Nenek dari pihak bapak saya meninggal karena kanker rahim dan seluruh saudara perempuan nenek saya meninggal juga karena kanker. Entah itu kanker rahim, kanker payudara, dan kanker paru.
Dua orang sepupu perempuan dari pihak bapak saya terkena kanker payudara, dan kakak perempuan bapak saya meninggal karena kanker usus.
Lalu saya? Saya didiagnosis kanker tiroid 9 tahun lalu di usia saya yang ke 26 tahun. Tepat pada hari ulang tahun yang ke 27 tahun, saya dioperasi.
Bagaimana perasaan saya ketika pertama kali didiagnosis kanker tiroid? Sedih? Tentu. Menangis? Ya! Jatuh secara mental? Sudah pasti.
Apakah timbul pertanyaan "kenapa saya?" iya! Saya rasa itu semua adalah respons yang wajar yang pasti akan dirasakan setiap orang yang pertama kali didiagnosis kanker.
Tapi 9 tahun itu bukan perjalanan yang sebentar untuk mengubah saya, mengubah pola pikir dan perasaan saya, dari rasa frustasi ke rasa syukur. Tetap memelihara perasaan positif.
Untuk kasus saya, siapa yang menginginkan terlahir dalam keluarga yang memiliki genetik kanker? Siapa yang menyangka kanker menghampiri tubuh saya? Kenapa dari generasi saya, saya yang harus pertama kali terkena kanker? Apakah ada yang salah dari pola hidup saya? Dan sederet pertanyaan yang terus muncul di kepala.
Tentu kita semua tidak ada yang menginginkan terkena kanker. Perlu diingat bahwa itu semua takdir yang tidak dapat diubah dan mau tidak mau harus dihadapi.
Dari perjalanan 9 tahun sebagai penyintas kanker tiroid, ada 3 hal yang penting dalam melawan kanker.
Pertama, bagi yang masih bebas kanker, kenalilah tubuh sendiri. Sadar akan setiap perubahan pada tubuh dan periksakan ke dokter.
Hal ini yang terjadi pada saya, ketika saya dengan cepat menyadari perubahan pada leher saya dan memutuskan untuk cepat memeriksakan diri ke dokter. Itu yang membuat stadium kanker saya diketahui secara dini.
Kedua, bila sudah terdiagnosis kanker, yang paling penting untuk disiapkan adalah penerimaan diri. Menerima bahwa kita terkena kanker dan menerima bahwa kita membutuhkan pengobatan.
Ingat bahwa kesedihan dan frustasi tidak akan mengubah keadaan. Kesedihan dan frustasi justru akan membuat kesempatan untuk sembuh menjadi semakin tipis.
Ketiga, tetap memelihara rasa bahagia dan bersyukur. Bahagia untuk melanjutkan hidup dan bersyukur atas semua kondisi yang ada.
Bersyukur bahwa kondisi kanker ini ditemukan ketika kita masih berdaya, bersyukur kita masih punya keluarga yang mendukung di kala kita harus menjalani pengobatan kanker, dan berbagai rasa syukur atas segala hal dalam hidup.
Tiga hal ini yang selama 9 tahun ini saya terus belajar menerapkan untuk diri saya.
Apakah saya menjalani 3 hal ini dalam kehidupan saya? Tentu iya, karena di tahun ke-5 pasca-operasi, saya bahkan sudah menyusun mental apabila terjadi metastasis pada kanker saya.
Saya sekarang sudah siap akan segala kemungkinan terburuk, dan itu membuat hidup jauh lebih ringan, karena setiap hari saya akan jalani dengan bahagia dan syukur.
Dan siapa yang sangka di titik ini saya menulis dengan status sebagai pegawai RS, yang mana tadinya saya adalah pasien di RS Kanker Dharmais.
Karena saya bisa, maka anda bisa, dan kita semua bisa. Mari melawan kanker melalui diri sendiri!
**
(Tulisan ini dibuat dalam rangka lomba esai HUT RS Kanker Dharmais ke-26 tahun 2019, dan mendapat juara 2)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H