Mohon tunggu...
Widya Apsari
Widya Apsari Mohon Tunggu... Dokter - Dokter gigi, pecinta seni, pemerhati netizen

menulis hanya jika mood

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dididik Menjadi Dokter Gigi atau Tukang Gigi?

12 Agustus 2016   11:35 Diperbarui: 13 Agustus 2016   17:02 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tahun ke 2 saya menjadi dokter gigi, saya tiba-tiba merasa tidak ada bedanya dengan tukang gigi.

Apa yang ada dibenak anda ketika bertemu dengan dokter gigi? Selain tentang mahal dan menyakitkan? Ada lagi? Dokter yang mengurusi gigi? atau dokter yang kurang pintar karena kalau pintar udah pasti jadi dokter umum?

Di tahun ke 2 saya menjadi dokter gigi, setelah saya menyelesaikan masa bakti saya sebagai dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap) di daerah barat Indonesia yang saat ini ditetapkan sebagai daerah kabupaten sangat terpencil oleh Presiden Jokowi. Ada yang tahu? Gak ada? Adalah Kabupaten Nias Utara. Dimana itu? Gak tahu? Silahkan googling dan bukalah atlas Indonesia.

Kehidupan saya setelah tidak lagi menjadi dokter PTT adalah menjadi dokter gigi kutu loncat. Praktek dokter gigi dari klinik satu loncat ke klinik lain dari pagi sampai malam menunggu pasien yang sakit gigi. Ayo.. pasti anda berpikir "wah banyak nih duitnya".

Sayangnya pikiran anda meleset, kalau 6 tahun lalu itu saya memiliki banyak pasien dan kaya raya seperti yang tadi anda pikirkan, mungkin saya tidak ada disini untuk menuliskan opini saya dan mungkin juga tidak ada gelar Sp.PM (spesialis penyakit mulut) di belakang nama saya. 

Kehidupan profesi dokter gigi saya adalah sebatas gigi lubang-ditambal, gigi rusak banget, dicabut, buat gigi palsu (kalau pasiennya mau). Karang gigi banyak, discalling (kalau pasiennya mau). Selama 1 tahun saya menjalani rutinitas tambal-cabut-tambal-cabut-tambal-cabut-scalling-buat gigi palsu tersebut selama 1 tahun. Sampai pada satu titik saya merasa seperti seorang "tukang". 

Seperti tukang ban, yang menambal ban ketika melihat ban bocor atau seperti tukang genteng yang mengganti genteng baru ketika genteng lamanya retak-retak. Dan saya merasa mungkin tukang ledeng lebih pintar dari saya sebagai dokter gigi, kerena sebelum bertindak mengatasi kerusakan pipa, tukang ledeng masih menganalisa dan mencari penyebab sumber utama kerusakan pipa dan pipa mana saja yang mungkin terlibat dalam sumbatan yang terjadi di tempat lain. 

Kenapa saya merasa seperti itu? Karena selama saya praktek, saya melupakan yang namanya mencari diagnosa penyakit giginya sebelum bertindak. Yang saya kerjakan cuma "oh gigi lubang, yauda tambal". Mirip dengan tukang ban "oh bocor, yauda tambal". atau "oh giginya udah rusak parah, yaudah cabut, dan kita ganti dengan gigi palsu", mirip juga kan sama "oh gentengnya udah retak parah, kita ambil genteng lamanya dan ganti baru". Bedanya kalalu buat gigi palsu  klien masih bisa menolak, berbeda sama tukang genteng, gak mungkin ada orang yang menolak dipasangkan genteng baru ketika genteng lamanya sudah diambil. 

Seharusnya bagaimana?

Waktu itu saya belum tahu harusnya bagaimana. Tapi sekarang saya tahu..

Bahwa seharusnya dokter gigi itu sebelum memutuskan menambal atau merawat saraf gigi (endodontik), atau mencabut gigi pasien harus menganalisa bagaimana kondisi pasien. Mulai dari kebiasaan menjaga kebersihan gigi dan mulutnya, pola hidupnya, pola makannya, kondisi air ludahnya, kondisi sistemik tubuhmya, penyakit yang diderita, obat yang sering atau diminum rutin, kondisi kesehatan gigi dan mulut keluarganya, dan lain sebagainya. 

Untuk apa? Untuk menentukan perawatan apa yang tepat. Jangan sampai gigi yang sudah ditambal menjadi sia-sia karena pasien memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol, atau jangan sampai giginya telanjut dicabut, padahal pasiennya memiliki pola kebersihan rongga mulut yang baik. 

Seorang dokter gigi pun seharusnya berbikir selayaknya dokter, mengapa pasien saya memiliki gigi yang lubang? Apa yang salah dari dia? Dan apa yang bisa saya perbuat agar tidak ada gigi lain yang lubang.. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun