Permohonan Mahalayati kemudian disetujui sekaligus ia ditunjuk sebagai Laksamananya. Armada tersebut dinamai dengan Inong Bale, yang berarti Armada Wanita Janda. Adapun pangkalannya di Teluk Lamreh Kreung Raya, Pada perkembangannya Armada Inong Bale pimpinan Malahayati tidak hanya beranggotakan para janda, tetapi juga gadis-gadis muda yang berani.
Pada masanya, kekuatan Armada Perang Aceh adalah yang terkuat di Asia Tenggara. John Dawis, nahkoda kapal Belanda berkebangsaan Inggris yang berkunjung ke Aceh pada waktu itu, mengungkapkan bahwa kerajaan Aceh mempunyai sekitar 100 kapal perang.Â
Diantara kapal-kapal itu ada yang bermuatan antara 400 sampai dengan 500 penumpang. Adapun yang menjadi pemimpin adalah Laksamana Wanita, Malahayati.
Salah satu yang akan terus dikenang dari Malahayati adalah keberhasilannya dalam mengalahkan Armada Belanda dan membunuh pimpinannya, Cornelis de Houtman. Cornelis de Houtman ini adalah penjelajah pertama Belanda yang berhasil mendarat di Banten pada tahun 1596 Masehi.
Pada pelayarannya yang kedua ke nusantara, pada tanggal 21 Juni 1599 armada pimpinan de Houtman memasuki pelabuhan Aceh dan disambut dengan wajar sebagaimana kapal dagang dari negara lain.Â
Tetapi pada waktu selanjutnya ternyata mereka mengkhianati kepercayaan Sultan dengan melaksanakan manipulasi dagang, menghasut, mengacau dan sebagainya.Â
Akhirnya Sultan memerintah Armada Inong Bale untuk menyelesaikannya. Cornelis de Houtman tewas dalam peperangan satu lawan satu di geladak kapal melawan Laksamana Malahayati.
Selain sebagai seorang Laksamana, Malahayati juga pernah mengemban tugas-tugas lain seperti Komandan Pasukan Wanita Pengawal Istana, dan juga diplomat. Sebagai Diplomat Mlahayati pernah berunding dengan Laksamana Sir James Lancaster dari Inggris.
Peperangan di Kreung Raya dengan Portugis akhirnya mengakhiri kisah hidup heroik Sang Sri Kandi Laut Nusantara.Â
Jasad Laksamana Malahayati dimakamkan di Lereng Bukit Kota Dalam, sekitar 34 kilo meter dari Kota Banda Aceh. Untuk menghargai jasa besarnya ia dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 2017.
Selain menjadi Pahlawan Nasional di tanah air, Malahayati juga dikenal di negara luar. Penulis Belanda, Marievan Zuchtelen dalam bukunya yang berjudul Vrouwelijke Admiraal Malahayati menyebut tidak ada seorang wanita pun di dunia ini yang menjadi Panglima Armada seperti Laksamana Malahayati.Â