"Ya Allah, sadar kan ibu aku!"Â
Sambil terus mengunyah nasi basi, di tengah linangan air mata perih aku merajuk pada Allah.Â
Tepatnya pada saat Idul Fitri, aku kabur dari rumah. Melintasi jalanan setapak pesawahan, aku berjalan dengan tersedu-sedu menuju rumah Budhe. Sampai di rumah Budhe ia menangis, melihat tangan dan wajahku biru dengan bekas pukulan.Â
"Ya Allah, Nur. Terbuat dari apa hati ibu kamu?"Â
Budhe memeluk tubuh kecilku, menangis mengelap seluruh luka lebam dalam tubuh ku. Tidak berapa lama Kakek dan Nenek pun datang, mereka ikut menangis meraung-raung. Mengutuk setiap perbuatan yang telah ibu lakukan.Â
"Nur! Nur!" panggil seorang perempuan dari luar rumah.Â
"Budhe, itu ibu. Nur takut, Budhe!"Â
Aku ketakutan dan terus memeluk tubuh Budhe.Â
Kakek dan Nenek langsung keluar rumah, menemui ibu yang berteriak-teriak memanggil namaku.Â
"PPPLAAKK!" Kakek menampar pipi ibu ku.
"Mau jadi orang tua seperti apa kamu, dia anak kamu. Bukan binatang!"Â