Tahukah anda? Empat hari lagi atau tepatnya tanggal 9 Maret ternyata merupakan Hari Wanita Indonesia. Bersamaan dengan momen itu penulis ingin membahas salah satu wanita luar biasa di balik kejayaan kerajaan Majapahit, kerajaan terbesar di nusantara yang kekuasaan, daerah tahlukkan maupun pengaruhnya mencapai hampir semua pulau-pulau yang dikuasai Indonesia saat ini.Â
Harus kita akui pada masa-masa lampau kekuasaan dalam sebuah pemerintahan kerajaan atau negara di dominasi oleh kaum adam. Tetapi meski demikian dalam sejarah peradaban manusia di dunia dikenal ada pula wanita-wanita hebat dalam seputar kekuasaan yang lazimnya didominasi kaum pria tersebut. Sebut saja misalnya salah satu yang terkenal diantara mereka adalah Cleopatra.
Cleopatra adalah Fir'aun terakhir dari Kerjaan Mesir Kuno sebelum jatuh ke tangan Romawi. Beberapa sumber sejarah menyebutkan perempuan ini terkenal akan kecerdasan dan pengetahuannya tentang diplomasi, politik, dan kekuasaan kerajaan. Di samping juga kontroversi dan intrik. Kemampuan hebatnya tersebut yang dipercaya mampu mempertahankan kekuasaannya di Mesir selama kurang lebih 20 tahun.
Nah berbicara mengenai wanita di seputar kekuasaan, di kerajaan terbesar nusantara Majapahit ternyata juga ada sosok wanita yang diyakini ikut berperan besar dalam sejarah Majapahit. Dia adalah Gayatri.
Jika kita membuka kembali sejarah Majapahit, pasti tidak akan lepas dari minimal tiga tokoh besar di dalamnya yakni Raden Wijaya, Gajah Mada, dan Hayam Wuruk. Raden Wijaya adalah pendiri sekaligus raja pertama Majapahit. Menurut berbagai sumber sejarah Majapahit berdiri sekitar tahun 1293 Masehi. Sedang Hayam Wuruk dan Gajah Mada adalah Raja dan Patih Majapahit pada masa kejayaannya. Adapun Gayatri adalah wanita dibalik kebesaran mereka bertiga.
Gayatri adalah istri Raden Wijaya sekaligus merupakan putri bungsu raja terakhir Singashari, Kertanegara. Kitab Negara Kertagama gubahan Empu Prapanca menyebutkan Raden Wijaya menikahi empat putri Prabu Kertanegara. Yang pertama adalah Tribhuana yang bergelar Tribhuwaneswari, berikutnya Mahadewi bergelar Narendraduhita, lalu Jayendradewi bergelar Prajnyaparamita, dan yang terakhir Gayatri bergelar Rajapatni. Selain itu Raden Wijaya juga mempunyai seorang istri lagi dari Melayu bernama Dara Petak atau Indreswari. Gayatri inilah yang nantinya menurunkan raja-raja Majapahit, kecuali raja yang kedua Jayanegara. Jayanegara adalah putra Raden Wijaya dari Indreswari atau Dara Petak.
Selain menurunkan raja-raja Majapahit, Gayatri juga disebutkan oleh Profesor dan Diplomat asal University of British Columbia Kanada Profesor Earl Drake sebagai perempuan di balik kejayaan Majapahit. Dalam bukunya berjudul Gayatri Rajapatni, Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit, bahkan menyejajarkan Sang Nenek Hayam Wuruk tersebut dengan Cleopatra.
Profesor Earl Drake seperti dilansir Okezone.com, 28 Februari 2021, menyebutkan bahwa Gayatri adalah pemikir dan sosok dibalik sejumlah peristiwa. Termasuk diantaranya adalah perekrutan Mahapatih Gajah Mada, sosok yang kemudian terkenal dengan Sumpah Palapa.
Sumpah Palapa adalah tekad atau janji politik Gajah Mada untuk menaklukkan atau mengalahkan daerah-daerah atau kerajaan-kerajaan di nusantara. Sumpah tersebut diucapkannya ketika dilantik menjadi Patih Amungkubumi pada masa Ratu Tribhuwana Tunggadewi, Putri dari Gayatri Rajapatni. Tribhuwana Tunggadewi inilah yang kemudian nanti menurunkan raja terbesar dalam sejarah Majapahit, Hayam Wuruk. Sayangnya setelah era Gajah Mada dan Hayam Wuruk, Majapahit lambat laun surut dan akhirnya runtuh pada sekitar tahun 1478 Masehi.
Menarik untuk dipertanyakan, mengapa Drake menempatkan Gayatri Rajapatni sebagai wanita di balik Kejayaan Majapahit dan mensejajarkannya dengan Cleopatra, bukan Tribhuwana Tunggadewi yang notabene pernah menjadi raja misalnya?
Dengan tidak bermaksud mengurangi sedikit pun peran Tribhuwana Tunggadewi dalam kebesaran sejarah Majapahit, sepertinya kedudukan Sang Raja ketiga Majapahit itu tidak bisa dilepaskan dari peran Sang Ibu, Gayatri Rajapatni.
Ketika Jayanegara meninggal, maka dari tokoh yang ada di lingkungan kerajaan Majapahit saat itu sebenarnya yang paling berhak menjadi raja adalah Gayatri. Tetapi karena ia telah memutuskan untuk melepaskan diri dari segala aktifitas duniawi, maka takhta ia sematkan ke putrinya.
Ketika Gayatri meninggal, Tribhuwana Tunggadewi pun menanggalkan takhtanya, karena ia merasa hanya menjadi wakil atau pengganti ibundanya. Maka ketika Gayatri meninggal takhta Majapahit diturunkan ke Putra Tribhuwana Tunggadewi yang sekaligus cucu Gayatri, Hayam Wuruk.
Menurut situs Vredeburg.id, 03 September 2020, Gayatri adalah perempuan dibalik ideologi Mahapatih Gajah Mada untuk menyatukan Nusantara, menyatukan seluruh negeri tetangga menjadi satu federasi. Hal itu merupakan sebuah cita-cita dari ayahnya, Kertanegara, yang belum tercapai.
Begitulah, dibalik besarnya kerajaan Majapahit yang dikenal dengan tokoh-tokoh dari kaum pria ternyata juga ada kontribusi dari kaum hawa yang tidak dapat dinafikan. Dibalik pria yang hebat ada wanita yang hebat. Kata-kata itu sepertinya berlaku untuk sepanjang peradaban...I]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H