Mohon tunggu...
Widodo Surya Putra (Mas Ido)
Widodo Surya Putra (Mas Ido) Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Arek Suroboyo | Redaktur renungan kristiani | Penggemar makanan Suroboyoan, sate Madura, dan sego Padang |Basketball Lovers & Fans Man United | IG @Widodo Suryaputra

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Para Atlet Paralimpiade juga Butuh Dukungan

14 Oktober 2016   12:49 Diperbarui: 14 Oktober 2016   18:13 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ni Nengah Widiasih berpose bersama Medali Perunggunya (REUTERS)

Saya agak tergelitik membaca komentar seorang Kompasianer pada artikel saya sebelumnya, yang membahas mengenai bonus para atlet Olimpiade Rio 2016 yang belum juga cair. Beliau mengomentari perbedaan perlakuan yang diterima para atlet paralimpik, baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenpora, sebagai lembaga resmi secara nasional yang menaungi seluruh cabang olahraga di Tanah Air.

Benarkah para atlet Olimpiade dari kaum disabilitas, yang dikenal dengan nama Paralimpiade kurang mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah? Saya pun mencoba mencari tahu tentang hal ini dan mendapati banyak hal yang menarik terkait keikutsertaan para atlet nasional di ajang Paralimpiade Rio 2016 yang baru berakhir pada 19 September 2016 lalu.

Pada ajang Paralimpiade, ternyata Indonesia sudah berpartisipasi dengan mengirimkan para atlet secara beruntun sejak 1978, ketika Paralimpiade dihelat di Toronto, Kanada. Hebatnya, pada ajang tersebut, yang untuk pertama kalinya atlet asal Indonesia mengikuti kejuaraan, kontingen Indonesia membawa pulang 2 emas, 1 perak, dan 3 perunggu.

Pada ajang Paralimpiade Rio 2016 kemarin, Indonesia berhasil meloloskan 9 atlet, yang telah memenuhi syarat untuk tampil di Paralimpiade, di mana mereka berlaga di di cabang atletik, angkat besi, renang. dan tenis meja. Kali ini, kontingen Indonesia 'hanya' membawa pulang 1 perunggu atas nama Ni Nengah Widiasih yang berlaga di cabang angkat besi. Raihan 1 perunggu tersebut membuat Indonesia bertengger di peringkat ke-76 pada ajang olahraga internasional empat tahunan tersebut.

Sekadar informasi, pada Paralimpiade London 2012, kontingen Indonesia yang diwakili oleh empat atlet, juga berhasil membawa pulang 1 perunggu dari cabang tenis meja, yang disumbangkan oleh David Jacobs.

Bagaimana tanggapan dan sambutan pemerintah dan masyarakat mengenai hasil ini, setidaknya bila 'disandingkan' dengan tanggapan dan sambutan terhadap atlet Olimpiade Rio 2016? 

Saya senang membaca laporan atau pemberitaan dari salah satu laman online mengenai sambutan Presiden RI dan Menpora di Istana Merdeka, sesaat setelah para atlet Paralimpiade kembali ke Tanah Air, tepatnya pada Kamis (22/9). Menanggapi prestasi para atlet di ajang Paralimpiade Rio 2016, sesuai arahan Presiden, Menpora Imam Nahrawi pun berjanji akan meningkatkan sarana-pra sarana bagi para atlet disabilitas, agar mereka dapat berprestasi lebih baik lagi pada ajang serupa yang akan diadakan di Toyko, Jepang, empat tahun lagi.

Menpora juga berjanji akan memberikan bonus bagi peraih medali perunggu, yakni Ni Nengah Widiasih, senilai 1 miliar rupiah. Jumlah ini setara dengan nominal bonus yang diterima oleh peraih medali perunggu pada Olmpiade Rio 2016, meskipun tidak ada perwakilan atlet nasional yang mendapat medali perunggu. Namun, sampai hari ini janji tersebut masih belum terealisasi.

Di tempat terpisah, seperti dilansir laman pikiranrakyat.com, Ketua National Paralympic Comittee (NPC), Senny Marbun, berharap ada perhatian lebih dari pemerintah daerah, terutama dalam menemukan dan membina para atlet disabilitas, untuk dilatih supaya dapat berlaga di ajang Paralimpiade.

Bagaimana dengan sambutan masyarakat? 
Untuk yang satu ini, harus diakui bahwa sambutan dan penghargaan masyarakat masih sangat kurang. Tidak ada sambutan heboh di bandara, apalagi arak-arakan seperti yang diberikan kepada pasangan Owi-Butet, peraih medali emas di Olimpiade Rio 2016. Mungkin hal ini juga merupakan imbas dari cara pandang atau stereotype dari masyarakat yang selama ini kurang menghargai atau 'memanusiakan' kaum disabilitas. Padahal, untuk bisa berlaga di kejuaraan sekelas Paralimpiade bukanlah perkara gampang. Para atlet juga berlatih keras, seperti yang dilakukan para atlet Olimpiade, supaya dapat memenuhi kualifikasi dan bisa berlaga di Paralimpiade.

Bagi saya, kegigihan para atlet Paralimpiade patut diacungi jempol karena mereka dapat memacu semangat dan melatih kemampuan sedemikian rupa, dengan segala keterbatasan, dan (mungkin) dengan mengabaikan pandangan miring atau cibiran dari masyarakat terhadap para atlet penyandang disabilitas ini.

Saya sedikit bisa 'memahami' bahwa para atlet tersebut berjuang jauh lebih keras daripada para atlet yang memiliki kondisi fisik normal. Kebetulan saya pernah berada di suatu LSM yang bergerak di bidang pendidikan anak. Salah seorang anak yang kami muridkan termasuk penyandang disabilitas, di mana sejak masa kecilnya, ia harus menggunakan tongkat untuk berjalan.

Suatu ketika, saat LSM kami mengadakan acara outbond, anak itu terlihat sangat bersemangat untuk mengikutinya, seperti teman-temannya yang lain. Padahal, dalam kondisi fisik normal (lengkap) saja terkadang ada kesulitan tersendiri untuk melakukan aktivitas outbond. Anak ini jelas menghadapi kesulitan yang lebih tinggi, tetapi ia bersikeras untuk tetap berpartisipasi, semampu yang ia dapat lakukan.

Luar biasa! Keterbatasan fisik yang dimilikinya, tak dapat membendung semangat dalam dirinya yang sudah terlanjur terbakar untuk melakukan aktivitas outbond. Kami yang melihatnya pun hanya bisa ternganga, karena kami mengagumi cara anak ini merespons keterbatasan fisiknya.

Saya yakin bahwa perjuangan yang tidak mudah dialami oleh para atlet Paralimpiade, tak hanya yang berasal dari Indonesia. Menanggapi perjuangan tersebut, Eko Yuli Irawan, peraih medali perunggu Olimpiade Rio 2016 pernah berkata bahwa perjuangan atlet sampai mendapat medali di ajang Olimpiade maupun Paralimpiade sama beratnya, termasuk persiapan yang dilakukan sebelum event berlangsung.

Mengakhiri tulisan ini... tak salah rasanya jika saya pun ikut menaruh harapan bahwa suatu saat, masyarakat dapat memberi dukungan maksimal terhadap para penyandang disabilitas pada umumnya, dan terutama bagi para atlet Paralimpiade. Saya ingin suatu saat para atlet Paralimpiade pulang dari 'medan peperangan' di ajang olahraga empat tahunan itu, dengan kepala tegak. Bukan semata-mata karena mereka telah berprestasi, melainkan karena mereka tahu, bahwa masyarakat juga menganggap mereka sebagai pahlawan bangsa dalam dunia olahraga, seperti anggapan yang selama ini disematkan kepada para atlet Olimpiade.

Semoga harapan kita terkabul, karena para atlet penyandang disabilitas juga bagian dari rakyat Indonesia. Mereka perlu dukungan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun