Mohon tunggu...
Wifaqatus Syamilah
Wifaqatus Syamilah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa pasca sarjana (Magister Studi Islam) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Problematika Jual Beli ASI di Indonesia

25 Agustus 2017   15:02 Diperbarui: 25 Agustus 2017   15:35 5703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jual beli ASI ataupun donor ASI sudah membuming di Indonesia terutama  di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Surabaya, Batam, Semarang,  Yogyakarta, Bandung  dan beberapa kota bersar yang lainnya. Hal ini  berkaitan dengan adanya peraturan pemerintah mengenai pemberian ASI  eksklusif dan kesadaran akan pentingnya ASI terhadap bayi. Yang tak  kalah pentingnya lagi karena ASI mempunyai manfaat yang sangat kompleks  terhadap bayi. Sehingga ASI merupakan satu-satunya makanan yang terbaik  buat bayi.

Namun, ada beberapa ibu yang tidak bisa menyusui  anaknya dikarenakan beberapa faktor, misalnya penyakit atau stress yang  menimpanya sehingga ASI-nya tidak bisa keluar. Selain itu, adanya  peraturan baru yang diberlakukan di rumah sakit tertentu mengenai bayi  yang masih dirawat di rumah sakit tidak boleh diberikan susu selain air  susu ibu. Hal ini tertuang dalam peraturan pemerintah No. 33 Tahun 2012  tentang Pemberian ASI Eksklusif, pada Pasal 17 dijelaskan bahwa setiap  instansi dilarang memberikan susu formula. Kemudian pada pasal 14  diperingatkan mengenai sanksi administratif apabila peraturan tersebut  dilanggar.

Kemudian, para ibu melakukan beragam cara agar bisa  memberikan makanan yang terbaik untuk anaknya yakni, dengan membeli ASI  (mencari pendonor ASI). Sementara itu, ada beberapa ibu yang ASI-nya  berlebih, mereka berinisiatif untuk mendonorkan ASI-nya dengan tujuan  inigin membantu bayi-bayi yang tidak bisa mendapatkan ASI. Seperti yang  pernah dilakukan oleh Iin (nama samaran) yang mampu mendonorkan ASI-nya  kepada 100 bayi walaupun dia juga sibuk sebagai pegawai negeri sipil,  sehingga dia mendapatkan penghargaan Kartini Award oleh organisasi  Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT). Kasus lain juga pernah dilakukan  oleh Titin (nama samaran), pendonor ASI untuk 25 bayi, dia mengonsumsi  buah sebanyak 3 kg perhari, serta rutin berolah raga power yoga dan olah raga yang lainnya agar ASInya lancar. Pada tahun 2015 sempat  viral di media mengenai artis cantik yang berinisial Je yang juga  menjadi pendor ASI untuk 9 bayi.

Jual beli ASI ini menimbulkan pro  dan kontra di kalangan umat Islam, karena ASI disamakan dengan daging  manusia. ASI juga dianggap bukan harta benda yaitu tidak dibolehkan bagi  kita mengambil manfaat (Intifa') dalam ASI, hanya  dibolehkan dalam keadaan darurat bagi bayi yang tidak bisa memperoleh  gizi dengan cara lain. Jadi apa yang tidak diperbolehkan mengambil  manfaatnya tidaklah dianggap bagian harta seperti babi dan narkotika.  Selain itu, ASI juga tidak dijual di pasar karena tidak dianggap bagian  dari harta benda.

Analisis Permasalahan

Dalam  sejarah Islam tradisi menyusukan bayi kepada wanita lain bukanlah  sesuatu yang asing. Rasulullah sendiri ketika masih bayi juga menyusu  kepada seorang wanita Arab Badui yang bernama Halimah al-Sa'diyah.  Tradisi menyusukan bayi kepada wanita lain juga dipraktikkan pada zaman  modern seperti yang terjadi di Indonesia. Namun perbedaannya yakni  meyusu langsung dan tidak langsung (ASI-nya diperah ke dalam botol).

Dalam istilah fikih jual beli ASI disebut dengan al-bai'labn al-adami (menjual air susu manusia). Di kalangan para ulama klasik, persoalan  jual beli ASI telah melahirkan perbedaan pendapat misalnya air susu yang  sudah diperah dan  dimasukkan ke dalam botol dikategorikan sebagai  bangkai atau tidak. Dalam hal ini, penulis lebih spesifik menggali  pendapat Madzhab Syafi'i terkait dengan praktek jual beli ASI yang  terjadi di Indonesia.

Menurut pandangan mazhab Syafi'i, ada  beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh orang yang berakad, salah  satu syarat yang sangat dipertegas oleh Imam Syafi'i yaitu adanya  kerelaan (ridha). Artinya tidak ada unsur paksaan dari pihak  manapun untuk menjual barangnya maupun untuk membeli barang tersebut.  Dalam hadis Nabi dikatakan "innamal bai'u an taradin"

Di  lembaga penghimpun ASI di Indonesia diberikan syarat yang sangat ketat  terkait proses pendonoran ASI. Syarat tersebut antara lain: Pertama, seorang ibu yang tidak mengidap menyakit (HIV, AIDS, cacar air). Kedua, bukan pengguna narkoba. Ketiga, harus adanya kerelaan untuk menjadi ibu susu (tidak ada unsur paksaan). Keempat, mendapatkan izin dari suami. Keempat syarat tersebut bahwa dalam mendonorkan atau menjual ASInya tidak ada unsur paksaan.

Syarat  lain yang harus dipenuhi juga yakni mengisi formulir tentang identitas  dirinya yang meliputi; nama, alamat, agama, dan jenis kelamin anaknya.  Dalam hal ini terlihat bahwa praktik jual beli ASI di Indonesia masih  ada unsur kekeluargaan sehingga bisa saling mengenal antara pendonor dan  penerima donor ASI, dengan demikian identitas pendonor dan penerima  donor menjadi jelas. Kejelasan identitas ini berkaitan dengan hukum  kemahraman.

Selain itu, praktik jual beli ASI yang terjadi di  Indonesia biasanya sudah dikemas dalam sebuah botol dan disertai jumlah  banyaknya ASI misalnya 30 cc, atau dijual perbotol, hal ini untuk  memperjelas ukuran atau jumlah ASI yang akan dijual artinya jual beli  ASI di Indonesia tidak tergolong. Karena, Islam sendiri melarang  melakukan jual beli secara garar, yakni jual beli yang samar atau tidak jelas. Dalam sebuah hadis dijelaskan: "naha an bai' al-gharar".

Ada  beberapa langkah yang dilakukan untuk menjaga kualitas ASI  yaitu ASI  yang sudah diperah dimasukkan ke dalam botol lalu dilakukan proses screeningdan pasturisasi.  Proses ini dilakukan untuk menghilangkan kuman-kuman yang dimungkinkan  terdapat dalam ASI dengan tujuan untuk menjamin air susu ibu agar aman  diberikan kepada bayi. Proses selanjutnya, ASI dimasukkkan kedalam  lemari es atau  freezer untuk menjaga agar ASI tidak basi  karena ASI yang sudah terpisah  atau sudah diperah tidak disimpan dalam  lemari es, besar kemungkinan untuk basi dan menjadi darah. Apabila telah  berubah menjadi darah maka dapat dikategorikan sebagai bangkai. Dengan  demikian, ASI yang akan di jual tidaklah tergolong bangkai dalam artian  boleh untuk di konsumsi.

Al-Quran menjelaskan tentang kriteria  bangkai yang dilarang untuk diperjualbelikan, yakni terdapat dalam  surat: Al-Baqarah (2): 173.

Salah satu faktor utama pendorong  adanya praktik jual beli ASI sendiri adalah untuk menolong bayi yang  tidak mendapakan ASI dari ibu kandungnya. Menurut data Dinas Kesehatan  kota Bogor, misalnya selama satu tahun terakhir tercatat ada 45 bayi  meninggal akibat kurang ASI. Dalam hal ini, upaya peningkatan pemberian  ASI berperan besar terhadap penurunan angka kematian bayi dan menurunkan  prevalensi gizi buruk pada anak balita. Tahun 2003, World Health Organization/United Nation Children's Fund (WHO/UNICEF) mencatat bahwa 60% kematian balita tidak langsung  disebabkan oleh kurang gizi dan 2/3 kematian tersebut terkait praktik  pemberian makan yang kurang tepat pada bayi dan anak.

Pemberian  ASI eksklusif adalah salah satu upaya menurunkan tingkat kematian bayi.  Inisiasi menyusui dini dapat menyelamatkan 22% kematian bayi baru lahir.  ASI juga terbukti dapat mencegah 13% kematian balita. Kasus bayi yang  kehilangan berat badan dan dehidrasi akibat kurang ASI juga banyak  terjadi di masyarakat. Maka dalam kondisi seperti ini  pemberian ASI  terhadap bayi menjadi kebutuhan yang esensial demi mempertahankan  kelangsungan hidupnya.

Selain itu, melihat banyaknya manfaat yang  terkandung dalam ASI, maka dari segi kemanfaatan ASI sesuai dengan  syarat barang yang diperjual belikan. Dalam kitab al-Umm, Imam Syafi'i tidak menjelaskan secara tegas tentang jual beli ASI, namun hanya menjelaskan tentang ujrah persusuan (menyewa jasa seorang ibu untuk menyusui dengan memberi  imbalan), tetapi dalam kitab yang lain disebutkan bahwa Imam Syafi'i   membolehkan jual beli ASI. Ketentuan hukum ini dipertegas oleh  mayoritas kalangan madzhab Syafi'i, di antaranya Imam Nawawi karena dua  alasan: Pertama,  suci. Kedua, dapat bermanfaat  sebagaimana susu-susu yang lain. Syarat ketentuan tersebut juga  dijelaskan oleh Imam Syafi'i ketika dia menjelaskan tentang ketentuan  syarat jual beli.

Berdasarkan argumentasi di atas, maka praktik  jual beli ASI di Indonesia bisa dikategorikan sebagai jual beli yang  sah, karena syarat jual belinya sudah terpenuhi. Seperti syarat orang  yang berakad, yaitu adanya kerelaan dan syarat barang yang  diperjualbelikan, yaitu ASI merupakan barang suci dan memiliki manfaat  yang sangat besar bagi bayi dibandingkan dengan susu hewan.

Mengenai  kebolehan tentang jual beli ASI ini didukung oleh mayoritas ulama di  antaranya  Mazhab al-Zahiri, Mazhab Maliki dan Mazhab Zaidiah. Menurut  mereka seorang ibu boleh memerah air susunya dalam suatu wadah kemudian  menjualnya kepada ibu-ibu lain yang membutuhkan ASI untuk anaknya.  Bahkan di kalangan Syafi'iyah mereka yang tidak membolehkan jual beli  ASI tersebut dianggap syad (tidak wajar). Mereka berlandaskan pada keumuman ayat al-Qur'an suart Al-Baqarah (2): 275.

Menurut  mereka air susu ibu adalah sesuatu yang halal, suci dan dapat diambil  manfaatnya. Dengan demikian, halal juga untuk diperjualbelikan. Sebab  tidak ada perbedaan antara air susu hewan yang biasanya dikonsumsi oleh  manusia dengan air susu ibu. Oleh karena itu, apabila susu hewan boleh  diperjualbelikan maka air susu manusia juga boleh untuk  diperjualbelikan. Dalam sebuah kaidah juga disebutkan, yang artinya:  "hukum asal jual beli itu boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya"  Berdasarkan kaidah fikih tersebut, jual beli ASI termasuk mu'amalah yang  dibolehkan, karena tidak ada dalil yang dapat menunjukkan keharamannya.

Terlepas  dari hukum tentang sah tidaknya jual beli ASI, sudah tidak diragukan  lagi bahwa ASI memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan bayi  dibandingkan dengan susu-susu yang lain, misalnya susu hewan. Maka  dengan cara apapun pemberian ASI terhadap bayi haruslah terus  diupayakan. Praktik jual beli ASI di Indonesia tidak hanya dimaksudkan  sebagai bentuk tukar menukar barang semata, tetapi memiliki tujuan untuk  menolong para bayi yang sangat membutuhkan asupan ASI sebagai makanan  pokoknya. Karena itulah, praktik jual beli ASI di Indonesia bisa  dikategorikan sebagai jual beli tabarru'.

Hal ini sesuai  dengan ajaran dan perintah dalam Islam untuk saling tolong menolong  antar sesama. Al-Quran secara tegas memerintahkan agar saling tolong  menolong dalam kebaikan di antara sesama masyarakat, terutama bagi orang  yang sangat membutuhkan bantuan. Q.S: Al-Maidah (5) : 2.

Berdasarkan  beberapa pertimbangan di atas maka tujuan dari praktik jual beli ASI  sangat mulia, untuk membantu para bayi yang sangat membutuhkan ASI.  Praktik jual beli ASI yang terjadi di Indonesia  diharapkan mampu  membantu bayi-bayi untuk tumbuh dan  berkembang dengan baik bahkan mampu   untuk bertahan hidup. Tujuan dari praktik jual beli  ASI ini sejalan  dengan tujuan ditetapkannya hukum Islam (Maqashidasy-Syari'ah) di mana setiap hukum ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di dunia bahkan di akhirat kelak.

Pemerintah  juga sangat menjunjung tinggi pemberian ASI bagi bayi, ini terbukti  dengan lahirnya Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang keharusan  bagi seorang ibu untuk memberikan air susu ibu secara eksklusif. Oleh  karena itu, dengan cara apapun bayi haruslah mendapat asupan ASI  termasuk dengan cara membeli.

Peraturan pemerintah ini didukung dengan lahirnya fatwa MUI No. 28 tahun 2013 tentang seputar masalah donor air susu ibu (Istirdla'),  juga mendukung terlaksananya pemberian ASI baik itu diberikan oleh ibu  kandung sendiri maupun pendonor, dalam fatwanya dijelaskan mengenai  kebolehan memberikan ASI kepada anak yang bukan anak kandungnya.  Demikian juga sebaliknya, seorang anak boleh menerima ASI dari ibu yang  bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi ketentuan syar'i.

Al-Quran  juga menegaskan bahwa agar orang tua mampu mempersiapkan generasi  keturunan yang berkualitas dan tidak lemah. Salah satu cara  mempersiapkan generasi yang berkualitas adalah dengan cara memberikan  ASI terhadap anak-anak sebagai penerus bangsa. Pemberian ASI terhadap  para bayi diharapkan akan mampu menciptakan generasi keturunan yang  berkualitas dan tidak lemah. Q.S an-Nisa' ayat 9.

Penulis

Wifaqatus Syamilah

Mahasiswa Pasca Sarjana UII (Universitas Islam Indonesia) konsentrasi Ekonomi Islam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun