Saya kemudian mencoba mengurai dimana kesalahan sistem kesehatan gigi dan mulut di Indonesia, dan ternyata semua berawal dari bangku kuliah..Â
Biaya kuliah fakultas kedokteran gigi yang amat mahal, pola pengajaran di fakultas kedokteran yang lebih menitik beratkan pada mengobati dan bagaimana melakukan tindakan pada gigi, apakah itu pencabutan, penambalan, atau perawatan salura akar..Â
Bagaimanapun kondisi pasien, apapun kondisi kesehatan tubuh dan rongga mulutnya, pokoknya tambal, cabut, atau perawatan saluran akar (sedang berada di stase apa).Â
Kalau di stase menambal gigi dan perawatan saluran akar, gigi sejelek apapun pasien dibujuk agar mau dirawat saluran akarnya kemudian ditambal. Namun bila ada di stase pencabutan gigi, maka gigi sebagus apapun dibujuk agar mau dicabut.
Sedari menjadi mahasiswa, para calon dokter gigi diajarkan bahwa bekerja menjadi dokter gigi ya berarti melakukan tindakan pada gigi-gigi pasien. Â Sehingga ketika sudah menjadi dokter gigi, hanya tau bagaimana mencari uang dengan melakukan tindakan pada gigi. Mau gimana caranya pokoknya harus ada tindakan. Menganalisis masalah pasien dan berpikir kritis sebelum melakukan tindakan? Jangan harap.
Ilmu kedokteran gigi yang paling tinggi derajatnya yaitu konsultasi, sebagai bentuk interaksi tertinggi antara dokter dan pasien, tega digratiskan demi tindakan yang nantinya akan memberi uang yang lebih banyak yaitu tindakan pada gigi...
Begitulah saya menilai profesi dokter gigi,
Salam damai
Jakarta, 2 Nov 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H