Mohon tunggu...
Widya Alfarizi
Widya Alfarizi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Halo perkenalkan saya Widya, seorang Mahasiswi Fakultas Hukum dań Kader Klinik Etik dan Advokasi Hukum Universitas Mulawarman yang masih belajar menulis, semoga tulisan saya dapat bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Merendahkan Kehormatan Hakim: Ancaman bagi Kedaulatan dan Kewibawaan Peradilan

27 Agustus 2024   11:31 Diperbarui: 27 Agustus 2024   11:31 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sistem peradilan yang sehat, kehormatan dan kewibawaan hakim adalah pilar utama yang menjaga keadilan dan integritas hukum, terutama di dalam sebuah persidangan. Namun, ketika hakim direndahkan atau dihina, baik oleh individu maupun kelompok, dampaknya tidak hanya merusak reputasi pribadi hakim tetapi juga mengancam kewibawaan sistem peradilan itu sendiri. 

Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Hakim (PMKH) merujuk pada tindakan atau pernyataan yang mengandung unsur penghinaan atau perendahan terhadap kehormatan hakim. Kehormatan hakim adalah fondasi dari kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Hakim diharapkan untuk menjalankan tugas mereka dengan integritas, objektivitas, dan ketidakberpihakan. Kehormatan ini tidak hanya mencerminkan karakter individu hakim, tetapi juga mencerminkan kredibilitas keseluruhan sistem peradilan.

Menjadi seorang hakim adalah tugas yang penuh tantangan dan kompleks. Hakim bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang berdampak signifikan pada kehidupan banyak orang. Dalam menjalankan tugas ini, hakim harus mampu menghadapi tekanan emosional dan sosial yang besar. Ketika hakim direndahkan, baik melalui tindakan langsung atau penghinaan publik, hal ini dapat mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap keadilan dan kewibawaan keputusan hukum.

Contoh perilaku merendahkan kehormatan hakim dapat dilihat ketika seorang publik figur secara terbuka menyerang keputusan hakim dengan tuduhan tidak berdasar, seperti menyebut keputusan tersebut sebagai hasil dari "suap" atau "korupsi." Tindakan ini tidak hanya merusak reputasi hakim, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan secara keseluruhan. 

Selain itu, dalam ruang sidang, apabila seorang terdakwa atau pengacara menyerang karakter hakim dengan pernyataan meremehkan tanpa bukti yang jelas, seperti menyebut hakim "tidak kompeten" atau "bias," ini dapat mengganggu kewibawaan peradilan dan menciptakan persepsi negatif tentang keadilan hukum.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur hak-hak hakim dengan jelas. Pasal 5 menekankan independensi dan kewibawaan kekuasaan kehakiman, yang menjamin bahwa hakim harus bebas dari pengaruh eksternal yang dapat mempengaruhi keputusan mereka. 

Pasal 8 melanjutkan dengan menyebutkan bahwa hakim berhak mendapatkan perlindungan dalam menjalankan tugasnya, termasuk perlindungan dari ancaman atau penghinaan. Undang-undang ini menegaskan bahwa perlindungan terhadap kehormatan hakim bukan hanya hak individu, tetapi juga kebutuhan sistem peradilan secara keseluruhan. 

Selain itu, Pasal 16 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga relevan dalam konteks ini. Pasal ini mengatur bahwa hakim memiliki kewenangan untuk menuntut hak-hak mereka jika mengalami perlakuan yang merugikan atau merendahkan kehormatan mereka.

Ini termasuk hak untuk melaporkan tindakan penghinaan atau ancaman yang mereka hadapi dalam pelaksanaan tugasnya. Pasal ini memperkuat perlindungan hukum terhadap hakim, memastikan bahwa mereka memiliki saluran untuk melawan upaya-upaya yang merusak kredibilitas dan independensi mereka.

Merendahkan kehormatan hakim dapat merusak kedaulatan hukum dengan menciptakan keraguan tentang keadilan proses hukum. Jika hakim merasa terancam atau dihina, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas mereka dengan objektivitas yang diperlukan. 

Dalam jangka panjang, ini dapat mengakibatkan keputusan pengadilan yang kurang konsisten dan merusak kepercayaan publik terhadap hukum. Kewibawaan peradilan, yang bergantung pada persepsi bahwa keputusan dibuat secara adil dan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal, sangat tergantung pada pengakuan dan penghormatan terhadap peran hakim. Selain itu, merendahkan hakim dapat menimbulkan efek domino yang lebih luas. 

Jika praktik penghinaan terhadap hakim dibiarkan, ini dapat menstimulasi perilaku serupa terhadap pejabat hukum lainnya dan merusak fondasi kepercayaan yang diperlukan untuk sistem hukum yang efektif. Integritas peradilan memerlukan bahwa semua pihak menghormati proses hukum dan mereka yang melaksanakan tugas hukum tersebut. 

Untuk menjaga kedaulatan dan kewibawaan peradilan, penting bagi masyarakat dan sistem hukum untuk secara aktif melindungi dan menghormati hakim. Perlindungan hukum harus ditegakkan untuk memastikan bahwa hakim dapat menjalankan tugas mereka tanpa takut akan ancaman atau penghinaan. 

Pengawasan ketat terhadap tindakan merendahkan hakim, bersama dengan pendidikan publik tentang pentingnya menghormati proses hukum, adalah langkah-langkah penting dalam menjaga integritas sistem peradilan dan keadilan yang adil bagi seluruh masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun