Menurut Anda, apa saja empat aspek yang seharusnya dijunjung tinggi oleh para pesepak bola profesional? Bagaimana dengan perilaku rasisme, kekerasan, tindakan tidak sportif, dan perlakuan tak manusiawi? Apakah ada dalam daftar Anda? Menurut saya, empat hal yang tersaji dalam artikel di bawah ini seharusnya dijunjung tinggi oleh para insan sepak bola, terutama mereka yang mengaku sebagai pemain profesional. Selamat membaca!Â
****
Let's Kick Out Racism Out of Football. Tulisan pendek tapi bermakna mendalam itu menarik perhatian saya ketika bermain Championship Manager (CM) beberapa tahun silam. Kampanye untuk menendang jauh-jauh setiap bentuk rasisme tersebut dicetuskan oleh The Commission for Racial Equality and The Professional Footballer's Association (PFA) sejak 1993. Sejak itulah dimulai perang besar-besaran terhadap setiap perlakuan tak manusiawi "hanya" karena ras, warna kulit, atau mungkin kebangsaan seorang pemain, yang dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam dunia sepak bola profesional. "Orang" yang dimaksud mulai dari pemain, staf pelatih, pelatih kepala, penonton, dan sebagainya.
Kampanye seperti ini harus dilakukan secara terus-menerus untuk mempersempit ruang gerak para pelaku rasisme, juga meminimalkan kesempatan untuk perlakuan semacam itu, terutama ketika pertandingan berlangsung. Beberapa kali kita mungkin teringat akan perlakuan tak mengenakkan yang dialami oleh para pesepakbola profesional.Â
FourFourTwo pernah merilis 10 kasus rasisme yang dialami oleh para pesepak bola, di antaranya Patrice Evra (pelaku: Luis Suarez), Dani Alves (pelaku: seorang suporter Villarreal), Anton Ferdinand (pelaku: John Terry), juga ada spanduk bernada rasial dibentangkan oleh fans Partizan Belgrade terhadap kelompok orang Yahudi yang mendukung Tottenham Hotspur dalam suatu laga di Europa League (*)
Olaharaga seharusnya berlangsung sportif-fairplay-manusiawi
Setiap kali membaca atau menonton berita tayangan perlakuan rasisme, hati saya terasa teriris sambil berpikir, "Kok bisa ya, mereka berlaku seperti itu? Kalau mau bertanding sepak bola, ya sepak bola aja. Jangan bawa-bawa ras atau warna kulit!"Â Ya, olahraga seharusnya menjadi ajang untuk menampilkan permainan yang indah dan bisa dinikmati, karena mengajarkan sportivitas, fairplay, juga kemanusiaan karena semua yang terlibat adalah manusia.
Sebaliknya, setiap kali menonton pertandingan yang berlangsung sengit, tetapi tetap berlangsung sportif-fairplay-manusiawi, terasa sangat menyenangkan bagi saya secara pribadi. Saya pun sering merasa kesal ketika ada upaya yang berlawanan dengan ketiga hal tersebut dan terlihat jelas di lapangan. Ingin rasanya saya menggampar pemain yang melakukannya, termasuk ketika pelakunya adalah tim kesayangan saya.
Itu sebabnya, ketika menonton pertandingan semifinal antara tuan rumah Malaysia melawan Indonesia kemarin lusa (26 Agustus), suasana adem sepanjang pertandingan, juga setelah pertandingan, membuat hati saya ikut adem. Sejujurnya, saya keliru menganalisis dengan meyakini bahwa pertandingan El Clasico versi Asia Tenggara tersebut PASTI berlangsung sengit, panas, dan akan ada perkelahian yang berujung kartu merah.
Ternyata, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Entah perkataan apa yang disampaikan oleh Ong Kim Swee dan Luis Milla sehingga para pemain dapat menjalani laga dengan sportif-fairplay-manusiawiseperti itu. Tak ada kegembiraan berlebihan dari skuat Malaysia, sekalipun mereka baru saja mengalahkan tetangga serumpun dalam laga yang berlangsung sengit tersebut. Beda pendapat antara Luis Milla dan Ong Kim Swee saat jumpa pers masih dalam batas wajar, karena kedua pelatih menerima hasil yang berbeda di atas lapangan.
Adegan di mana para pemain Timnas Malaysia menepuk-nepuk bahu, memberi bisikan, hingga pelukan untuk menghibur para pemain Timnas Indonesia yang menangis karena gagal lolos ke final, menjadi memori yang sangat indah dan tak terlupakan. Tangkapan kamera ketika dua kiper dan ofisial Timnas Malaysia ketika bersama-sama menghibur Satria Tama, kiper Timnas Indonesia yang tampak bersedih, itu keren banget!