Segelas Air Putih
Oleh : Widodo, S.Pd.
Aih, betapa indahnya hidupku ini. Tiada yang lebih indah untuk dilukiskan dalam hidupku ini selain duduk berpangku tangan sambil  meneguk secangkir kopi susu  hangat, sambil menatap langit senja dari sebuah balkon rumah  di perumahan rumah sangat sederhana seperti ini. Saya membenarkan apa kata dunia bahwa rumahku istanaku.Â
Betapa tidak, dengan aktivitas rutinku seharian sebagai seorang guru biasa dari sekolah dasar swasta di Kawasan Vila Regensi Tangerang.Â
Saya pulang sore dan masih memiliki me time yang artinya saya memiliki banyak waktu untuk ngobrol dengan diriku sendiri. Bisa jadi obrolan dengan diri sendiriku ini saya tuangkan ke dalam tulisan cerita kecil.Â
Dengan me time ini serasa biar dibayar satu milyar pun, aku tidak mau jika harus menukarkan hidupku ini dengan hidup orang lain. Suasana hatiku seperti baru saja menang lotre, Â padahal ini hanya khayalan atau imajinasiku belaka, namun betapa elegannya hidupku ini.
Sore itu aku membawa secangkir kopi susu hangatku untuk minum sambil  duduk di balkon rumah lantai dua seperti biasanya. Ketika itu aku menyadari betapa aku terkekeh kekeh geli saat  merenungkan seorang murid bernama Gaby di suatu pagi.Â
Gaby mengendap -- endap ke dalam kelas. Suasana sekolah masih sangat sepi, belum ada seorang muridpun yang datang.Â
Seperti biasa sebelum pelajaran dimulai, Gaby selalu meletakkan segelas air putih di atas mejauntukku, sebagai wali kelasnya. Stelah itu iapun ke luar dari kelas dan menunggu kedatangan teman-temannya untuk bermain bersamanya.
" Kau dari mana Gaby ?" Tanya teman-temannya.
" Tadi saya dari kelas sebentar," jawab Gaby. Gaby memang sangat perhatian terhadap gurunya. Anehnya aku tidak pernah tahu bahwa yang selalu menyiapkan air putih itu adalah Gaby. Pikirku yang selalu menyiapkan adalah Pak Nardi sebagi pembantu sekolah. Mungkin bagi Gaby hal itu tidak penting karena yang terpenting adalah setiap kali mengajar, gurunya tidak pernah kehausan.
Seperti biasa, setiap hari Jumat, saya mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia dengan penuh semangat, antusias, dan berusaha selalu ramah, biarpun tanggal tua, Â serta di hari Jumat pelajaran terakhir pula. Â Sementara Gaby tetap semangat mengikuti pelajaran, biarpun duduk di bangku paling belakang. Â