Biaya pemeliharaan kesehatan fisik memang cukup mahal, terlebih bagi penderita penyakit kronis atau yang memerlukan "pertemuan" rutin dengan dokter spesialis. Tanpa adanya kesiapan materi, hal ini dapat menimbulkan masalah keuangan yang cukup serius, baik bagi yang pasien (penderita), maupun bagi keluarga besar yang harus menanggung biaya pengobatannya.
Izinkan saya bercerita mengenai apa yang terjadi dalam keluarga kami selama lebih dari lima tahun terakhir. Kami sungguh merasakan betapa beratnya biaya kesehatan yang harus kami tanggung sebelum diberlakukannya program BPJS, lalu apa yang terjadi setelah kini kami semua tergabung sebagai peserta program jaminan kesehatan dari pemerintah tersebut.Â
Jadi, bisa dikatakan bahwa keluarga kami sangat merasakan perbedaan semenjak terselenggaranya jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.Â
Hal yang jelas kami rasakan terkait orangtua (ibu) kami, yang kini berusia 68 tahun dan harus menjalani pengobatan rutin terkait penyakit diabetes yang diderita oleh beliau. Apalagi setelah kurang lebih 3 tahun terakhir, beliau juga sempat terkena stroke ringan, dimana untuk penanganan dan perawatan selanjutnya juga memerlukan biaya. Belum lagi terkait kondisi mata beliau yang semakin mengalami penurunan fungsi, semakin memberatkan beban keuangan keluarga kami.
Pengobatan Penyakit Kronis dari Kata Murah
Kita tahu bahwa pengobatan untuk ketiga jenis penyakit (diabetes, saraf, dan mata) di atas jauh dari kata "murah". Untuk perawatan akibat diabetes saja, dimana ibu kami sudah harus menerima suntikan insulin setiap hari (dengan dosis lumayan tinggi), hanya untuk biaya pembelian insulin (model pen) setiap bulan, diperlukan sekitar Rp. 400.000. Belum lagi untuk biaya berobat, yang menelan biaya lumayan besar karena harus ditangani oleh dokter spesialis. Bisa dibayangkan untuk tiga dokter spesialis (penyakit dalam, mata, dan saraf), berapa juta rupiah harus kami keluarkan setiap bulan?
Jika hal di atas belum cukup menggambarkan, silakan ditambahkan dengan biaya opname yang harus kami bayarkan untuk dua kali rawat inap yang pernah dijalani oleh ibu kami. Istilah saya, bisa jadi "satu motor" akan terlepas untuk mengupayakan kesehatan dan pemulihan dari ibu kami, jika sewaktu-waktu beliau harus menjalani rawat inap.
Apakah sudah cukup? Masih belum. Kondisi ibu kami yang tidak bisa "berkemih" layaknya orang normal membuat beliau harus mengenakan pampersminimal 3 buah per hari. Anggap saja untuk sekali pemakaian pampers(yang bisa menampung 2-4 kali buang air kecil) seharga Rp. 5.000, maka per hari kami memerlukan dana sebesar Rp. 15.000, masih harus dikalikan 30 hari---silakan bisa hitung sendiri.
Semua biaya di atas masih belum termasuk biaya seperti pembelian obat, jarum suntik (untuk pen insulin), obat tetes mata, dan berbagai keperluan lainnya terkait pemeliharaan kesehatan dari ibu kami. Â Secara pribadi, saya dan istri juga telah tergabung sebagai peserta BPJS Kesehatan dan telah menerima manfaat untuk pemeliharaan kondisi kesehatan kami sejak bergabung sebagai peserta.
Program BPJS Kesehatan sebagai "Jawaban Doa"
Sebagai orang yang beragama, terus terang kami pun berdoa supaya Yang Mahakuasa membuka jalan. Hingga akhirnya, kami merasa (selanjutnya menyakini) bahwa program jaminan kesehatan yang diadakan oleh pemerintah adalah bagian dari jawaban doa kami---mungkin jawaban Anda juga, yang punya pengalaman serupa dengan keluarga kami.
Ya, tak dapat dipungkiri, sejak kami sekeluarga ikut serta dalam program yang diadakan oleh BPJS Kesehatan, terutama orangtua kami, manfaatnya langsung kami rasakan tak lama setelah keanggotaan tersebut diaktifkan (dapat dipakai untuk berobat). Kami bahkan merasa bahwa besarnya iuran bulanan, sebagai peserta mandiri, terbilang relatif murah, dibandingkan manfaat yang diperoleh oleh ibu kami.
Ya, sejak mengikuti program jaminan kesehatan dari pemerintah, kami tak lagi takut atau khawatir harus mengeluarkan biaya cukup besar setiap kali akan membawa ibu kami berobat ke Faskes I, sesuai dengan yang kami pilih saat mendaftar program dari BPJS Kesehatan. Kami juga tak ragu lagi untuk mengurus surat rujukan, supaya bisa segera memeriksakan ibu kami ke rumah sakit terdekat di daerah kami, dan menyesuaikan waktu dengan jadwal praktek dokter yang kami perlukan.Â
Uang yang sebelumnya dipakai untuk membayar jasa dokter spesialis, pembelian obat yang diresepkan, suntikan insulin, dan terkadang juga untuk terapi saraf, kini bisa kami alihkan untuk keperluan lain, seperti yang telah saya sebutkan di atas.
Intinya, kami lega dan senang karena kesehatan dari ibu kami bisa lebih terjaga, sekaligus terpantau setelah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan Mandiri (Perorangan).
BPJS Ribet dan Berbelit-belit?
Saya tidak tahu bagaimana pengalaman Anda, tetapi bagi saya, program BPJS Kesehatan sama sekali tidak ribet atau berbelit-belit. Memang awalnya nampak susah dan repot, tetapi setelah memahami prosedurnya, ternyata cukup mudah, baik ketika saya harus membawa ibu kami ke Faskes I maupun ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan rutin. Setahu saya, layanan BPJS dianggap ribet dan berbelit-belit karena belum memahami prosedur yang ditetapkan oleh pihak penyelenggara, yang harus ditaati oleh peserta program.
Terkait layanan BPJS Kesehatan yang biasanya dimanfaatkan oleh ibu kami, biasanya kami hanya perlu melakukan empat hal berikut ini:
Memastikan stok fotokopi berkas data pribadi yang diperlukan: fotokopi KTP, fotokopi kartu BPJS, dan fotokopi Kartu Keluarga. Setelah mendapat surat rujukan (dari Faskes I ke rumah sakit maupun surat rujukan balik dari rumah sakit ke Faskes I), berkas ditambah dengan fotokopi surat rujukan tersebut.
Melakukan update jadwal praktek dokter spesialis langganan (terutama di rumah sakit), lalu mengatur waktu agar dapat mengantar ibu kami sesuai jadwal tersebut.
Secara berkala mengecek apakah ada perubahan kebijakan terkait penerbitan Surat Elegibilitas Peserta (SEP) dari petugas BPJS Kesehatan di rumah sakit, sebagai syarat awal pemeriksaan menggunakan kartu BPJS.
Mengantar ke Faskes I atau rumah sakit, sesuai jadwal dan program yang berlaku. Terkhusus untuk penanganan diabetes, biasanya berlaku "Program 1-3" (sebutan saya pribadi), yakni 1 kali periksa ke rumah sakit, lalu 3 kali periksa menggunakan berkas rujuk balik ke Faskes I.
Nah, terkait hal-hal teknis seputar BPJS Kesehatan, sekarang masyrakat semakin dimudahkan dengan hadirnya aplikasi mobileJKN dari BPJS Kesehatan. Saya sudah mengunduhnya dan mencoba tap-tapbeberapa menu yang ada di aplikasi tersebut. Silakan coba unduh dan lakukan pendaftaran dengan mengikuti langkah-langkah yang ada. Setelah itu, coba tapberbagai fitur yang ada di sana, terutama untuk tiga fitur berikut:
INFO JKN: berisi info seputar pendaftaran, hak dan kewajiban, sanksi, fasilitas, dan manfaat mengikuti BPJS KEsehatan.
PESERTA: Anda bisa cek informasi Anda sebagai peserta program BPJS Kesehatan, meliputi nama, nomor kartu BPJS, kelas perawatan yang dipilih, nama dokter Faskes I, dan nama dokter gigi.
KARTU PESERTA: Tampilan kartu sebagai bukti Anda menjadi peserta program BPJS Kesehatan
Tentunya, selain tiga fitur di atas, masih ada banyak fitur lain yang dapat Anda coba, seperti Lokasi Faskes, Tagihan, Skrining Riwayat Kesehatan, Pengaduan Keluhan, dan lain sebagainya. Sebaiknya, Anda tak menunda waktu lagi untuk segera mengunduh aplikasinya di Google Play atau Apple Store, lalu segera nikmati kemudahan lewat aplikasi tersebut!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H