Saya hanya sedikit khawatir dampak luasnya di masyarakat bisa terjadi pertengkaran hanya gara-gara kedua pihak (pembeli dan penjual) sama-sama salah sangka, trus saling ngotot merasa dirinya benar, diakhiri dengan baku hantam. Atau bisa juga terjadi, kita beradu mulut dengan tukang parkir karena meminta kembalian delapan belas ribu, padahal kita sebenarnya memberi uang dua ribu---agak berlebihan sih contohnya, tapi bukan mustahil bisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Gawat, kan!
Sedikit tips dari saya untuk mengakhiri artikel ini, supaya kita tidak dirugikan atau merugikan orang lain terkait kemiripan dua pecahan uang kertas di atas:
1. Ambil waktu khusus untuk melihat uang kertas yang Anda terima, entah yang Anda kira "2.000" atau "20.000" (sekitar 5 detik).
2. Fokus langsung pada angkanya, lalu cermati dengan baik-baik. Pastikan Anda sudah melihat dengan BENAR nominalnya.
3. Jika Anda menerima uang kembalian, lakukan pengecekan di hadapan penjualnya supaya sama-sama tahu.
4. Jika uang itu masih di dompet, tak ada salahnya kita memastikan (hitung ulang), lalu masukkan lagi ke dompet (daripada keliru!)
5. Jangan pernah anggap kekeliruan uang kembalian sebagai rezeki, karena sebenarnya itu "ujian" kejujuran. Segera kembalikan!
Nah, apakah Kompasianer pernah punya pengalaman yang sama? Jika YA dan Anda punya tips jitu lainnya guna menghindari kekeliruan dalam bertransaksi tunai, saya harap Anda tak keberatan untuk menceritakannya (di kolom komentar) supaya artikel ini semakin lengkap dan bermanfaat bagi semua pembaca.Â
Akhirnya, saya berharap kiranya artikel singkat ini bisa bermanfaat bagi kita. Selamat menyongsong liburan, tetap waspada dan cermat dalam bertransaksi, dan mari bersama-sama kita jauhkan sikap dan kebiasaan bersenang-senang di atas kerugian atau kesusahan orang lain, seperti ulasan pada artikel di atas. Ingatlah bahwa nilai diri dan reputasi kita jauh lebih berharga jika dibandingkan dengan selembar uang kertas!
Matur nuwun!
-wsp-