Mohon tunggu...
Widoko
Widoko Mohon Tunggu... Guru - Menyukai semua hal yang inspiratif

Pernah menimba ilmu di Yangzhou University, China

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Say No To WhatsApp, Ah yang Bener?

15 Januari 2021   20:24 Diperbarui: 15 Januari 2021   20:31 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari ini publik media sosial dihebohkan dengan pembaharuan kebijakan WhatssApp. Pembaharuan kebijakan tersebut berkaitan dengan share atau pengiriman informasi pribadi data pengguna ke induk perusahaan, yakni Facebook.

Pihak WhatsApp semacam memaksa pengguna untuk menyetujui kebijakan yang mereka tawarkan. Jika tidak maka akun pengguna akan ditangguhkan mulai 8 Februari 2020.

Dengan adanya kebijakan baru tersebut para pengguna WhatsApp pun bereaksi. Salah satu yang sangat frontal adalah apa yang diserukan oleh orang terkaya nomor dua dunia saat ini, Elon Musk, yang menyerukan kepada para pengikutnya untuk beralih ke aplikasi semacamnya yakni Signal.

Dengan adanya seruan dari Elon Musk tersebut pihak Signal pun mengumumkan mengalami peningkatan. Dilansir suara.com, 10 Januari 2020, lewat Twitter Signal mengumumkan bahwa terjadi peningkatan begitu banyak pengguna baru yang mencoba bergabung dengan Signal saat ini.

Uninstall WhatsApp dan menginstall penggantinya semacam Signal, Telegram, Line, WeChat dan yang lainnnya bukan lah perkara sulit. Tinggal acses playstore klik uninstall. Kemudian cari penggantinya dan klik install. Secara teknis beres sudah. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, setelah pengganti WhatsApp terinstall, apa yang selanjutnya kita lakukan?

Yang perlu diketahui WhatsApp saat ini adalah perpesanan yang menguasai pasar di dunia. Dilansir Kontan.co.id, 29 Desember 2020, WhatsApp dalam penelitian terbaru Stastisa menguasai pasar dengan pengguna aktif setiap bulannya mencapai sekitar 2.000.000.000 pengguna pada Oktober 2020. Jumlah itu hampir dua kalinya dari aplikasi pengiriman pesan di peringkat kedua yakni Facebook Mesenger. Sayangnya bagi para pengguna yang mau beralih, Facebook adalah perusahaan induk dari Whats App.

Pengguna WhatsApp yang terbanyak adalah negara-negara yang mempunyai populasi besar. Di Amerika dan di China memang WhatsApp masih kalah dengan Facebook Messenger dan WeChat. Tetapi di negara berpenduduk besar lainnya seperti India, Brazil dan Indonesia mereka merajainya.

Khusus di Indonesia kekuatan WhatsApp memang begitu perkasa. Dilansir Liputan6.com, 18 November 2018, sekitar 83 persen pengguna internet di Indonesia memakai aplikasi WhatsApp. Bisa dibayangkan bagaimana mengguritanya WhatsApp pada para pengguna di Indonesia.

Berdasarkan pengalaman pribadi penulis sendiri hampir semua aktifitas perpesanan secara mobile menggunakan Whats App. Aplikasi yang berinduk pada perusahaan milik Mark Zuckerberg ini dipakai oleh orang-orang di sekitar penulis baik untuk keperluan formal maupun informal. Baik untuk urusan kantor maupun pertemanan.

Kemudahan WhatsApp dalam perpesanan, group-group yang memudahkan komunikasi, adanya pesan gambar, foto, voice note, video, melampirkan file, striker, panggilan suara sampai pada panggilan video dan semuanya itu bisa diperoleh dengan gratis rasanya memang membuat WhatsApp memang sebuah aplikasi perpesanan yang tiada banding dari segi fitur. Maka tidak heran jika banyak masyarakat kita yang menjadikan WhatsApp sebagai pilihan.

Sampai pada titik ini dengan begitu banyak kemudahan dan lazim digunakan pada kehidupan sehari-hari baik pada urusan kantor maupun guyonan, WhatsApp menjadikan bagian dari budaya per pesanan kita. Apalagi dalam masa pandemi yang membutuhkan informasi secara daring lebih banyak.

Rasanya saat ini tidak bisa dibayangkan bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia yang terbiasa berkomunikasi dengan smartphone untuk tidak menggunakan WhatsApp yang secara umum sudah begitu melekat. 

Menguninstall dan mengganti dengan aplikasi lain perkara mudah, tetapi membentuk semua masyarakat on line yang sudah 83 persen memakai WhatsApp bukanlah perkara gampang. 

Gerakan migrasi dengan jumlah sebesar itu secara bersamaan bukanlah sesuatu hal semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi banyak ajakan untuk tidak memakai WhatsApp tetapi disebarkan dengan media WhatsApp, ironis.

Bukannya hal itu tidak mungkin dilakukan, tetapi butuh waktu dan mungkin ke samaan bahasa. Lebih efektif lagi jika pemerintah ikut di dalamnya. Misalnya negara kita meluncurkan perpesanan produk kita sendiri yang kompatibel dan bagus, lalu semua diharuskan memakai. Tetapi sekali lagi itu semua butuh proses, waktu, dan kerja keras.

Jadi, Say No To WhatsApp? Rasanya sih agak ragu itu bisa terjadi di Indonesia dalam waktu sekarang....I]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun