Membayar kolektif juga harus disertai "pengejaran" tanda bukti pembayaran yang sah, dengan bukti pembayaran bertuliskan "Surat Tanda Terima Setoran" (STTS). Untuk lembaran STTS yang saya terima dari bank, di kertas STTS itu ada pula tulisan "Pemerintah Kabupaten Klaten Badan Pengelolaan Keuangan Daerah".Â
Ada pula keterangan mengenai pembayaran PBB, mulai dari tempat pembayaran, Nomor SPPT, Nama Wajib Pajak, Letak Objek Pajak, Total Tagihan, dan Tanggal Pembayaran disertai Cap dan Tanda Tangan Teller.
Berikutnya, saya hendak mengingatkan bahwa pembayaran kolektif tak serta-merta membebaskan Kompasianer dari cek dan ricek untuk memastikan apakah benar PBB kita telah dibayarkan atau belum.Â
"Kok tidak percaya sama aparat desa, sih?" mungkin ada yang bertanya seperti itu. Jawabannya simpel, "Bukan tak percaya, melainkan perlu memastikan sebagai bentuk pertanggungjawaban."
Ketika menanyakan STTS dari pajak yang telah dibayarkan, bersiaplah juga untuk menerima jawaban, "Sebentar, kami juga belum menerima STTS karena pembayaran kolektif butuh waktu lama." Oke. Terima jawaban itu, tapi langsung berikan pertanyaan balik, "Kira-kira berapa lama?"
Selanjutnya, pegang jawaban itu dan tanyakan kalau pada waktu yang disebutkan, belum ada kejelasan. Jika jawaban yang Anda terima masih "O ... a ... o ... e" alias tak jelas, berhati-hatilah karena kemungkinan ada masalah dalam pembayaran itu. Apalagi jika jatuh tempo sudah lewat lebih dari satu bulan!
Jangan segan bertanya, apalagi merasa tidak enak karena "oknum"-nya mungkin teman, tetangga, atau kerabat dekat Anda. Ingat sekali lagi, bertanya adalah HAK Anda! Segan bertanya seperti membuka pintu bagi peluang untuk ketidakberesan semakin mudah terjadi karena tidak ada yang menanyakan!
****
Kita tentu tak bermaksud menuduh pihak penerima pembayaran kolektif bahwa mereka berniat buruk, ingin menilep, atau melakukan korupsi pajak PBB. Namun, seperti saya sebutkan di atas, Anda punya hak penuh untuk menanyakan kejelasan dari pembayaran kolektif tersebut.Â
Bayangkan, jika dana kolektif yang dikumpulkan sebanyak 200 Wajib Pajak, lalu anggaplah setiap Wajib Pajak "hanya" membayar 70.000 rupiah, maka akan ada empat belas juta rupiah yang tidak jelas nasibnya!
****