Sedikit oleh-oleh dari perjalanan sehari alias dolan ke Yogyakarta. Ada banyak hal menarik, oleh sebab itu sengaja saya tulis dan ceritakan. Semua peristiwa terjadi pada H+2. Baru sempat posting sekarang, tapi masih cukup "hangat" kok untuk dibaca. Hehe ... Selamat membaca:
Entah kenapa, liburan panjang Idul Fitri kali ini, saya pengen banget naik kereta api untuk sekadar melepas lelah dan dolan. Semula kami ingin mencoba railbus Solo-Wonogiri, tapi rencana batal karena kami nggak bisa mengejar jam keberangkatan sekitar pk. 6 pagi.  Tujuan pun kami alihkan ke Kota Gudeg dengan jadwal cukup simpel:
*Sepeda motor-an dari Delanggu ke stasiun Solo Balapan (cadangan: Purwosari)
*Naik KA Prameks dari Solo Balapan atau Purwosari menuju stasiun Tugu
*Pesan (beli) tiket pulang dari stasiun Tugu
*Jalan-jalan di sekitar jalan Malioboro
*Pulang kembali ke Solo (ambil sepeda motor di parkiran)
*Pulang ke rumah di Delanggu, Klaten
Seperti biasa ... untuk dolan jarak dekat kali ini, kami sepakat bahwa apa pun yang  terjadi, harus tetap disyukuri dan dinikmati. Sekitar pk. 9 pagi kami berangkat dari rumah. Perjalanan cukup lancar dan sekitar 40 menit kami tiba di depan stasiun Solo Balapan, hendak mencari tempat parkir.
PARKIR PENUH! Ada tulisan tergantung di pintu masuk tempat parkir "resmi" stasiun. Sementara beberapa orang membuka lahan parkir darurat di sekitar pasar yang ada di dekat stasiun. Kami coba tanya ke dua orang apakah bisa parkir sampai sore/malam, eh malah dijawab, "Kalau sebentar bisa, tapi kalo sampai sore atau malam cari di tempat lain aja, Mas!." Kami pun diarahkan untuk menuju stasiun Purwosari.
Tak masalah. Meskipun sempat agak kesel karena harus putar balik, kami pun melesat ke stasiun Purwosari. Sekitar 15 menit kami sampai, ambil karcis parkir dan melihat bahwa tempat parkir untuk sepeda motor masih cukup luas. Kami pun meletakkan sepeda motor di tempat yang dekat dengan pintu keluar. Harapan kami nanti, setelah sampai ke Purwosari lagi, kami tak perlu berjalan jauh untuk mengambil sepeda motor.
MENGANTRE KARCIS
Kami pun bergegas masuk dan mencari loket pembelian karcis. Puji Tuhan antrean cukup pendek, tak sampai 10 orang. Sayup-sayup kami mendengar bahwa tiket KA Prameks yang masih available untuk jadwal pukul 13.07. "Berarti masih ada sekitar 2,5 jam lagi. Piye, jadi beli, ma?" tanya saya pada istri untuk memastikan. Kami putuskan untuk tetap membeli dengan "menghitung" perkiraan waktu sesuai jadwal (rencana) kami di atas.
Tiket pun berhasil diamankan dengan harga Rp. 8.000/tiket dengan karcis berupa kertas print dengan garis bar-code bertuliskan nomor KA Prameks 283, jam keberangkatan dan kedatangan, dan keterangan bahwa nantinya di dalam kereta api tidak ada nomor kursi alias rebutan!
Tak masalah. Kami pun mengisi waktu tunggu dengan berjalan menuju Solo Square Mall yang berjarak sekitar 15 menit berjalan kaki. Nah, di sana kami muter-muter, lihat buku dan tas di Gramedia, pipis di toilet bioskop, dan menikmati Italian Food di bagian Food Court lantai 3.
Sekitar pk. 12.10 kami bergegas keluar dari mall, lalu kembali berjalan menuju stasiun Purwosari. Kami sempat berhenti di perlintasan kereta api untuk "memberi kesempatan" kereta lewat, sambil tak lupa mengambil gambar dengan background kereta api yang sedang melintas. Sempurna!
PERJALANAN DIMULAI
Kami sampai di stasiun sebelum pk. 12.30 dan harus menunggu sekitar 1 jam karena kereta kami terlambat datang. Oya, meski terlambat, petugas stasiun masih berbaik hati memberi pengumuman dan perkiraan kereta akan tiba di hadapan kami. Akhirnya Prameks 283 memasuki stasiun sekitar pk. 13.37. Kami sengaja mencari gerbong agak belakang karena kami lihat penumpang tak terlalu berjubel. Begitu kereta berhenti dan pintu terbuka, kami melesat masuk dan segera "mengamankan" kursi sebelum diduduki oleh orang lain (rebutan bro!)
Sekilas kami melihat ada kertas ditempel dekat pintu gerbong, yang hendak memberitahukan bahwa AC sedang dalam perbaikan. "Waduh, bakalan sumuk ini....," ucap saya spontan. Beneran, sepanjang perjalanan beberapa kali kami menyeka keringat dengan tisu karena di dalam cukup panas. Perjalanan KA sempat tersendat di stasiun Maguwo (bandara), kabarnya menunggu rombongan RI-1 lewat (karena beliau akan terbang dari Adi Sutjipto setelah open house di Gedung Agung) sebelum kereta berjalan lagi menuju stasiun Tugu sebagai perhentian akhir.
Akhirnya ... kereta sampai juga di Stasiun Tugu! Kami bergegas turun dan menuju pintu keluar melalui jalur selatan (arah jalan Pasar Kembang). Lama tak berkunjung ke sini, baru tahu kalau sekarang pintu keluar sengaja diarahkan melintasi deretan toko kecil yang menyediakan berbagai makanan-minuman, pulsa, dll. Begitu sampai di luar, kami bergegas menuju gedung tempat reservasi tiket. Begitu melangkahkan kaki ke dalam ....
BADALAHÂ .... ada lautan manusia di dalam yang sedang mengantre membeli tiket!
Dari sini kami segera mengerti bahwa penyesuaian rencana harus segera dilakukan. Kami harus memikirkan cara untuk pulang dengan menggunakan bus. Namun, seperti kebiasaan kami ... hal-hal tak terduga seperti ini tak menyurutkan niat kami untuk tetap menikmati "suasana Jogja" yang menurut Mas Katon bisa bikin selalu kangen untuk kembali.
Malioboro kami "lahap" dalam waktu sekitar 90 menit yang diwarnai dengan antre foto di depan papan nama "Jalan Malioboro" dan antre es cream di depan gerai McDonalds drive-thru. Sambil jalan kami tertarik memotret beberapa orang yang menurut kami unik dan tak biasa ... seperti beberapa gambar di atas:
PERJALANAN PULANG YANG MELELAHKAN
Setelah menjelajahi sepanjang jalan Malioboro, perjalanan kami sampai ke halte bus Trans-Jogja di depan Taman Pintar. Kami sempat masuk sekitar 15 menit untuk foto-foto dan membeli makanan, lalu keluar menuju halte tersebut.
"Waah...maaf untuk sore ini rute dialihkan, jadi tidak sampai terminal." Jawaban dari petugas di halte membuat kami seperti terkena pukulan palu plastik berukuran kecil (maksudnya sedikit mengejutkan). Ia pun menyarankan dua pilihan: NAIK TAKSI atau TUNGGU BUS KOTA JALUR 4.
Dua pilihan yang sama-sama tak enak. Naik taksi masa liburan dari kawasan ring-1 Malioboro tarifnya bisa gila-gilaan (kekhawatiran kami). Sementara naik bus kota (yang akhirnya jadi pilihan kami), kami harus menunggu 30 menit lebih tanpa ada satu pun bus yang lewat.
Jarum jam tangan menunjukkan pukul 16.30. Kami melihat petugas di halte sudah berganti. Istri saya meminta saya untuk bertanya. Petugas yang "agak lebih tahu" ini akhirnya memberi opsi ketiga: Naik bus dari halte di seberang, lalu nanti turun halte Ngabean, ganti bus 3A jurusan terminal Giwangan. Segera saya memastikan dengan menyeberang dan menuju ke halte tersebut. Setelah PASTI, istri saya menyusul. Kami pun bernafas lega karena masalah pertama terpecahkan: kami bisa segera sampai ke terminal!
Bus berjalan dengan cukup cepat, sesekali melesat bak Sumber Kencono. Mungkin sopirnya alumnus trayek bus jurusan Surabaya-Jogja yang sempat kondang itu. Perjalanan sempat tersendat di sekitar PKU Muhammadiyah sebelum akhirnya jalanan kosong. Bus pun melesat dengan getaran yang aduhai sekali. Sekitar pukul 17.30 kami sampai terminal.
Perjuangan berlanjut dengan mencari bus jurusan Solo. Kami sengaja cari bus jurusan Surabaya yang setahu kami biasanya mau mengangkut penumpang tujuan Solo. Namun hari itu, kami hanya menemukan satu bus yang menolak untuk mengangkut kami, kecuali kami mau bayar untuk tarif Surabaya (gila apa ... turun Solo disuruh bayar tarif Surabaya. Emoh!)
Oya, info "tarif gila" tadi kami peroleh dari seseorang yang berdiri di dekat bus, sepertinya bukan kru resmi bus EKA karena berpenampilan sangar dan beranting, tidak berseragam seperti biasanya.
Nah ... singkat cerita, kami bergegas menuju tempat ngetem-nya bus jurusan Jogja-Solo dan terpaksa naik bus yang berada paling depan. Kok terpaksa? Ya terpaksa, karena kondisi bus (nampak luar) bisa dibilang JELEK (TUA)..hehehe...kondisi dalam bus juga setali tiga uang ... ada banyak kursi rusak (bolong-bolong, sobek di sana-sini), lampu redup, kursi sempit, dan pengap!
Setelah bus berjalan ... udara dalam bus baru agak lega ... apalagi mulai dari terminal Giwangan sampai ringroad Maguwo, kondisi jalan relatif lancar. Setelah itu .. sopir bus mulai bergerilya menerobos kemacetan yang "agak gila" mulai bandara, sebagian daerah menjelang masuk Klaten, lalu agak menggila lagi setelah Delanggu ... total 3,5 jam kami ber-sumuk2 ria di dalam bus ... untuk membunuh kebosanan, kami mengisi dengan beragam aktivitas, mulai dari FB-an, IG-an, tidur, sampai tebak-tebakan nggak jelas ...
Oya, khusus untuk momen Lebaran seperti kemarin, ada TARIF KHUSUS yang (mau tak mau) harus dibayar oleh penumpang, yakni Rp. 25.000 untuk perjalanan Jogja-Solo! Sekali lagi ... dua puluh lima ribu!!! Kasian juga ada seorang Bapak yang membayar Rp. 125.000 untuk 5 orang, padahal biasanya tarif hanya Rp. 15.000 dengan tujuan yang sama. Btw ongkos ini lebih mahal Rp. 17.000 dibanding naik Prameks lho...! :-D
Akhirnya ... pukul 20.40 kami mulai masuk Solo .. kami turun di Kerten ... beli air minum dan snack untuk "teman jalan" menuju Stasiun Purwosari (kami jalan sekitar 15 menit) ... lalu mengambil sepeda motor.
Sesaat sebelum menuju loket karcis sebelum keluar areal parkiran, kami sudah siapkan uang Rp. 12.000 untuk jaga-jaga ... siapa tahu tarif parkir bersifat progresif, yang makin lama parkir, ongkosnya makin mahal. Maklum ... kami menitikan sepeda motor di tempat parkir hampir 11 jam bro!Â
Betapa leganya kami ketika petugas loket hanya menarik Rp. 2.000, yang berarti tarif berlaku FLAT, berapa lama pun sepeda motor diparkir. Kami pun melesat menuju Delanggu untuk selanjutnya menikmati semangkuk mie-ayam dan segelas es teh untuk "hidangan penutup" dari perjalanan kami.
Tepat pukul 22.30 kami tiba di rumah. Setelah bersih-bersih badan, mandi, dan ganti pakaian ... kami coba menghitung total pengeluaran dari dolan kami seharian ini. Ternyata lumayan banyak juga ... tapi kami ora opo-opo ... pengalaman dan kebersamaan yang kami dapatkan tak dapat dinilai dengan uang...pengalaman yang akan kami kenang seumur hidup dan bisa diceritakan kepada anak-cucu kami kelak.
Apakah dengan ini kami akan kapok melakukan perjalanan saat musim liburan atau Lebaran? Untuk saat ini mungkin YA ... tapi nggak tahu ke depannya apakah kami benar-benar kapok, atau sekadar "kapok-lombok" ... seperti orang kepedesan, tapi lain kali dia masih mau menikmati kepedesan dari lombok yang lain. Bisa jadi ... tunggu saja kisah selanjutnya!
Salam,Â
Keterangan gambar (urut dari kiri atas searah jarum jam):
(Gbr 1) Jasa foto bersama Doraemon (bayar sukarela)
(Gbr 2) Jasa foto bersama "manusia perak" (bayar)
(Gbr 3) Penjual aksesoris huruf warna-warni berpakaian keren
(Gbr 4) Jasa foto bersama"prajurit Kraton" (bayar 10rb; foto beberapa kali)Â
(Gbr 5) Penjual mainan tradisional terbuat dari kayu -> FOKUS ke penjual!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H