Naskah asli Serat Wedhatama saat ini tersimpan di Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta. Kepopuleran karya sastra legendaris ini bahkan mempengaruhi beberapa karya seni rupa kontemporer.
Ajaran Pokok Serat Wedhatama Mengutip Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI Al Fithrah dengan judul "AJARAN TASAWUF DALAM SERAT WEDHATAMA KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV" oleh Siswoyo Aris Munandar dan Atika Afifah, ajaran yang terkandung dalam Serat Wedhatama dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ajaran kelompok muda dan kelompok tua. Hikmahnya bagi generasi muda adalah rendah hati, carilah guru yang baik, jangan mabuk-mabukan dengan hal-hal duniawi, kendalikan diri, berserah diri kepada Allah, puas dengan nikmat dan bijak. Sedangkan ajaran golongan tua adalah ajaran sabar, mahabbah, dan Mangkunegara IV yang berupa sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa.
Etika Kepemimpinan Serat Wedhatama
Etika kepemimpinan Serat Wedhatama Mangkunegara IV :
- Eling lan waspada (Selalu berhati-hati, waspada dan berpikir sebelum bertindak). Ungkapan ini menekankan pentingnya kewaspadaan dan perhatian terhadap lingkungan sekitar serta memperhatikan tindakan untuk menghindari bahaya atau kesalahan. Tetap waspada dapat membantu mencegah masalah atau kejadian yang tidak diinginkan.
- Atetambo yen wus bucak (Hati-hati terhadap kesuksesan). Pesan di balik ungkapan ini adalah tetap berhati-hati dan waspada, meskipun Anda telah mencapai suatu keberhasilan atau prestasi. Hal ini mengingatkan kita untuk tidak lengah setelah mencapai suatu tujuan, namun tetap menjaga kewaspadaan untuk mempertahankan apa yang telah dicapai, menghindari kegagalan atau mempertahankan apa yang telah dicapai.
- Awya mematuh nalutuh (Setiap orang yang taat akan menerima hasil sesuai dengan ketaatannya). Pesan di dalamnya adalah tentang pentingnya menaati dan menaati aturan, nilai atau prinsip dalam hidup. Frasa ini menekankan bahwa kesetiaan pada ketaatan menghasilkan imbalan yang pantas dalam ketundukan. Hal ini mendorong kepatuhan terhadap aturan atau nilai-nilai yang baik, karena tindakan tersebut membuahkan hasil yang konsisten dengan kepatuhan.
- Kareme anguwus-uwus owose tan ana, mung janjine muring-muring (Terkadang seseorang dapat menunjukkan perilaku sombong atau angkuh tanpa dasar atau alasan yang kuat atas perilaku tersebut). Pesan dari ungkapan tersebut adalah bahwa perilaku sombong tanpa alasan yang jelas hanyalah sebuah janji kosong atau palsu. Orang yang bersikap arogan tanpa dasar yang kokoh sebenarnya hanya menunjukkan sikap kosong tanpa substansi yang nyata. Oleh karena itu, ungkapan ini mengajak untuk tetap rendah hati dan tidak terlalu sombong tanpa alasan yang jelas atau penting.
- Gonyak-ganyuk ngelingsemi (Mencerminkan sikap seseorang yang bimbang atau ragu dalam mengambil keputusan). Ungkapan ini menggambarkan kekhawatiran atau keraguan dalam memutuskan sesuatu. Pesan yang disampaikan adalah tentang keraguan dalam pengambilan keputusan, dimana seseorang merasa tidak stabil atau cemas dalam mengambil langkah ke depan. Hal ini menyoroti ketidakpastian yang dirasakan seseorang dalam proses pengambilan keputusan.
- Nggugu karepe priyangga (Mengalah demi orang yang dicintai). Pesan di dalamnya adalah tentang pengorbanan dan kesediaan untuk menyerah demi kebahagiaan atau kebaikan orang yang dicintai. Ini menunjukkan sikap tanpa pamrih yang didasari oleh rasa cinta dan kepedulian terhadap orang yang kita sayangi tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Ungkapan tersebut mencerminkan nilai pengorbanan dan kemauan memberikan yang terbaik demi kebahagiaan orang yang kita cintai.
- Traping angganira (Dapat menempatkan diri), Angger ugering keprabon (Mematuhi tatanan negara). Menekankan kemampuan untuk beradaptasi dengan keadaan mengikuti aturan masyarakat atau negara. Hal ini mencerminkan kemampuan beradaptasi dan kepatuhan terhadap tatanan yang ada sebagai kunci menuju keharmonisan dan ketertiban.
- Bangkul ajur ajer (Bergaul dengan siapapun). Berarti situasi atau situasi yang membuat stres, tidak nyaman, atau tidak menguntungkan. Ungkapan tersebut dapat merujuk pada situasi yang sumbang, tidak menyenangkan, atau menimbulkan ketegangan antar individu atau lingkungan. Dalam konteks yang lebih luas, istilah ini menggambarkan suasana atau kondisi tidak menyenangkan yang menimbulkan ketegangan antar pihak-pihak yang terlibat.
- Mung ngenaki tsaying lyan (Menyenangkan orang lain meski berbeda). Berarti bahwa nilai atau kesuksesan seseorang tidak boleh diukur dengan standar atau metrik yang berbeda atau tidak berhubungan. Pesan utama dari ungkapan ini adalah penting untuk menilai seseorang atau sesuatu berdasarkan standar yang kontekstual atau sesuai, daripada menggunakan standar yang tidak sesuai atau tidak sesuai. Hal ini menekankan pentingnya evaluasi yang adil dan tepat dalam menilai nilai atau keberhasilan seseorang.
- Den bisa mbasuki ujaring janmi (Pura-pura bodoh), Sinamun ing samudana (Cara halus pura-pura), Sesadon inga du mana (Baik). Kita bisa berpura-pura bodoh tapi sebenarnya pintar. Seseorang menggunakan cara-cara halus untuk menunjukkan kebijaksanaan tanpa harus menunjukkannya di depan umum.
- Ngandhar--andhar angendhukur, kandhane ora kaprah (Berbicara baik, logis, data, jelas, dan rendah hati). Menggambarkan seseorang yang tampak tenang di luar namun sebenarnya sedang kacau hati atau pikirannya. Hal ini mengingatkan kita bahwa penampilan tidak selalu mencerminkan keadaan batin seseorang yang sebenarnya.
- Anggun gumrunggung (Suka sombong itu bodoh), ugungan sedina-dina (Ingin dipuji tiap hari). Menekankan bahwa kesombongan itu bodoh dan keinginan untuk menerima pujian setiap hari bisa berbahaya. Hal ini mengingatkan kita betapa pentingnya bersikap sederhana dan tidak terlalu mengandalkan pujian orang lain.
- Lumuh asor kudu unggul (Sombong dapat dilihat dari tutur kata), Sumengah sesongaran (Merendahkan orang lain). Kekasaran terlihat dari cara seseorang berbicara, sedangkan merendahkan orang lain mencerminkan sikap yang buruk. Pesan yang disampaikan adalah tentang pentingnya berbicara tanpa sombong dan tidak merendahkan orang lain.
Urutan dan Isi Tembang Macapati Dalam Serat Wedhatama
Berikut rincian dan urutan tembang macapati yang terdapat dalam Serat Wedhata :
- Pangkur (14 pupuh, 1 - 14)
- Sinom (18 pupuh, 15 - 32)
- Pocung (15 pupuh, 33 - 47)
- Gambuh (35 pupuh, 48 - 82)
- Kinanthi (18 pupuh, 83 - 100)
Berikut ini cuplikan isi dari setiap tembang dalam Serat Wedhatama dan artinya dalam Bahasa Indonesia.
- PangkurÂ
Pangkur dalam Serat Wedhatama utamanya menjelaskan tentang cara menjadi pribadi yang baik. Berikut ini cuplikan dari bait pertama.
Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karanan mardi siwi,
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta,
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung,
Kang tumrap neng tanah Jawa,
Agama ageming aji
Meredam nafsu angkara dalam diri,
Hendak berkenan mendidik putra-putri
Tersirat dalam indahnya tembang,
Dihias penuh variasi,
Agar menjiwai hakikat ilmu luhur,
Yang berlangsung di tanah Jawa (nusantara),
agama sebagai "pakaian" kehidupan
- Sinom
Sinom menjelaskan tentang kewajiban, hak, dan dasar spiritual dalam kehidupan. Berikut cuplikan dari bait pertama.
Nulada laku utama
Tumrape wong Tanah jawi,
Wong agung ing Ngeksiganda,
Panembahan Senopati,
Kepati amarsudi,
Sudane hawa lan nepsu,
Pinepsu tapa brata,
Tanapi ing siyang ratri,
Amamangun karyenak tyasing sesama.
Contohlah perilaku utama,
Bagi kalangan orang Jawa (Nusantara),
Orang besar dari Ngeksiganda (Mataram),
Panembahan Senopati,
yang tekun,
mengurangi hawa nafsu,
dengan jalan prihatin (bertapa),
serta siang malam selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama.
- PocungÂ
Pocung berisi makna perjuangan manusia dalam mendapatkan kekuasaan, kekayaan, dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut cuplikan dari bait pertama.
Ngelmu iku
Kalakone kanthi laku
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya budaya pangekese dur angkara
Ilmu (hakikat) itu
diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan
dimulai dengan kemauan
Artinya,kemauan membangun kesejahteraan terhadap sesama
Teguh membudi daya Menaklukkan semua angkara
- Gambuh
Gambuh memfokuskan pada pemahamam agama, berikut cuplikan bait pertamanya.
Samengko ingsun tutur
Sembah catur supaya lumuntur
Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki Ing kono lamun tinemu
Tandha nugrahaning Manon
Kelak saya bertutur
Empat macam sembah supaya dilestarikan
Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa Di situlah akan bertemu dengan pertanda anugrah Tuhan
- Kinanthi
Kinanthi berisi tentang konsep menjalankan hidup dengan baik. Berikut cuplikan dari bait pertama.
Mangka kanthining tumuwuh
Salami mung awas eling
Eling lukitaning alam
Dadi wiryaning dumadi
Supadi nir ing sangsaya
Yeku pangreksaning urip
Padahal bekal hidup
Selamanya waspada dan ingat
Ingat akan pertanda yang ada di alam ini
Menjadi kekuatannya asal-usul
Supaya lepas dari sengsara
Begitulah memelihara hidup
Berikut Penjelasan Tembang-Tembang dengan Upaya Pencegahan Korupsi
- Tembang Pangkur, seni lagu dan tari tradisional Jawa, sangat erat kaitannya dengan gagasan pencegahan korupsi dalam budaya Jawa. Penggalan lirik yang mengandung pesan keseimbangan, kesederhanaan dan keadilan dapat dimaknai sebagai ajaran moral yang dapat diterapkan dalam pencegahan korupsi. Misalnya, pesan keseimbangan Tembang Pangkur dalam konteks antikorupsi dapat dimaknai pentingnya menjaga proporsionalitas dan keadilan dalam segala hal, termasuk pengelolaan ekonomi dan politik. Lirik yang mengedepankan keadilan dan kesetiaan seperti diungkapkan Tembang Pangkur mampu mengedepankan pentingnya kejujuran, etika, dan moralitas dalam kepemimpinan dan pelayanan publik. Pesan moral dan filosofis yang tertanam dalam kesenian tradisional ini dapat menjadi landasan penting dalam membangun budaya yang tidak mendukung korupsi, memperkuat prinsip kejujuran dan mengurangi penyalahgunaan kekuasaan.
- Sebagai bagian dari warisan sastra Jawa, Tembang Sinom mengusung nilai-nilai kebijaksanaan, toleransi, dan moralitas yang dapat dipadukan dengan anti korupsi. Dalam konteks pencegahan korupsi, nilai-nilai tersebut berperan penting dalam membentuk karakter dan perilaku masyarakat. Tembang Sinom mengedepankan kearifan dalam pengambilan keputusan dan menekankan pentingnya toleransi terhadap keberagaman. Nilai-nilai tersebut memberikan landasan bagi pemerintah dan individu untuk bertindak bijaksana dan merangkul keberagaman, sehingga mengurangi potensi konflik yang seringkali memicu praktik korupsi. Meskipun Tembang Sinom mungkin tidak secara khusus berbicara tentang korupsi, namun nilai-nilai kebijaksanaan, toleransi dan moralitas yang dikandungnya dapat menjadi alat penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih sadar akan kejujuran, mengurangi peluang korupsi dan mendorong praktik etika dalam kehidupan sehari-hari.
- Tembang Pocung, sebuah kesenian klasik Jawa yang kaya akan makna filosofis, erat kaitannya dengan pemberantasan korupsi. Dalam konteks antikorupsi, pesan-pesan tentang kesederhanaan hidup, khususnya terkait tata kelola dan pengelolaan sumber daya, menekankan pentingnya menjaga integritas dan menghindari godaan korupsi. Penghormatan terhadap nilai-nilai tradisional seperti keadilan, kesetiaan dan kejujuran yang tercermin dalam Tembang Pocung menjadi landasan etika yang kuat untuk mencegah korupsi. Seni ini bukan hanya sekedar ekspresi seni yang indah, tetapi juga merupakan pedoman etika yang dapat diterapkan pada tindakan dan keputusan pemerintah yang bertujuan mencegah korupsi.
- Tembang Gambuh, sebuah bentuk seni pertunjukan klasik Jawa yang sarat dengan nilai-nilai filosofis, memiliki kaitan yang dalam dengan usaha pencegahan korupsi. Pesan-pesan yang terkandung dalam Tembang Gambuh seringkali mengandung makna-makna tentang etika, moralitas, dan kepemimpinan yang bijaksana. Dalam konteks pencegahan korupsi, pesan-pesan tentang tanggung jawab dan keadilan, yang secara halus terdapat dalam Tembang Gambuh, menjadi landasan yang kuat untuk membangun sistem pemerintahan yang bebas korupsi. Seni ini tidak hanya menjadi ekspresi keindahan, tetapi juga sarana penyampaian pesan moral yang kuat yang bisa dijadikan pedoman dalam tindakan dan keputusan dalam pemerintahan.
- Sebagai bagian dari kesenian tradisional Jawa yang kaya akan nilai filosofis, Tembang Kinanthi memiliki keterkaitan yang mendalam dengan pemberantasan korupsi. Pesan kejujuran dan keseimbangan hidup yang terkandung dalam Tembang Kinanthi dapat dimaknai pentingnya menjaga proporsionalitas, kejujuran dan etika dalam pengelolaan ekonomi dan politik dalam kaitannya dengan pencegahan korupsi. Pesan tidak langsung dari seni ini dapat menjadi landasan bagi para pemimpin dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang tidak mendukung praktik korupsi dan membangun sistem pengelolaan yang transparan, bertanggung jawab, dan adil.
Kesimpulan
Kepemimpinan Mangkunegara IV tercermin dari upayanya yang kuat dalam memajukan masyarakat Mangkunegara. Melalui kebijakan sosialnya, ia meningkatkan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan serta melestarikan seni dan budaya Jawa. Kepemimpinan transformasionalnya mencakup visi jangka panjang dalam mengelola bidangnya dan keterampilan diplomatik yang memungkinkannya menjaga hubungan baik dengan orang lain. Gaya kepemimpinan Mangkunegara IV menunjukkan ciri-ciri karakter, kepemimpinan transformasional, dan kepemimpinan karismatik.
Selain itu, karyanya mencerminkan falsafah hidup Serat Wedhatama yang memadukan nilai-nilai Jawa dan Islam. Selain itu, etika kepemimpinan Serat Wedhatama menekankan pada kesabaran, kerendahan hati dan ketaatan pada nilai-nilai kebaikan. Ajaran ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu. ajaran kelompok muda dan kelompok tua, keduanya sama-sama menekankan pada nilai-nilai yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pencegahan korupsi merupakan landasan penting untuk menjamin keadilan, integritas dan keberlanjutan negara. Keberhasilan pencegahan korupsi bergantung pada kesadaran, peraturan yang kuat, transparansi dan penegakan hukum yang kuat. Sinergi antara negara, lembaga swasta, dan masyarakat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang tidak mendukung korupsi.
Daftar Isi
Munandar, S. A., & Afifah, A. (2020). Ajaran Tasawuf dalam Serat Wedhatama Karya K.G.P.A.A Mangkunegara IV. KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin, 10(1), 51--75. https://doi.org/10.36781/kaca.v10i1.3064
Wedhatama, S. (n.d.). Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Reaktualisasi Ajaran Kepemimpinan dalam Serat Wedhatama Prosiding Seminar Pendidikan Nasional. 419--430.
Fuady, Farkhan. "Pendidikan Moral Masyarakat Jawa dalam Serat Wedhatama dan Serat Wulangreh." Jurnal Hurriah: Jurnal Evaluasi Pendidikan Dan Penelitian 3.1 (2022): 83-92.
Mayrudin1, A. S. (2010). Anti Korupsi dalam Tembang Jawa Kinanthi.
(Sariyatun, 2017) Reaktualisasi Ajaran Kepemimpinan dalam Serat Wedhatama Sariyatun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H