Mohon tunggu...
Widodo Surya Putra (Mas Ido)
Widodo Surya Putra (Mas Ido) Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Arek Suroboyo | Redaktur renungan kristiani | Penggemar makanan Suroboyoan, sate Madura, dan sego Padang |Basketball Lovers & Fans Man United | IG @Widodo Suryaputra

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika 100 Daerah "Ngiri" dengan DKI Jakarta

11 Oktober 2016   12:17 Diperbarui: 12 Oktober 2016   07:36 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Genderang "pertarungan" Pilkada telah dimulai. Setiap calon dari 101 daerah, mulai tingkat kabupaten, kota, sampai provinsi sudah bersiap untuk meraih simpati masyarakat di daerah masing-masing, dengan harapan dapat meraih suara maksimal pada 15 Februari 2017. Namun, jika kita memperhatikan dengan sekilas maupun cermat, ada yang aneh dalam pemberitaan seputar persiapan Pilkada yang selama ini beredar: seolah-olah hanya DKI Jakarta yang mengadakan Pilkada 2017!

Porsi pemberitaan yang sangat tidak seimbang terlihat jelas, baik di media cetak, elektronik, maupun online. Keriuhan dunia maya dengan berbagai ulah netizen juga hanya mengarah ke ibukota negara. Bagaimana dengan daerah lain? Sepertinya dicuekin deh! Perhatikan saja berita yang setiap hari menghiasi laman online. Kebetulan saya lebih sering membaca berita online dari gadget ketimbang menonton televisi atau membaca surat kabar. Berita seputar Pilkada DKI menempati porsi yang sangat besar dibandingkan daerah-daerah lain.

Namun, sesekali ketika saya menyempatkan waktu untuk menonton siaran berita di beberapa channel televisi nasional--biasanya Kompas TV, Metro TV atau RCTI--saya pun mendapati kondisi yang tak jauh berbeda. Berbagai tulisan di Kompasiana seputar Pilkada pun menunjukkan fenomena yang tak jauh beda. Padahal, hajatan Pilkada 2017 akan digelar di 101 daerah, mulai tingkat kabupaten, kota, sampai provinsi. 

Menurut informasi dari KPU, Pilkada 2017 akan diadakan serentak di 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kotamadya dengan rincian sebagai berikut:

Pilkada tingkat Provinsi (7 daerah):

1. Aceh

2. Bangka Belitung

3. DKI Jakarta

4. Banten

5. Gorontalo

6. Sulawesi Barat

7. Papua Barat

Pilkada tingkat Kabupaten (76 daerah):

1. Mesuji
2. Lampung Barat
3. Tulang Bawang
4. Bekasi
5. Banjarnegara
6. Batang
7. Jepara
8. Pati
9. Cilacap
10. Brebes
11. Kulonprogo
12. Buleleng
13. Flores Timur
14. Lembata
15. Landak
16. Barito Selatan
17. Kotawaringin Barat
18. Hulu Sungai Utara
19. Barito Kuala
20. Banggai Kepulauan
21. Buol
22. Bolaang Mongondow
23. Kepulauan Sangihe
24. Takalar
25. Bombana
26. Kolaka Utara
27. Buton
28. Boalemo
29. Muna Barat
30. Buton Tengah
31. Buton Selatan
32. Seram Bagian Barat
33. Buru
34. Maluku Tenggara Barat
35. Maluku Tengah
36. Pulau Morotai
37. Halmahera Tengah
38. Nduga
39. Lanny Jaya
40. Sarmi
41. Mappi
42. Tolikara
43. Kepulauan Yapen
44. Jayapura
45. Intan Jaya
46. Puncak Jaya
47. Dogiyai
48. Tambrauw
49. Maybrat
50. Sorong
51. Aceh Besar
52. Aceh Utara
53. Aceh Timur
54. Aceh Jaya
55. Bener Meriah
56. Pidie
57. Simeulue
58. Aceh Singkil
59. Bireun
60. Aceh Barat Daya
61. Aceh Tenggara
62. Gayo Lues
63. Aceh Barat
64. Nagan Raya
65. Aceh Tengah
66. Aceh Tamiang
67. Tapanuli Tengah
68. Kepulauan Mentawai
69. Kampar
70. Muaro Jambi
71. Sarolangun
72. Tebo
73. Musi Banyuasin
74. Bengkulu Tengah
75. Tulang Bawang Barat
76. Pringsewu

Pilkada tingkat kotamadya (18 daerah):

1. Banda Aceh
2. Lhokseumawe
3. Langsa
4. Sabang
5. Tebing Tinggi
6. Payakumbuh
7. Pekanbaru
8. Cimahi
9. Tasikmalaya
10. Salatiga
11. Yogyakarta
12. Batu
13. Kupang
14. Singkawang
15. Kendari
16. Ambon
17. Jayapura
18. Sorong

SAYA TIDAK PERCAYA kalau keriuhan Pilkada DKI hanya ada di ibukota RI tersebut, sekalipun saya (setengah) setuju dengan anggapan bahwa ibukota negara dapat menjadi parameter atau gambaran situasi Pilkada secara nasional. Mengapa baru setengah setuju? Karena saya merasa bahwa anggapan tersebut juga tidak (belum) sepenuhnya tepat. Jika ingin mendapatkan gambaran suasana PIlkada secara nasional, maka setidaknya 60-70 persen dari berita seputar Pilkada juga "melibatkan" daerah-daerah lain yang juga mengadakan Pilkada serentak.

Jujur saja, saya terkadang merasa BOSAN membaca atau menonton berita seputar Pilkada 2017 yang katanya serentak, tetapi hampir selalu didominasi oleh berita dari DKI Jakarta. Saya rasanya ingin berteriak: "DKI Jakarta lagi ... DKI Jakarta lagi ...!!!"


PILKADA DI SERATUS DAERAH LAIN JUGA PERLU DIBERITAKAN 

Menurut saya, Pilkada DKI mendapatkan porsi berita yang terlalu banyak sehingga daerah-daerah lain menjadi terabaikan. Jika muncul di berita menyoal Pilkada di daerah selain DKI Jakarta, biasanya hanya akan muncul di stasiun televisi lokal. Jika muncul di stasiun televisi nasional, porsinya masih sangat kecil dibanding pemberitaan Pilkada DKI Jakarta.

Jika di DKI Jakarta ramai soal pemberitaan terkait Pilkada yang diramaikan dengan black campaign, perlakuan bersifat SARA, juga adanya laporan ini dan itu terhadap calon petahana, saya masih belum membaca apa yang sesungguhnya terjadi di daerah-daerah lain (semoga kesimpulan ini muncul hanya karena saya "kurang baca", bukan kondisi sebenarnya).

Pilkada 2017 belum dapat dikatakan serentak jika porsi berita hanya berkutat di DKI Jakarta, atau beberapa daerah lain yang sudah "terkenal" seperti Banten, DIY, Bangka Belitung, atau Batang. Bagaimana dengan daerah-daerah lain seperti Bener Meriah, Pidie, Simeulue, Tebo, atau Pringsewu?

Jujur saja, saya pun baru tahu kalau ada Bupati hebat bernama Yoyok yang memimpin kabupaten Batang, setelah beliau memimpin daerah Batang selama beberapa waktu. Jika ditanya siapa saja Kepala Daerah yang sekarang memimpin 101 daerah sesuai daftar nama di atas, kecuali DKI Jakarta tentunya, saya tidak yakin bisa menyebut 20 saja dari antara 100 pasangan pemimpin daerah yang sekarang sedang berkuasa. Mungkin Anda bisa lebih baik dari saya, yang tahu lebih banyak tentang Kepala Daerah yang sekarang berkuasa maupun yang sedang nyalon pada Pilkada 2017 nanti.

Jika kontes Pilkada 2017 ini dibuat animasinya, dimana setiap daerah diwakili oleh satu tokoh (karakter), mungkin akan seru karena ada seratus karakter yang akan memasang wajah cemberut, tanda mereka sedang protes plus iri dengan porsi pemberitaan yang belum seimbang. "Gue juga ingin diberitain, bro! Jangan Ahok sama DKI Jakarta terus!" begitu kira-kira ungkapan kekesalan yang bisa muncul dari 100 karakter tadi.

Atau akan muncul sindiran lain yang tak kalah kerasnya, diwakili oleh karakter dari salah satu daerah yang paling jarang muncul di berita: 

"INI PILKADA SERENTAK BUKAN, SIH? KOK KAMI DIABAIKAN?" 

MEDIA PERLU MENAMPILKAN PROFIL CALON KEPALA DAERAH

Tak salah kalau saya berharap agar media mulai memberi porsi lebih untuk Pilkada, terutama seratus daerah selain DKI Jakarta, apalagi menjelang masa kampanye yang akan dimulai pada akhir Oktober nanti. Tayangan jangan hanya dilakukan di televisi atau surat kabar lokal, atau laman berita online yang belum kredibel.

Untuk media elektronik ... stasiun televisi nasional, termasuk TVRI dan bila perlu saluran TV berbayar, dapat membuat program yang bertujuan untuk mengenalkan para calon Kepala Daerah dari 100 provinsi lainnya, yang akan bertarung dalam Pilkada 2017 nanti.

Waktu lebih dari 3 bulan sepertinya cukup untuk menggilir para calon Kepala Daerah, termasuk calon petahana, yang akan membuat masyarakat semakin "melek" bahwa masih ada calon-calon pemimpin luar biasa di negeri ini. 

Sajikan saja profil pribadi, prestasi kerja mereka selama ini, dan visi-misi yang diusung pada Plikada 2017 nanti. Sajikan apa pun hal positif yang telah mereka lakukan JAUH SEBELUM PILKADA, supaya masyarakat mendapatkan informasi yang fair dan berimbang mengenai orang-orang yang akan dipilih dalam Pilkada mendatang. 

Ya, minimal sebelum mereka nyalon Pilkada ... hal-hal positif yang mereka lakukan bisa diangkat. Jangan berfokus pada "tindakan kampanye" sesaat sebelum Pilkada atau yang sekarang dilakukan, karena biasanya menjelang Pilkada, siapa pun calonnya bisa langsung "ahli" dalam berpura-pura untuk menarik simpati masyarakat.

Ide untuk menyajikan profil dari para calon Kepala Daerah dapat juga dilakukan media online. Ya, setidaknya cara itu saya yakini lebih baik daripada terus-menerus memberitakan soal situasi yang terjadi di DKI Jakarta, apalagi berita seputar konflik-konflik yang sebenarnya TIDAK PERLU TERLALU SERING diberitakan. 

Untuk daerah DKI Jakarta, paling tidak selama satu bulan mendatang, dikasih jeda sedikitlah ... kurangi porsi beritanya, lalu munculkan berita-berita seputar Pilkada dari seratus daerah lainnya. 

Kemudian biarkan masyarakat yang menilai apakah benar bahwa hal-hal yang selama ini terjadi di DKI Jakarta, seperti konflik petahana dengan Ormas, kampanye terselubung dengan cara-cara tidak simpatik, saling sindir dan serang antar calon Kepala Daerah, anggapan penistaan agama, atau hal-hal "tidak mutu" lainnya yang selama ini menghiasi media massa, apakah juga muncul di seratus daerah lainnya. 

Jika YA, berarti memang ada yang keliru dari bangsa ini, karena belum benar-benar siap menjadikan demokrasi sebagai bagian dari proses pemilihan Kepala Daerah. 

Sebaliknya jika TIDAK, berarti fenomena yang terjadi di Jakarta dapat dianggap sebagai "riak-riak" kecil dalam pesta demokrasi, terutama sejak munculnya Jokowi dan Ahok pada Pilkada sebelumnya. Riak yang sedikit menguat sejak Ahok menjadi Gubernur dan sekarang menjadi calon petahana yang ingin meneruskan rangkaian program yang selama ini sudah dijalankan, tentunya dengan perbaikan di sana-sini. 

Apakah Kompas berani memulainya? :-D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun