Apakah Anda setiap hari melintasi jalan raya? Apakah Anda kerap kali dibuat bingung dengan peraturan BELOK KIRI, antara boleh langsung belok (sekalipun lampu lalu lintas warna merah masih menyala) atau harus berhenti (baru boleh belok setelah lampu lalu lintas warna hijau masih menyala)? Jika YA, mungkin ulasan di bawah ini bisa membantu:
****
Seorang anggota grup Facebook Info Cegatan Jogja (ICJ) dengan nama akun "Andi N N" belum lama ini berkeluh kesah lantaran baru saja kehilangan Rp. 200.000 setelah terkena tilang di daerah Kasongan, Bantul, DIY. Si pemilik akun itu pun sempat mendebat petugas karena merasa tak bersalah. Sebagai pengendara, ia merasa kalau tak ada rambu larangan belok (seperti gambar sebelah kanan), berarti otomatis boleh belok kiri langsung, sekalipun lampu lalu-lintas masih menyala warna merah. Ternyata asumsinya keliru. Petugas lalu memberi penjelasan dan tetap menilang karena "Andi N N" dianggap bersalah dan melanggaran peraturan lalu-lintas.Â
Seperti biasa ... berbagai tanggapan lantas muncul dengan tiga jenis pendapat:Â
a) Setuju bahwa si pemilik akun memang bersalah
b) Bingung (karena pernah mengalami hal yang serupa)
c) Memberi nasihat dan ajakan agar melek peraturan dan taat hukumÂ
Salah seorang anggota grup ICJ lantas memasang gambar petikan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, seperti cuplikan gambar berikut:
Saya pun coba mencari tahu lebih lanjut, lantas mendapat penjelasan yang mendukung gambar di atas. Seorang petugas kepolisian dari Banjarmasin, menanggapi pertanyaan "Bolehkah Belok Kiri Jalan Terus?" menyampaikan sebagai berikut: (maaf agak panjang)
YTH. Pembaca Banjarmasin Post. Perlu kami jelaskan, semenjak diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 2009 pengganti dari UU Nomor 14 Tahun 1992 yang sebelumnya UU tersebut memperbolehkan belok kiri jalan terus walaupun traffic light menyala warna merah, tapi budaya berlalu lintas yang kurang patuh dan taat pada aturan sehingga menimbulkan kesulitan bagi pejalan kaki yang akan menyeberang di persimpangan tersebut.
Dan seringkali kendaraan bermotor yang langsung berbelok kiri tersebut mengabaikan kendaraan dari arah lainnya yang mempunyai hak utama penggunaan jalan di persimpangan tersebut. Dimana seharusnya kendaraan yang langsung berbelok kiri harus tetap mendahulukan kendaraan dari arah lainnya yang mendapatkan lampu hijau dan/atau kendaraan lainnya yang dari arah sebelah kanannya.
Hal itu pulalah yang kemudian menjadi salah satu dasar pertimbangan dicabutnya aturan baku belok kiri boleh langsung di persimpangan yang ada lampu pengatur lalu lintasnya. Pencabutan aturan itu lalu diadopsi di UU Nomor 22 Tahun 2009, yang merupakan revisi dan penggantinya UU 14/1992.
Pada persimpangan jalan yang dilengkapi alat pemberi isyarat lalu lintas, pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh rambu lalu lintas atau alat pemberi isyarat lalu lintas', demikian yang tercantum di pasal 112 ayat 3 pada UU 22/2009.
Aturan baru tersebut mulai efektif diberlakukan semenjak diundangkan dan disahkannya UU 22/2009, yaitu sejak 22 Juni 2009. Oleh sebab itu, jika persimpangan jalan dilengkapi dengan traffic light, maka kendaraan hanya boleh langsung belok kiri apabila ada rambu lalu lintas yang memperbolehkannya dan/atau ada lampu khusus pengatur bagi yang akan belok kiri.
Maka, apabila lampu lalu lintas warna merah masih menyala, belum diperbolehkan untuk belok kiri. Jika melanggarnya, ancaman denda uang sebesar maksimal Rp 500.0000 atau pidana kurungan maksimal dua bulan penjara. Ketentuan tersebut diatur di pasal 287 ayat 2, bunyinya:"Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Terima kasih. (Sumber:http://banjarmasin.tribunnews.com/2017/09/20/bolehkah-belok-kiri-jalan-terus)
****
Jadi intinya, dalam kondisi biasa (normal), setiap pengendara kendaraan bermotor wajib berhenti ketika lampu lalu lintas warna merah masih menyala.Peraturan tersebut menjadi "tak berlaku" hanya ketika ada rambu lainnya yang mempersilakan pengendara kendaraan bermotor untuk "belok kiri langsung", tanpa harus memperhatikan lampu lalu lintas menyala warna apa. Jika ada rambu berkata "Belok Kiri Jalan Terus", maka jangan ragu-ragu untuk segera belok dengan damai sejahtera, dengan tetap waspada terhadap kemungkinan pengendara ngawur yang bisa nyelonong sewaktu-waktu. Pastikan pula Anda mengetahui setelah jalan terus, terus ke mana ... terus mau pulang atau terus mampir ke warung ... atau terus menikmati perjalanan ... Hehehe ...Â
Peraturan berupa larangan belok kiri langsung ini menjadi semakin tegas, apabila dipasang rambu seperti gambar sebelah kanan (di atas). Biasanya, rambu tambahan ini dipasang pada daerah yang semula membolehkan pengendara kendaraan bermotor untuk belok kiri "sesuka hatinya", kemudian mendadak peraturan itu diubah, dari boleh menjadi tidak boleh. Dalam hal ini, pengendara kendaraan bermotor harus cermat dan membaca rambu yang mendadak muncul ini dan sebaiknya segera diikuti dengan menaati peraturan tersebut.
Jangan pernah berpikir, :"Ah, biasanya juga belok kiri langsung. Kenapa sekarang kudu berhenti? Belok aja aaaah...!" (Silakan saja lakukan, kalau pas membawa uang lebih, minimal Rp. 200.000 untuk jaga-jaga bila "ketiban sial" dan kena tilang, uang sudah tersedia.)
Kita pun perlu berhati-hati jikalau ada rambu seperti gambar di bawah ini. Jangan nekat melanggar kalau tidak ingin lembaran uang warna merah di dompet Anda melayang dengan sukses.Â
Demi kelancaran lalu lintas, tak ada salahnya juga apabila pengendara kendaraan bermotor yang kebetulan berhenti di traffic light  agar berhenti di sebelah kanan garis (marka jalan), guna memberi ruang cukup bagi pengendara lain yang akan belok kiri, entah mereka berhenti atau belok kiri langsung. Jangan sampai karena keegoisan kita, yang tak mau mengantre di belakang, justru menambah ruwet dan macet hanya karena kita memaksakan berhenti di jalur sebelah kiri.Â
Namun, kita perlu berhati-hati pula agar jangan sampai kita malah berhenti ketika seharusnya semua kendaraan bermotor diperbolehkan "belok kiri langsung", Kalau sedang sial, kita pun bisa terkena "surat cinta" dari petugas kepolisian yang harus ditebus dengan biaya yang tidak sedikit---intinya konsentrasi dan cermat melihat dan membaca rambu-rambu yang ada!
Akhirnya, sebagai pengendara yang belum lama ini juga dikagetkan oleh perubahan tanda larangan belok kiri langsung, saya mengajak agar kita semua belajar untuk menjadi pengendara kendaraan bermotor yang "sadar diri" dalam hal tertib berlalu lintas. Kalau semua pengendara kendaraan bermotor bisa tertib, menaati peraturan lalu lintas, dan menghargai pemakai jalan yang lainnya, niscaya suasana di jalan raya bisa lebih adem dan meminimalkan potensi keributan karena konflik yang sebenarnya tidak perlu.
Kiranya tulisan ini bermanfaat bagi kita. Amin!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H