Tak sedikit pula anak-anak yang terlihat memenuhi badan jalan demi memburu suara telolet yang terkadang (menurut saya) membahayakan keselamatan mereka. Mereka tak hanya berdiri atau duduk di sekitar trotoar, tetapi sudah mulai berdiri di tepi jalan sambil mengacung-acungkan telunjuk dan memegang gadget yang sudah berada pada posisi siap rekam.Â
Sebagai orang dewasa, melihat hal itu jujur saja, terkadang saya merasa khawatir. Sesekali saya klakson dan ingatkan mereka untuk minggir atau menepi, demi keselamatan mereka. Namun, terkadang saya juga memahami bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan, terkadang manusia memang mengabaikan potensi bahaya yang dapat mengintai mereka kapan saja.
Menanggapi fenomena klakson telolet ini, saya teringat masa kecil saya dimana waktu itu ada fenomena 'bandul pedang' yang terbuat dari paku gepeng. Cara untuk membuat sebuah paku menjadi gepeng sehingga bisa dipakai sebagai bandul kalung pun cukup ekstrem, yakni dengan menaruhnya di atas rel kereta api, dengan harapan kereta api yang lewat akan melindas paku sehingga menjadi gepeng.Â
Kesenangannya? Jangan ditanya! Ketika paku berhasil menjadi gepeng, mereka akan senang dan memamerkannya kepada teman-temannya. Mereka mungkin tidak/kurang menyadari bahwa tindakan itu berbahaya, tetapi untuk sebuah kebahagiaan—sekali lagi, demi kebahagiaan—terkadang bahaya itu pun terabaikan.
Bahagia itu sederhana menjadi slogan ada sangat dikenal oleh para 'Pemburu Telolet'. Saya pun baru saja mengunggah (membagikan) kiriman mengenai fenomena  #Omteloletom ini dalam akun FB saya, disertai komentar:
"Fenomena telolet memang dahsyat. Murah, meriah, menghibur! Diberkatilah Anda para sopir bus yang membahagiakan sebagian dari rakyat negeri ini yang lelah dengan urusan politik dan agama."
Saya sangat setuju bahwa BAHAGIA ITU SEDERHANA. Sebuah pengingat yang bagus untuk bahan refleksi akhir tahun, di tengah kondisi dunia dan negara yang semakin membuat kening berkerut, karena ada saja orang (pihak) yang berusaha mengusik kebahagiaan orang lain dengan perilaku negatif dan jauh dari simpatik.
Catatan khusus dari saya:Â Sebaiknya para pemburu telolet, terutama anak-anak sampai remaja (terkadang orang dewasa), perlu memerhatikan lokasi saat mereka merekam bus telolet. Kebahagiaan itu perlu, tetapi keselamatan jiwa juga jangan diabaikan. Carilah tempat yang tepat, aman, tetapi sedekat mungkin dengan jalan agar suara telolet dapat terekam dengan maksimal.
Akhirnya ... terima kasih para SOPIR BUS TELOLET! Teruslah berbagi kebahagiaan bagi bangsa ini lewat perbuatan sederhana yang kalian bisa lakukan!
Salam telolet!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H