Mohon tunggu...
widyastuti jati
widyastuti jati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN Salatiga

mengagumi keindahan alam dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Misteri Rumah Dinas

14 Februari 2023   08:53 Diperbarui: 14 Februari 2023   08:59 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

November  2000

Ada rasa takjub ketika  menapakkan kaki untuk pertama kalinya di rumah dinas suami. Berbeda dengan rumah kami yang kecil, rumah dinas model tahun tujuh puluhan  ini sungguh besar. Ada 3 kamar tidur berukuran besar dan 2 kamar tidur kecil. Ruang tamu, ruang keluarga , ruang makan,  dapur sampai kamar mandi semua berukuran besar. Demikian pula halaman depan, kebun di samping kanan, kiri dan belakang semua luas. 

Ada 3 kolam ikan besar di samping kanan dan kiri rumah serta di samping kanan dapur. Pohon kantil yang sudah tua dan menjulang tinggi terletak di antara rumah  dan kolam, di depan garasi yang ada di belakang rumah. Kolam samping dikelilingi tanaman yang subur dan hijau. 

Sementara taman di depan  rumah ditumbuhi banyak bunga-bunga  indah. Bunga dahlia, panca warna, allamanda dan bunga tembelekan yang berwarna warni bermekaran. Demikian pula di taman samping ditumbuhi tanaman yang berbunga, sedangkan kebun  belakang yang luas terdapat banyak pohon-pohon  rimbun. Aku sangat bahagia, karena  menyukai suasana seperti ini.

Kami menjumpai beberapa lantai tegel bekas galian yang dipasang kembali di ruang makan dan kamar-kamar. Ketika aku bertanya kepada bapak penjaga yang sudah tua, Pak Bejo, dia bercerita bahwa beberapa penghuni sebelumnya selalu memendam "rajah" di bawah lantai untuk keselamatan. Ketika dia menawarkan kami untuk mengantarkan di rumah seorang kiai yang bisa membuat "rajah" kami menolak dengan halus karena kami belum terbiasa dengan hal-hal seperti itu.

Seusai acara selamatan dan saudara-saudara  kami pulang, suasana terasa lengang. Tinggal kami berdua, dua anak saya untuk sementara tinggal di rumah eyang mereka. Ada bapak penjaga  tetapi  di kantor yang jaraknya kira-kira  100 meter dari rumah dinas. TV berukuran 14 inci kami letakkankan di kamar utama yang berukuran 4x5. 

Sementara di ruang makan dan keluarga yang cukup besar terlihat sangat longgar karena hanya ada meja dan kursi makan berukuran kecil. Jendela  besar dan panjang  belum diberi gorden, karena kami baru mengangarkan bulan depan. Aku sempat bergidik ketika ada 'makhluk' hitam di luar jendela yang bergerak-gerak. Kudekap suamiku yang ada di samping.

"Ada apa?"

Aku menunjuk ke  arah jendela, hanya diterangi lampu dapur yang redup.

"Itu daun-daun," ucap suami. Ketika melihat lagi ke  arah jendela, memang hanya daun- daun  berukuran besar yang bergerak gerak terkena angin . Namun tetap saja aku merasa  takut bila menuju ke kamar mandi atau dapur di malam hari. Rasanya sepi , hawanya dingin sekali dan kesannya gelap meski suami sudah memasang lampu neon, hal ini dikarenakan banyaknya pohon-pohon besar di sekitar rumah.

 Ada satu kamar berukuran kecil yang "aneh". Pertama, ketika teman-teman SMP anak sulungku bermain dan bermalam di kamar itu, tiba-tiba pintu terkunci, salah satu anak tidak bisa keluar. 

Setelah pintu digedor-gedor cukup lama tiba-tiba pintu yang terkunci bisa membuka. Salah satu teman anakku yang terkunci terlihat pucat pasi karena ketakutan. Kejadian kedua, ketika aku dan suami sedang bersantai tiduran di kamar itu sambil bercengkerama, tiba-tiba aku merasakan tempat tidur bergoyang  seperti berada di atas ombak kecil.  

Semula aku berpikiran, mungkin aku  tiba-tiba vertigo sehingga rasanya seolah-olah  sekelilingku bergerak. Ternyata suami merasakan hal yang sama. Kami pun beristighfar bersama, dan memutuskan kamar itu kami jadikan tempat salat berjamaah, dan bakda maghrib aku selalu membaca Al- Qur'an di kamar ini.

Suatu malam, aku bersama suami ke kantor untuk menyambangi Pak Bejo yang kebetulan jaga. Pak Bejo bercerita tentang pohon kantil yang ada di samping rumah. Usia pohon itu lebih dari 50 tahun, ada sebelum rumah dinas dibangun. 

Pohon besar yang tingginya lebih dari 15 meter itu  daun dan bunganya lebat dan selalu menebarkan aroma wangi, dipercaya sangat disukai kuntilanak. Jika tengah malam bahkan bakda maghrib  beberapa orang bisa melihat kuntilanak berada di sekitar pohon itu termasuk Pak Bejo. Bulu kudukku bergidik, padahal pohon itu berada di samping kamar tidur utama, kamar yang kami tempati.

Ketika putriku yang kedua liburan di rumah dinas, dia tidur di kamar sebelah. Paginya  dia bercerita kalau ada perempuan berambut panjang, yang wajahnya tidak jelas memasuki kamarnya. Putriku bercerita dengan santainya tanpa rasa takut. Meski masih anak-anak dia termasuk pemberani,  berani tidur sendirian di kamar yang besar. Kesukaannya melihat film horror, berbeda dengan aku yang penakut.

Malam ini suami berpamitan mau mendatangi pagelaran wayang kulit di desa pada acara "merti deso". Aku tidak ikut karena selain udara dingin, anginnya juga besar dan pagelaran pasti selesainya larut malam padahal besok aku harus mengajar pagi. Pukul 9 suami meninggalkan rumah, aku sendirian di kamar utama sambil melihat telivisi. Semula  aku merasa baik-baik saja, sambil tiduran melihat televisi berharap langsung bisa terbuai dalam mimpi. 

Namun  prediksiku salah, ternyata kali ini aku sulit memicingkan mata.  Kurasakan malam begitu panjang.  Semakin larut, suasana semakin sepi, udara semakin dingin dan deru angin pun makin besar. 

Ketika lonceng jam dinding berdentang duabelas kali, tiba-tiba bulu kuduk berdiri teringat pohon kantil yang persis ada di samping kamar  yang aku tempati. Hatiku berdegub hebat ketika mencium bau wangi menebar di kamar, aku segera menelungkupkan badan, dan guling aku letakkan di atas kepala, beristighfar dan berzikir sebisaku.

Ketika  mendengar derit pintu terbuka jantungku hampir copot, apalagi ada benda dingin yang menyentuh lengan, aku tak bisa menahan takutku hingga aku menjerit.

"Hey ... ini aku!" kudengar suara suami. Dia berusaha menenangkan aku yang terengah-engah ketakutan dengan merengkuh dan menggenggam tanganku. Tangannya dingin seperti es karena di luar udara sangat dingin.

Jam menunjukkan angka 1 malam, tak lama terdengar suara lalu lalang kendaraan, pertanda para tengkulak sayuran sudah pada  berangkat , membuat hatiku semakin tenang dan bisa tidur dengan nyenyak.

Seiring dengan waktu, kami semakin terbiasa dengan keadaan di rumah dinas ini. Apalagi putriku  yang duduk di kelas 4  sudah pindah sekolah di tempat kami berdinas, tentu membuatku semakin tenang. Kami berusaha menyesuaikan lingkungan , bergaul dengan masyarakat dan selalu mengikuti kegiatan yang ada.

Kami  sangat menikmati tinggal di rumah dinas , setiap sore dan hari libur, kami cukup berwisata di sekitar rumah . Memberi makan dan melihat   ikan-ikan emas yang berjumlah ratusan  berebut makanan dan menari-nari lincah di kolam, sangat menghibur. Kadang aku mengajak kedua anakku ke kebun belakang, memetik labu siam,  dan daun-daunnya yang masih muda, menggali  ketela pohon  atau memetik  buah alpukat dengan menggunakan galah.

Setiap hari Kamis sekitar pukul 5 pagi aku melihat ibu-ibu mencari bunga kantil yang berjatuhan atau memetik dari ranting pohom yang  bisa dijangkau. Kata mereka bunga itu  digunakan untuk "nyekar", melengkapi bunga setaman. Bunga setaman terdiri dari mawar, melati, kenanga dan kantil.   

Sementara suami siap melayani masyarakat 24 jam di rumah dinas  setiap hari meski usai jam kerja bahkan hari libur pun ada tamu. Dari jam lima pagi sudah ada tamu yang meminta tanda tangan, biasanya surat keterangan tidak mampu apabila mereka harus operasi atau sakit berat di rumah sakit. Aku merasa senang bila banyak tamu di rumah, karena rumah menjadi tidak sepi dan kelihatan "regeng".

Tahun 2000, sinyal masih sulit, kendaraan umum di atas pukul 6 sore  sangat jarang. Padahal aku sering pulang sore karena kesibukan di tempat kerja. Biasanya aku telepon lewat wartel agar suami menjemput. Suatu hari ketika  pulang sore, aku tidak menjumpai satu bus pun atau kendaraan umum karena kata orang para sopir sedang mogok akibat kebijakan yang baru.

 Aku mencoba telepon suami melalui wartel, tetapi sinyal tidak ada sehingga aku tidak bisa menghubungi . Senja mulai menjelang, tetapi belum satu pun kendaraan yang lewat. Aku melihat ada mobil pick up yang dinaiki para ibu  sepulang dari pasar, kebanyakan dari mereka membawa bakul besar. Kakiku melangkah menuju kendaraan itu, dan tanpa pikir panjang  aku pun naik.

Duduk berdesak-desakan di bak belakang mobil di senja hari merupakan pengalaman pertamaku. Aku satu-satunya penumpang yang memakai pakaian dinas. Mobil melaju dengan kencang, angin senja  yang dingin menusuk kulit,  tangan kusilangkan untuk menahan dingin. Sendau gurau dan sapaan yang ramah dari ibu-ibu penjual sayur itu mengurangi rasa dingin.  

Aku pun menikmati perjalanan ini, sambil mendengarkan pengalaman-pengalaman mereka. Ibu-ibu dari desa itu tampak bahagia dengan apa yang mereka miliki, bisa makan tiga kali , badan sehat ,bisa mengaji dan bekerja sudah cukup bagi mereka. Aku banyak belajar dari mereka bahwa hidup itu tidak perlu neko-neko, selalu bersyukur atas pemberian Allah agar hidup lebih ayem atau tenang.

Ketika  turun  di depan rumah dinas, hari sudah gelap, karena sudah lewat maghrib. Kulangkahkahkan kaki menuju rumah dinas yang jalannya menanjak. Garasi mobil yang  kira-kira 20 meter dari jalan masih gelap. Dan tiba tiba aku melihat sekelebatan bayangan putih di depan garasi di bawah pohon kantil. Aku segera membaca ayat kursi sembari berjalan menuju teras rumah  yang ada di sebelah kiri. Kejadian seperti itu akhirnya sudah terbiasa , tentunya aku tidak pernah menceritakan pada anak-anak. Aku hanya menyuruh mereka  membaca ayat kursi sesudah salat  dan sebelum tidur.

Tepat delapan bulan kami menempati rumah dinas , suami menerima SK  untuk pindah ke daerah lain. Suami dengan tenang menyuruhku untuk packing barang-barang  dan sedikit-demi sedikit kami bawa di rumah dinas baru yang jaraknya kira-kira 18 km. Sebagai Abdi Negara suami selalu siap ditempatkan di mana saja tanpa banyak mengeluh dan protes.

Kami berencana meninggalkan rumah dinas bakda maghrib. Sementara aku pulang dari mengajar pukul17.30.  Ketika sampai  rumah,  sudah banyak tamu , ada beberapa tetangga,   tokoh masyarakat  dan saudara-saudara  sudah berkumpul. Sesudah salat maghrib berjamaah, kami meninggalkan rumah dinas dengan mobil masing-masing. 

Aku bersama suami naik mobil dinas,  duduk di depan mendampingi suami. Ketika perlahan mobil meninggalkan garasi,  aku melihat sekelebat bayangan putih lewat depan mobil kami menuju pohon kantil. Anak-anak yang duduk dibelakang kami tampaknya tidak melihat, mereka sedang asyik bercerita. Sementara suami yang ada di sampingku sepertinya melihat tetapi wajahnya tetap tenang. Seperti biasa aku membaca ayat kursi.

Dalam perjalanan menuju rumah dinas baru, aku menjadi teringat ceramah seorang ustad. Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa ilmu manusia hanya setetes air dari samudera ilmu Allah. Yang berupa wujud   hanya tertangkap sebagian kecil saja, apa lagi  yang tidak wujud seperti cahaya, energi, angin dan makhluk halus, yang sering disebut  gaib. Semuanya terasa tetapi tidak tampak wujudnya. Dari sini aku belajar bahwa manusia harus percaya kepada yang Gaib dan Allah adalah yang tergaib dari yang paling gaib.

Dengan mengetahui makhluk gaib, iman kami  semakin kuat dan percaya adanya kekuatan supranatural yang mengendalikan kehidupan kita yaitu Allah. Karena kita sangat tergantung kepada Allah maka ibadah dan doa  menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan ini.

Diiringi purnama yang tersenyum menawarkan asa. Bintang bintang yang berkedip menampakkan aura cahaya indahnya mengantarkan perjalanan kami. Mobil terus melaju meninggalkan kenangan yang takkan pernah sirna.

                                                                       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun