Mohon tunggu...
Widodo Surya Putra (Mas Ido)
Widodo Surya Putra (Mas Ido) Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Arek Suroboyo | Redaktur renungan kristiani | Penggemar makanan Suroboyoan, sate Madura, dan sego Padang |Basketball Lovers & Fans Man United | IG @Widodo Suryaputra

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Provokasi dan Pengaruhnya pada Hasil Akhir Pertandingan

16 September 2017   11:04 Diperbarui: 16 September 2017   19:02 4156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tendangan Kungfu Eric Cantona setelah terprovokasi teriakan penonton (The Telegraph)

Apakah membalas provokasi dengan elegan mudah dilakukan? SAMA SEKALI TIDAK MUDAH! Saya pun terkadang dibuat jengah dengan perilaku sedikit kasar dari teman sepermainan di lapangan basket. Saya bahkan pernah hampir menendang sesuatu, seandainya ada di sekitar saya, karena sikap terlalu egois yang ditunjukkan oleh pemain yang masih satu tim dengan saya!

Dibutuhkan pengendalian diri dan kecerdasan emosi supaya aksi provokasi tak membuat amarah meledak. Pengendalian diri juga tak selalu (tak pasti) dimiliki pemain yang sudah senior (berusia dewasa)---seperti pemain muda juga tak selalu berarti mudah terbakar amarah karena pengaruh jiwa muda yang masih labil dan mudah meledak.

Tak mudah merespons provokasi dengan positif, tetapi juga tak mustahil untuk dipraktikkan dalam sebuah pertandingan. Dalam olahraga tim, peran pelatih dan para pemain lain yang sama-sama berada di atas lapangan sungguh penting dalam meredam setiap aksi provokasi dari pemain lawan, pelatih, hingga pendukung tuan rumah. Peran sang kapten juga sangat penting, sebagai pemain yang diharapkan dapat meredam amarah rekan-rekannya ketika tensi pertandingan memanas, atau lecutan api provokasi nampak mulai terlihat dalam diri rekan-rekannya. Nah, kalau sang kapten itu sendiri yang justru terprovokasi di atas lapangan, masalah bisa semakin runyam!

****

Nah, aksi Saddil Ramdani dalam pertandingan semifinal Piala AFF U-18 kemarin sore sebenarnya hanyalah "secuil" buah dari aksi provokasi pemain Thailand yang kali ini mengenai Saddil Ramdani, yang gagal direspons dengan positif oleh pemain asal Persela Lamongan itu. Kebetulan pula, akhirnya Timnas Garuda Nusantara kalah pada adu tos-tosan sehingga gagal melangkah ke partai puncak. 

Seandainya kemarin Indonesia menang, mungkin Saddil akan lebih bisa dimaafkan, sekalipun mungkin aksi sikutnya tetap dianggap keliru oleh sebagian masyarakat kita. Saya tak bermaksud menyalahkan Saddil, sekalipun tetap menyayangkan respons kilat yang mungkin dilakukan tanpa berpikir jernih. Saya pun berharap agar kelak dia dapat belajar banyak dari peristiwa ini, begitu pula dengan para pemain lainnya, tanpa perlu terlebih dahulu mendapatkan kartu merah.

By the way... ibarat pepatah kuno yang berkata, "Nasi sudah menjadi bubur" mau tak mau harus kita terima. Terkhusus untuk pertandingan semifinal Piala AFF U-18 yang kita saksikan bersama, hasil akhir tak bisa diubah. Peluit berbunyi tanda berakhirnya pertandingan untuk kemenangan Thailand juga tak bisa ditelan lagi (peluitnya). Mau protes bagaimana pun, mau menangis selama apa pun, Timnas Garuda Nusantara tetap dinyatakan kalah dan selanjutnya wajib bertanding memperebutkan tempat ketiga melawan Myanmar besok Minggu (17/9). 

Hanya, peristiwa terbakarnya amarah pemain tim nasional sepak bola kita, pada berbagai tingkat usia, diharapkan dapat direspons dengan perbaikan serius, yang dimulai pada kompetisi lokal di Tanah Air. Perbaikan dari sisi cara bermain, terutama mendefisiikan ulang takling-takling yang masih dianggap aman dan bisa diterima oleh peraturan sepak bola di seluruh dunia, nampaknya harus kembali dipelajari dan diterapkan dalam kompetisi resmi di berbagai tingkatan. 

Ingatlah bahwa dalam pertandingan internasional, hukuman bisa lebih keras diberikan pada tindakan yang terkait kemarahan dan aksi balasan, yang mungkin hanya mendapat senyuman, perkataan, "Jangan diulangi lagi, ya!" atau sedikit pelototan dari wasit yang memimpin laga, sekalipun ketegasan komisi disiplin PSSI akhir-akhir ini juga mulai tegas terhadap aksi kekerasan untuk beberapa laga.

Akhirnya, mari berharap ke depan agar Timnas Garuda kebanggaan kita, dalam berbagai eventresmi yang diikuti oleh levelusia junior maupun senior, dapat lebih baik lagi dalam merespons setiap aksi provokasi di lapangan hijau. Kerugian akibat "kartu merah yang tidak perlu"kita harapkan jangan sampai terjadi lagi pada masa mendatang. Menyikut boleh, selama yang disikut hati seseorang yang sedang ditaksir, atau kalau berani menyikut hati putri kesayangan wasit atau pelatih dari tim lawan, hingga jatuh hati kepada si penyikutnya. Kalau sikutan yang ini mungkin akan berbuah manis.

Bisakah?

Salam olahraga.
-wsp-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun