semua transaksi berjalan sesuai dengan syariah. Beberapa kaidah hukum yang relevan meliputi:

 

1. Larangan Riba

Riba adalah penambahan nilai yang tidak sah dalam transaksi pinjaman atau kredit. Dalam pembiayaan perumahan syariah, bank tidak boleh mengambil bunga atas uang yang dipinjamkan. Sebagai gantinya, akad-akad seperti murabahah (jual-beli dengan margin keuntungan yang disepakati) atau musyarakah mutanaqisah (kerjasama kepemilikan) digunakan, di mana pihak bank dan nasabah berbagi risiko serta keuntungan secara adil. Kaidah ini mengharuskan semua pihak menjaga kesucian transaksi dari unsur riba yang jelas dilarang dalam Al-Quran (Surah Al-Baqarah, ayat 275).

2. Larangan Gharar

Gharar mengacu pada ketidakpastian atau ambiguitas dalam transaksi yang dapat menimbulkan kerugian. Dalam pembiayaan perumahan syariah, transaksi harus bebas dari ketidakpastian terkait harga, barang, atau jasa. Misalnya, harga rumah harus disepakati secara pasti pada awal akad, tanpa ada perubahan mendadak selama periode pembiayaan. Hal ini penting agar nasabah mengetahui dengan jelas semua biaya yang terlibat, menghindari praktik yang tidak transparan.

3. Akad yang Jelas dan Sah

Dalam hukum ekonomi syariah, akad atau kontrak adalah aspek yang sangat penting. Akad harus disusun dengan jelas, mencakup hak dan kewajiban kedua belah pihak (bank dan nasabah), serta mematuhi prinsip-prinsip syariah. Akad yang tidak jelas atau ambigu bisa menimbulkan ketidakadilan atau merugikan salah satu pihak, yang bertentangan dengan kaidah 'adl wa ihsan (keadilan dan kebajikan) dalam hukum Islam. Transparansi dalam akad melindungi hak-hak semua pihak yang terlibat.

4. Pembagian Risiko

Salah satu prinsip penting dalam transaksi syariah adalah bahwa risiko dan keuntungan harus dibagi secara adil antara semua pihak. Dalam pembiayaan syariah, tidak boleh ada pihak yang menanggung risiko secara tidak proporsional. Ini berlaku dalam akad musyarakah mutanaqisah, di mana bank dan nasabah berbagi kepemilikan rumah, dan risiko kegagalan pembayaran juga dibagi bersama, tanpa penalti bunga atau denda yang melibatkan riba.

5. Kepentingan Masyarakat (Maslahah)

Prinsip maslahah (kepentingan umum) mengatur bahwa semua transaksi ekonomi, termasuk pembiayaan perumahan, harus mendatangkan manfaat bagi semua pihak dan tidak menimbulkan kerugian atau dampak negatif terhadap masyarakat. Dengan mematuhi prinsip ini, lembaga keuangan syariah diharapkan menawarkan produk yang tidak hanya menguntungkan secara komersial tetapi juga memberi manfaat bagi nasabah secara adil.

Beberapa nama hukum yang relevan dalam kasus pembiayaan perumahan syariah, yang mencakup aspek ketidakpastian harga, akad yang tidak jelas, serta risiko pembiayaan, adalah:

  1. Hukum Larangan Riba: Ini merupakan hukum dasar dalam ekonomi syariah yang melarang pengambilan bunga dari pinjaman uang. Dalam pembiayaan perumahan syariah, lembaga keuangan tidak boleh memberikan pinjaman berbunga, melainkan harus menggunakan akad yang sesuai dengan syariah, seperti murabahah, ijarah, atau musyarakah mutanaqisah.

  2. Hukum Larangan Gharar: Gharar adalah ketidakpastian atau ketidakjelasan dalam transaksi. Dalam konteks pembiayaan perumahan, ketidakpastian mengenai harga atau biaya tambahan yang tidak disepakati pada awal transaksi melanggar hukum ini, karena semua rincian harus jelas dan transparan.

  3. Hukum Akad dalam Islam (Transparansi dan Kesepakatan): Hukum ini mengatur bahwa akad atau perjanjian dalam transaksi harus jelas dan transparan, serta disepakati secara bersama oleh semua pihak. Jika akad tidak jelas atau terdapat ambiguitas, maka bisa menyebabkan ketidakadilan, yang melanggar prinsip keadilan dalam syariah.

  4. Hukum Maslahah (Kepentingan Umum): Prinsip maslahah dalam hukum Islam mengatur bahwa transaksi harus membawa manfaat bagi semua pihak dan tidak boleh menyebabkan kerugian yang tidak adil. Dalam konteks pembiayaan perumahan syariah, akad yang adil dan transparan harus diperhatikan untuk memastikan kepentingan nasabah dan bank sama-sama dilindungi.

  5. Hukum Pembagian Risiko dalam Syariah: Dalam hukum syariah, risiko harus dibagi secara adil antara kedua pihak yang terlibat dalam transaksi. Bank syariah tidak boleh membebankan seluruh risiko kepada nasabah, tetapi harus berpartisipasi dalam risiko tersebut melalui akad seperti musyarakah mutanaqisah, di mana bank dan nasabah berbagi kepemilikan atas properti.

aturan hukum yang berlaku dalam konteks pembiayaan perumahan syariah, terutama terkait riba, gharar, akad, dan pembagian risiko:

  1. Larangan Riba:

    • Al-Quran: Hukum larangan riba secara jelas dijelaskan dalam Al-Quran, misalnya dalam Surah Al-Baqarah ayat 275 yang melarang pengambilan bunga dari pinjaman. Ini adalah aturan dasar dalam setiap transaksi keuangan syariah, termasuk pembiayaan perumahan, yang melarang keuntungan tanpa ada pertukaran nilai yang adil.

    • Hadis: Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya menghindari riba dalam berbagai hadis, seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Rasulullah melarang segala bentuk riba, baik yang besar maupun kecil.
  2. Larangan Gharar:

    • Al-Quran dan Hadis: Ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar) dalam transaksi juga dilarang. Surah An-Nisa ayat 29 memerintahkan umat Islam untuk bertransaksi dengan cara yang adil dan transparan. Gharar termasuk dalam ketidakpastian mengenai harga atau ketidakjelasan tentang objek transaksi, yang dilarang dalam syariah.

    • Hadis: Salah satu hadis yang sering dijadikan rujukan dalam larangan gharar adalah hadis riwayat Muslim yang melarang jual-beli yang bersifat spekulatif atau berisiko tinggi, di mana informasi barang atau transaksi tidak jelas.
  3. Akad yang Jelas dan Transparan:

    • Hukum Islam: Akad (kontrak) dalam ekonomi syariah harus mengikuti prinsip ijab-qabul (penawaran dan penerimaan) yang jelas, dengan semua syarat dan ketentuan diketahui dan disetujui oleh kedua belah pihak. Ketidakjelasan akad atau syarat yang merugikan salah satu pihak bisa menyebabkan akad tersebut tidak sah.

    • Majelis Ulama Indonesia (MUI): Fatwa DSN-MUI memberikan pedoman tentang pentingnya akad yang sah dalam berbagai transaksi keuangan, termasuk dalam akad murabahah, ijarah, dan musyarakah. Fatwa ini menekankan pentingnya transparansi, keadilan, dan kepastian dalam perjanjian.
  4. Hukum Pembagian Risiko:

    • Syariah Islam: Dalam hukum ekonomi syariah, risiko harus dibagi antara kedua belah pihak. Sebagai contoh, dalam akad musyarakah mutanaqisah, pihak bank dan nasabah berbagi kepemilikan atas properti, dan risiko kerugian juga ditanggung bersama. Hal ini sesuai dengan kaidah al-ghunmu bil-ghurmi (keuntungan harus disertai risiko).

    • Fatwa DSN-MUI: Aturan pembagian risiko ini juga tercantum dalam berbagai fatwa MUI yang mengatur akad musyarakah dan mudharabah, di mana kedua belah pihak harus berbagi risiko dengan adil.
  5. Kepentingan Umum (Maslahah):

    • Al-Quran: Prinsip maslahah menekankan bahwa semua transaksi ekonomi harus membawa manfaat bagi masyarakat dan menghindari kemudaratan. Aturan ini tercermin dalam ayat-ayat Al-Quran yang mendorong transaksi yang adil dan bermanfaat, seperti Surah Al-Baqarah ayat 282 yang menyebutkan pentingnya mencatat utang-piutang secara jelas.

    • Fiqh Islam: Dalam fiqh, prinsip maslahah menjadi landasan utama dalam membuat keputusan ekonomi dan hukum, di mana tujuan utama adalah melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat dan meminimalkan bahaya atau kerugian.

positivisme hukum

  • Kepatuhan terhadap aturan formal: Positivisme hukum akan melihat apakah lembaga keuangan syariah telah mematuhi aturan-aturan syariah terkait akad, larangan riba, gharar, dan prinsip-prinsip ekonomi Islam lainnya. Jika aturan hukum formal terkait akad murabahah, ijarah, atau musyarakah mutanaqisah telah dipatuhi, maka dari perspektif positivisme hukum, transaksi ini dianggap sah dan tidak ada masalah hukum.

  • Terlepas dari dampak sosial: Positivisme hukum tidak akan terlalu memperhatikan dampak sosial dari transaksi atau apakah akad tersebut membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Selama transaksi tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, itu dianggap valid, meskipun mungkin ada ketidakpuasan dari masyarakat karena masalah seperti ketidakpastian harga atau risiko pembiayaan.

sociological jurisprudence

  • Dampak sosial hukum: Aliran ini akan meneliti bagaimana penerapan akad-akad syariah dalam pembiayaan perumahan mempengaruhi masyarakat. Misalnya, apakah akad murabahah atau musyarakah mutanaqisah telah berhasil memberikan solusi perumahan yang adil dan terjangkau? Atau justru menimbulkan masalah baru seperti ketidakpastian harga atau risiko bagi nasabah?

  • Penyesuaian hukum dengan kebutuhan masyarakat: Sociological jurisprudence akan menekankan bahwa hukum syariah terkait pembiayaan perumahan harus terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan situasi sosial. Jika ketidakpastian harga dan risiko pembiayaan menjadi masalah bagi nasabah, maka perlu ada penyesuaian dalam penerapan hukum syariah agar lebih transparan dan adil bagi semua pihak.

  • Kepentingan umum (maslahah): Pendekatan ini juga akan memperhatikan prinsip maslahah, yaitu bahwa hukum harus mencerminkan kepentingan umum dan membawa kebaikan bagi masyarakat. Jika penerapan akad yang ada menyebabkan ketidakadilan atau ketidakjelasan bagi konsumen, hukum tersebut mungkin perlu direvisi atau diterapkan dengan lebih baik agar memenuhi prinsip ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun