Membaca kembali cerita komik almarhum R.A. Kosasih, yang merupakan karya klasik yang abadi, sepertinya inilah yang ditinggalkan atau diwariskannya.
Siapa yang tak kenal epos pewayangan Ramayana, atau lazim disebut Rama dan Sinta. Kisah cinta abadi, yang melambangkan kesetiaan cinta yang tidak lekang oleh macam-macam cobaan. Dewi Sinta yang cantik jelita, yang kecantikannya menjadi buah bibir dan termasyhur ke penjuru mayapada, dan membuat banyak raja yang berharap untuk bisa menjadi suami dari sang Dewi. Hingga akhirnya Rama lah yang ternyata ditakdirkan dewata untuk berhasil meminangnya. Setelah pernikahan itu, pasangan pengantin baru itu, beserta Laksama, adik dari Rama, berkelana.
Bagi Dewi Sinta, meninggalkan kemewahan istana dan dayang-dayang yang selalu siap melayaninya adalah hal yang tidak pernah dilakukannya. Namun karena cintanya pada Rama, diapun rela. Ternyata, dari jaman dahulu sampai sekarang, jika cinta sedang meraja, bisa mengalahkan logika.
Ketika sedang hangat-hangatnya memadu indahnya cinta danmereguk manisnya kebesamaan dalam kesederhanaan, cobaanpun datang. Si Rahwana, raja angkara murka, menculik Dewi Sinta, memisahkannya dari Rama, dan membawanya pergi ke Alengka. Tak henti-hentinya Rahwana merayu dan terus bermimpi bahwa Dewi Sinta suatu saat nanti akan menjadi istrinya. Tentu saja Dewi Sinta tak sudi, karena hatinya hanya untuk Rama seorang. Hingga akhirnya, setelah melalui peperangan antara Rahwana dan Rama, Dewi Sintapun kembali ke pelukan suami tercintanya, setelah melalui dua tahap pengujian kesucian cinta. Salah satunya dengan cincin penguji kesucian. Dan ujian kedua, dengan disaksikan puluhan ribu pasang mata para pasukan Rama, ritual ‘mandi’ ke dalam kobaran api dilalui dengan sempurna. Bukan badan yang terbakar, namun justru keluar dari api dengan singgasana emas yang melayang, menandakan hati dan tubuh yang tetap suci tak terjamah. Jika saja di jaman sekarang ada cincin penguji kesetiaan atau kesucian, mana yang lebih banyak ada, cincin yang masih pas ataukan sudah longgar?
Ternyata, setali tiga uang dengan adiknya yang berwujud raseksi. Si Sarpakanaka, adalah wanita jalang, mungkin dari kumpulan yang terbuang. Kalau kakaknya berpoligami, maka dia lebih hebat lagi, poliandri. Suaminya lebih dari satu orang. Aduh, aduh.. kalau dia hidup di jaman sekarang pastinya sudah habis dihujat sana sini, walau yang pro mendukung juga pasti ada.
Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan apa?
R.A. Kosasih meninggal di usia 93 tahun, tanggal 24 Juli 2012 lalu. Walau dia sudah tiada, namun karya-karyanya akan tetap abadi, seabadi tidur panjangnya dan tergambar di hati pembaca setianya, serta meninggalkan karya indah alias masterpiece lewat goresan komik-komiknya.
Gambar-gambar : Koleksi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H