“Ba ...pak?” Lula melonjak kaget.
Ternyata Kedua orangtuanya telah menunggu kedatangannya di ruang keluarga. Mereka duduk di sofa melihat Lula.
“Bapak tahu darimana?” Lula balik bertanya. Gawainya telah dimatikannya supaya tak ada yang bisa menghubungi. Pasti dari media.
“Sudah menjadi topik berita dari tadi siang di televisi, seorang musisi yang tak jelas masa depannya Gilang Darmawan ditangkap karena narkoba,” jawab Bapak dengan nada menghina.
“Sudah Bapak bilang, jangan kau pacaran sama dia. Lebih baik Abidin. Inilah akibatnya pacaran sama musisi!” Bapak berdiri menatapnya dengan sorot kemarahan.
Lula yang dari tadi belum sempat duduk, masih berdiri berhadapan muka dengan bapaknya. Dia hanya membisu memperhatikan bapak.
“Pak, sudah. Kasihan Lula, dia baru pulang. Pasti capek,” Ibu menenangkan bapak.
“Lihat cintamu kini. Cinta apaan. Kau saja yang gak membuka hati sama Abidin. Dia lebih baik dari Gilang. Dosen pasti lebih terjamin masa depannya.”
“Pak, kata Gilang, dia dijebak. Dia gak bersalah. Dia sudah sewa pengacara,” Lula membela Gilang.
“Dijebak? Buktikan saja dulu. Bapak mau lihat ada gak musisi yang bersih. Tapi kalau terbukti dia bersalah. Kau putuskan dia. Bapak gak mau nerima menantu mantan narapidana. Mengerti kau?”
“Iya pak.”