Mohon tunggu...
Widya Prasetyawati Septiani
Widya Prasetyawati Septiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPI

KKN TEMATIK MDBPE-MBKM UPI 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Defisiensi Vitamin D: Perlukah Memperhatikan Asupan Vitamin D?

10 Januari 2023   09:23 Diperbarui: 10 Januari 2023   10:02 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Jalur metabolisme vitamin D (Gambar dok. pribadi)

Penyakit pernapasan

Baru-baru ini kekurangan vitamin D dikaitkan dengan penyakit pernapasan, terutama eksaserbasi asma (serangan asma akut) dan tuberkulosis (TB) yang berpotensi mematikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D dapat menurunkan frekuensi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan eksaserbasi asma. Hal ini disebabkan oleh respon imun dari vitamin D terhadap virus pernapasan yang biasanya memicu penyakit tersebut. Vitamin D juga dapat berperan dalam pencegahan infeksi Mycobacterium tuberculosis, pencegahan TB aktif, atau sebagai terapi tambahan untuk meningkatkan respons terhadap pengobatan antimikroba pada penyakit TB aktif.

Kehamilan

Ibu yang kekurangan vitamin D melahirkan bayi yang juga kekurangan vitamin D sehingga berisiko hipokalsemia dan rakhitis kongenital. Oleh karena itu diperlukan konsumsi suplemen vitamin D yang rutin pada ibu hamil selama kehamilan untuk memastikan total minimum asupan vitamin D 400-600 IU/hari. Beberapa penelitian telah menyelidiki efek potensial kekurangan vitamin D pada ibu hamil terhadap komplikasi kehamilan, seperti kelahiran prematur dan stunting pada tahun pertama. Penelitian lain telah menemukan bukti bahwa suplementasi vitamin D selama kehamilan dapat mengurangi risiko kelahiran prematur dan stunting. Di samping itu, suplementasi vitamin D juga diperlukan oleh ibu menyusui. Vitamin D disekresikan ke dalam ASI yang konsentrasinya tergantung pada asupan vitamin D rutin ibu menyusui. Suplementasi dosis tinggi (4000 IU/hari atau lebih) mungkin diperlukan untuk meningkatkan kandungan vitamin D dalam ASI. Dosis tinggi tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa vitamin D yang ditransfer ke ASI setara dengan 200-400 IU/hari.

Endocrine Society Clinical Practice menganjurkan dosis asupan vitamin D untuk pengobatan dan pencegahan defisiensi vitamin D ditunjukkan pada Tabel 1. Adapun beberapa bahan pangan yang berpotensi sebagai sumber vitamin D tersedia pada Tabel 2.

Tabel 1. Dosis asupan vitamin D yang dianjurkan untuk individu yang berisiko kekurangan vitamin D dan dosis pengobatan terapi vitamin untuk pasien dengan kekurangan vitamin D

tabel-1-63bcc30e08a8b57e4463f622.png
tabel-1-63bcc30e08a8b57e4463f622.png

Tabel 2. Beberapa bahan pangan sumber vitamin D (Gambar dok. pribadi)

(Gambar dok. pribadi)
(Gambar dok. pribadi)

Selain bersumber dari bahan pangan yang secara alami mengandung vitamin D, defisiensi vitamin D dapat diatasi dengan suplementasi vitamin D seperti yang disinggung sebelumnya. Suplemen vitamin D kini tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, dan tetes (tersedia sebagai sediaan vitamin tunggal atau dikombinasikan dengan zat gizi mikro lainnya). Vitamin D3 banyak digunakan dalam suplemen komersial dibandingkan vitamin D2. Dosis harian vitamin D2 atau D3 sama efektifnya, tetapi vitamin D3 mungkin lebih disukai untuk dosis besar tunggal karena waktu paruhnya yang lebih panjang. Suplemen vitamin D dapat diberikan setiap hari, mingguan, dan bulanan dengan dosis sebagai berikut: 600 IU/hari; 4200 IU/minggu; 18.000 IU/bulan untuk orang dewasa. Adapun urutan kemanjuran dari penggunaan suplemen vitamin D yaitu harian > mingguan > bulanan.

Cara lain untuk mengatasi defisiensi vitamin D yaitu melalui fortifikasi dengan pola konsumsi pangan lokal. Dalam pemilihan bahan makanan untuk fortifikasi harus dipastikan bahwa sebagian besar penduduk memperoleh dan mengkonsumsi makanan yang akan difortifikasi. Selain itu, stabilitas vitamin D selama pemrosesan, pemasakan, dan penyimpanan makanan fortifikasi harus dipertimbangan. Salah satu penelitian telah menunjukkan fortifikasi produk susu dengan tingkat fortifikasi 100 dan 250 IU vitamin D per sajian 2% lemak susu UHT dan produk hasil fortifikasi stabil selama 60 hari masa simpan. Penelitian lain melaporkan vitamin D yang larut dalam air telah dikembangkan dan digunakan di Amerika Utara untuk fortifikasi jus buah yang juga dikofortifikasi dengan kalsium. Bahan makanan lainnya yang difortifikasi dengan vitamin D yaitu tepung (gandum, beras, dan jagung). Vitamin D dalam bentuk cair diubah menjadi bentuk bubuk menggunakan spray-dryer, kemudian ditambahkan ke tepung yang akan difortifikasi. Hasil penelitian menunjukkan tepung jagung yang diperkaya vitamin D dapat mengurangi risiko kekurangan vitamin D. Penelitian lain menunjukkan biskuit dari tepung terigu yang diperkaya vitamin D, yang diberikan kepada anak-anak sekolah di Bangladesh, secara signifikan mengurangi risiko kekurangan vitamin D.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun