Tak kurang dari 60 menit setelah 2018 dimulai, bersama istri saya berkendara dari Yogyakarta menuju Delanggu, tempat tinggal kami, sesuai mengikuti ibadah akhir tahun. Rute kami melewati Candi Prambanan dan Alun-alun Klaten, dua lokasi yang baru saja menjadi "tempat ngumpul" untuk merayakan pergantian tahun, dengan kepadatan massa yang di atas normal. Namun, kami melihat hal yang sama di dua lokasi, yakni sampah berserakan di sepanjang jalan dan sama sekali tak sedap dipandang.Â
Sepintas kami melihat, kebanyakan sampah yang berserakan terdiri dari kertas koran bekas serta bungkus makanan dan plastik minuman. Tak sedikit pula bekas terompet yang dibuang begitu saja seusai ditiup tepat saat pergantian tahun. Sayang, kami tak sempat berhenti untuk sekadar memotret sebagai "barang bukti" supaya tulisan ini lebih meyakinkan.
Berita seputar sampah yang menumpuk seusai perayaan pergantian tahun, hingga siang ini atau setelah 36 jam keriuhan tahun baru berlalu, juga masih mewarnai laman berita online  dan media sosial, termasuk di grup Info Cegatan Jogja (ICJ) yang memuat soal keluhan soal sampah yang menumpuk di Pantai Parangtritis, Yogyakarta. Laman cnnindonesia.com (01/01/2018) juga mengangkat terobosan menarik yang dilakukan oleh pengelola Taman Impian Jaya Ancol terkait tumpukan sampah di Pantai Lagoon, Ancol. Para pengunjung dilibatkan untuk mengumpulkan sampah, dengan imbalan berupa uang untuk setiap kilogram sampah yang terkumpul.Â
Apakah Anda ingin tahu berapa kilogram sampah yang menumpuk di satu kawasan saja? Lebih dari satu ton!Terobosan untuk melibatkan pengunjung memang patut diacungi jempol ke atas, tetapi sampah yang melonjak lebih dari 700 kilogram dibandingkan tumpukan sampah pada tahun sebelumnya, patut diberi jempol ke bawah!
Fenomena Sampah Menumpuk Selalu Berulang
Alasan kurangnya jumlah tempat atau plastik sampah yang disediakan oleh pengelola tempat wisata, panitia acara tahun baruan, atau pemerintah setempat--atau siapapun pihak yang ingin dituding sebagai penyebabnya!--menurut saya tidak bisa dijadikan alasan yang tepat, sehingga orang bisa bebas membuang sampah sembarangan.
Sampai hari ini saya masih membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya. Kalau tidak ada tempat sampah bagaimana? Saya akan kantongi, masukkan dalam tas, atau dipegang sebentar, sambil mencari tempat sampah terdekat, lalu tinggal dilempar deh, ke dalam tempat sampahnya! (bukan dilempar di luarnya atau dilempar di selokan, lho ya!)
Saya kok sangat yakin bahwa tumpukan sampah setiap kali massa berkumpul, sebenarnya imbas dari kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari, yang dimulai dari dalam rumah, ya? Sampai akhir 2017 lalu, masih melihat beberapa "manusia primitif" tadi, yang seenaknya membuang sampah di selokan atau di sungai, tanpa merasa bahwa tindakannya dapat membahayakan orang lain---kalau sampai terjadi banjir karena saluran air yang tersumbat! Saya pun beberapa kali masih melihat sampah menumpuk di pinggiran sawah, di pinggir jembatan, hingga di lahan kosong, yang bila dibiarkan maka volume sampahnya akan semakin menumpuk.
Belum lagi bila kita bicara soal sebagian pengendara, pengemudi, dan penumpang yang menjadikan jalan raya sebagai "kotak sampah besar" sehingga mereka seenaknya melemparkan sampah apa pun dari jendela mobil mereka atau sementara berkendara dengan sepeda motor. Apakah Anda juga melihat hal yang sama?
Menjadikan sebagai Resolusi Bersama pada 2018
Semuanya dimulai dari keputusan. Ya, dimulai dari keputusan bahwa kita tidak akan membuang sampah sembarangan, termasuk di kamar pribadi kita, atau di kamar mandi yang ada di dalam rumah kita sendiri. Setelah keputusan dibuat, kita lanjutkan dengan tindakan nyata, yang terus-menerus dilakukan hingga menjadi kebiasaan.
Tantangan akan mulai muncul ketika kita berada di tempat umum atau di kendaraan umum, lalu kita ingin membuang sampah tetapi tidak ada tempat sampah atau plastik di dekat kita. Kita mungkin akan tergoda untuk meletakkan sampah begitu saja, lalu meninggalkannya sambil berharap akan ada orang yang membereskan dan membuang sampah kita. Atau, kita akan tergoda untuk melemparkan sampah ke tempat yang "lazim" seperti di sekitar pohon, di lahan kosong, di selokan atau sungai, atau di jalan raya. Sesekali kita mungkin akan melakukan (membuang sampah sembarangan) dan merasa bersalah. Itu tanda yang bagus, tetapi harus segera direspons dengan "bertobat" dan membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya.
Jika sudah mulai terbiasa, rasanya tak akan sulit untuk menerapkan kebiasaan baik itu ketika kita berada di manapun. Entahkah kita sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, di pasar tradisional, di tengah pesta ulang tahun, saat merayakan pesta tahun baru, atau saat berada di puncak gunung tanpa ada seorang pun, niscaya kita tidak akan tergoda untuk meninggalkan sampah atau membuang sampah sembarangan.
Nah, mumpung tahun baru masih "hangat", mungkin kita bisa memasukkan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya dalam daftar resolusi kita untuk dilakukan sepanjang 2018 ini. Tindakan yang sederhana, tetapi jika sudah menjadi kebiasaan akan sangat bermanfaat dan yang pasti, tidak akan merugikan orang lain. Saya pun akan meneruskan kebiasaan baik ini sepanjang tahun yang masih tersisa lebih dari 350 hari ini---saya tak mau dibilang "manusia primitif" karena membuang sampah sembarangan!Â
Atau, jika saya mengajak untuk menjadikan kebiasaan baik ini sebagai resolusi bersama, apakah Anda bersedia? Rasanya akan memberi dampak yang lumayan jika setiap Kompasianer yang membaca artikel ini, memiliki tekad yang sama sepanjang 2018 ini, yakni untuk lebih disiplin membuang sampah pada tempatnya.Â
Kita jadikan tekad bersama.
Kita wujudkan lewat aksi nyata.
Kita bawa kebiasaan ini ke mana-mana.
Kita tularkan dan ajarkan kepada orang-orang terdekat kita.
dan ... kalau kita masih diberi kesempatan merayakan pergantian tahun 2018 ke 2019, kita bersama keluarga akan bersama-sama menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan, di manapun kelak kita akan menyambut pergantian tahun.
Setuju?
Salam hidup bersih!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H