Jerit malam penanda sunyi
Bising angin mengajakku pergi
Sejenakku terbawa menuju sepi
Aku teringat!
Dimana hari menuntunku menemukanmu
Ada sedikit senyuman kala itu
Ku teringat kala itu..
Tatapan tajam dan senyuman itu
Seolah menamparku
Dan membangunkanku dari mimpi buruk waktu itu
Indah sekali..
Bagaikan desiran angin ditengah ladang
Ku nikmati dan resapi kenikmatan itu
Seakan tak mau hilang dari ingatan
Terus membayangiku disetiap malam
Bagai menemukan harapan dalam penjara diri
Aku melihat bunga dari kejauhan
Ku coba dekati dengan langkah tak pasti
Dengan angan kau dapat tuk ku miliki
Tapi apakah itu?
Tembok besar dan tajam itu mengapa mengelilinginya?
Wahai kumbang..
Dapatkah aku memetiknya?
Haruskah aku terluka?
Atau pulang dengan genggaman kosong penuh rasa kecewa
Seribu tanya hari ini
Seolah menyadarkanku bahwa bungi itu telah berada dalam pagar kedamaian
Seperti tak pantas lagi untuk ku berangan
Bahkan untuk bersaingpun serasa tak masuk akal
Ya, seperti kau tau
Aku hanyalah benih kecil yang tak berarti jika kau genggam
Namun akan berarti jika kau tanam dalam selangsa hati yang terdalam
Dalam cemas ku berangan
Kelak kau dapat ku genggam
Dan kujaga hingga waktu melayumu
Duhai Bungaku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H