Mohon tunggu...
Dias Denpasar
Dias Denpasar Mohon Tunggu... pegawai negeri -

ingin belajar menulis,,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kris

7 Maret 2017   22:04 Diperbarui: 7 Maret 2017   22:50 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KRIS
by. Widyastuti

“Semestinya kau lebih berhati hati”

Dya berusaha membuka kemeja lelaki di hadapannya yang meringis menahan sakit. Tidak ada jawaban. Hanya lenguh kesakitan

“Kuharap lukanya tidak parah.” Dengan bersusah payah akhirnya kemeja itu terbuka juga. Luka di lengan bagian atas itu terlihat cukup parah. Darah mengotori baju bahkan celana lelaki itu

“Tahanlah Kris, ini sedikit sakit tapi harus dilakukan untuk membersihkan lukamu itu. Ya.. itu karena kau tak mungkin mencari seorang dokter.”

Kris melenguh lagi ketika alkohol menyentuh lukanya. Dia meringis. Malam ini nasibnya memang sedang sial. Rencana yang sudah disiapkan dengan matang berakhir buruk karena kepergok merampok, dikepung dan ditembak aparat. Untung hanya terserempet peluru dan berhasil meloloskan diri. Kalau tidak, huhhh… jeruji besi menanti. Atau barangkali neraka.

“Sudah kubilang, berhentilah dengan pekerjaan itu. Kau bisa tinggal disini bersamaku. Kujamin kau senang” Dya tertawa menggoda. Yang digoda masih diam. “atau kau bisa jadi satpam di tempat anak anak” lanjut Dya melihat lawan bicaranya masih diam.

“Sudah kubilang berkali kali. Pekerjaan itu terlalu biasa. Tidak ada tantangan. Aku tidak suka”

“Ah.. kau ini” tak ada yang yang bisa diucapkan lagi . Karena pasti akan mentok sampai disana. Selalu. Dya menyelesaikan pekerjaannya dengan diam. Sampai akhir dia membalut luka yang sudah diobati. Lalu mengobati luka luka kecil lainnya.

“Istirahatlah Kris. Malam ini aku tidur di tempat lain, agar kau tidak terganggu. Oke.” Dya mencium kening lelaki itu, lalu jambang dan bibirnya.

Bukan Kris jika ia masih ada keesokan harinya. Seperti biasa dia pergi tanpa pesan. Dya hafal betul tabiat lelaki itu. Lima tahun cukup waktu untuk mengenalnya dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun