Di malam-malam yang sepi, aku terus merasa bersalah dengan suami ku, meskipun ini bukan semua kesalahan ku. Tapi sayangnya aku terjebak dalam dunia penuh amarah, aku sering kali berteriak atau memaki suamiku dengan kalimat-kalimat kotor.Â
"Bajingan, heh! Kamu itu sama saja kaya ayah bajingan!"Â
Suamiku tetap tenang, tanpa paham beban apa yang terjadi pada sang istri.Â
"Kalian makhluk laki-laki hanya mau meniduri, semua perempuan di tiduri. Tapi kalian itu bajingan!"Â
Aku sadar kalimat-kalimat ini sangat menyakiti suamiku, terlebih dia adalah suami yang sangat bertanggung jawab. Aku sempat dinyatakan tidak waras, dibawa oleh suamiku ke rumah sakit jiwa. Sebelum pada akhirnya dia membawaku pulang kembali dan merawat aku dengan sangat sabar.Â
Iya, di dalam kamar tanpa cahaya ini sengaja kami tidur berdua. Tanpa suara apapun, dan pasrah merebah.Â
"Mas, luka itu masih ada di tubuhku!" ucapku membuka suasana.Â
Aku mendengar suamiku menarik nafas panjang, dan dalam.Â
"Katakan saja sayang ku!" balas suamiku.Â
"Di atas ranjang kita ini, di atas seluruh perasaan yang tertahan tenggorokan. Aku ingin kamu tetap tenang saat bibirku menceritakan segalanya!"Â
"Malam itu, ayah kenindih'i tubuh ku berkali-kali. Satu hari, satu Minggu, satu Bulan, dan enam tahun lamanya!"Â