Mohon tunggu...
Kompasianer Air
Kompasianer Air Mohon Tunggu... Wiraswasta - Komunitas Pecinta Aviasi

Terbang, wisata

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Bali Overtourism, Iya atau Tidak Sih?

23 November 2024   22:21 Diperbarui: 24 November 2024   20:02 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah di Pantai di Bali (sumber gambar : via Kompas.com)

Fodor's baru saja merilis daftar 15 destinasi wisata yang tidak direkomendasi untuk dikunjungi pada tahun 2015 dimana Bali menjadi salah satu destinasi wisata pada daftar tersebut.

Salah satu dasarnya adalah overtourism telah terjadi di Bali, berbagai response dan tanggapan serta bantahan dari berbagai pihak termasuk para pemegang kebijakan pariwisata baik daerah maupun pusat bermunculan.

Benarkah Bali sudah overtourism, terlebih ini sudah dua kali Fodor's menyinggung telah terjadinya overtourism di Bali yaitu pada tahun 2020 ?

Mari kita melihat makna dari overtourism terlebih dahulu agar kita dapat mendefiniskan ataupun memahami sepenuhnya apa itu overtourism.

Definisi overtourism oleh National Geographic adalah dimana too many people in one place at any given time, atau terdapat terlalu banyak orang pada sebuah tempat pada sebuah (periode) waktu.

Namun menurut penulis, Overtourism berbeda dengan overtourist -- walau tidak ada kata overtourist-- tapi mari kita jadikan rujukan pada jumlah wisatawan pada sebuah tempat pada sebuah periode waktu sudah terlalu banyak, di sini kita perlu membedakan kata tourism dan tourist sebelum menambahkan kata over yang berarti kelebihan.

Tourist merujuk pada wisatawan sedangkan tourism merujuk pada segala kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata dimana kegiatan dari wisatawan termasuk didalamnya, wisatawan berpegian ke spot spot wisata dengan berbagai jenis kendaraan yang berarti pula penggunaan jalan yang dapat melebihi kapasitasnya.

Sehingga semakin banyak wisatawan (tourist) semakin banyak kegiatan wisatanya (tourism) dan melibatkan berbagai pihak dan menggunakan fasilitas fasilitas yang terdapat di sebuah destinasi wisata.

Dan karena semua hal didunia memiliki daya tampung -- bahkan manusia pun memilikinya seperti daya tampung organ tubuh serta emosional --, bila melebih kapasitasnya maka akan terdengar kata over atau kelebihan.

Misalnya, terminal bandara punya kapasitas dan bila orang yang datang melebihi kapasitas terminal maka ada konsentrasi (over capacity) orang diterminal pada sebuah periode waktu.

Ilustrasi lain, jalan raya yang kecil yang mengakomodasi kendaraan terlalu banyak, maka kemacetan pun tak terhindarkan, selain jalanan keci juga karena kurangnya transportasi publik.

Pada beberapa definisi overtourism di berbagai sumber juga menyebut kata "sebuah tempat",  dua kata ini tidak selamanya pula mempresentasikan sebuah destinasi secara keseluruhan, misalnya Bali sebagai sebuah pulau  dimana terjadi kegiatan pariwisata hanya di salah satu kawasannya saja atau juga hanya menyebutkan Bali, bukan Indonesia dimana Bali merupakan bagian dari Indonesia.

Dan jika ada sebuah pendapat dan bahkan pernyataan dari pemegang kebijakan di daerah bahwa kegiatan pariwisata di Bali memang terkonsentrasi di Bali Selatan, maka bisa jadi kata overtourism yang dilontarkan oleh pihak Fodor's untuk kedua kalinya dalam kurun waktu kurang dari lima tahun , memang demikian adanya.

Memang benar pendistribusian wisatawan di Bali tidak merata, tapi bila kita melihat dampak dari tidak meratanya ini apa, bukankah dengan terkonsentrasi kegiatan wisata di sebuah kawasan (overtourism) mengindikasikan jumlah (kegiatan) wisatawan yang lebih banyak dari kawasan lain.

Bukanlah kesalahan dari wisatawan berkumpul di sebuah kawasan yang pengembangan pariwisata yang dilakukan lebih pesat dan menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan yang menyediakan berbagai fasilitas pendukung pariwisata lebih lengkap.

Jadi salah siapa ? disini kita bukan untuk mencari kesalahan siapapun, juga tidak untuk membenarkan dan bahkan membantah apa yang dikatakan oleh pihak Fodor's, kita hanya perlu melihat apa yang kita (benar benar) lihat, dengar dan rasakan (alami).

Siapakah kita itu ? ya semua komponen dari pariwisata pastinya, mereka adalah pemegang kebijakan, pelaku usaha, wisatawan dan masyarakat, mereka inilah kita yang merupakan empat komponen pariwisata plus satu yaitu media dimana Fodor's masuk ke dalamnya.

Akan tetapi cara kita sebagai individu dalam melihat, mendengar dan merasakan bisa berbeda beda, dan bahkan bisa bersifat subyektif. Dan ketika segala perbedaan tidak dibawa ke meja untuk kompromi atau setidaknya berusaha untuk menyamakan persepsi, maka response nya pun berbeda beda, ada yang defensive serta denial  tapi ada pula yang tidak peduli terhadap apa yang kita lihat, dengar dan alami.

Kondisi dan keadaan overtourism sepertinya juga tidak ada kaitannya dengan potensi timbulnya rasa tidak aman pada sisi wisatawan karena bukan hal keamanan yang menjadi dampak dari overtourism yaitu ketidaknyaman, baik pada sisi wisatawan maupun penduduk lokal.

Overtourism merupakan dampak negatif dari kegiatan wisata yang berlebihan, kata over yang menempel di sini sudah mempresentasikannya, dan ketika memang tidak pernah ada patokan baku pada berapa jumlah maksimum wisatawan yang dapat berkunjung ke destinasi wisata manapun di dunia pada sebuah periode waktu maka tata kelola mulai dari perencanaan hingga implementasi dan pengawasan perlu konsisten.

Permasalahan sampah --yang juga menjadi salah satu penilaian Fodor's-- adalah merupakan salah satu dampak negatif dari terkonsentrasinya wisatawan di kawasan tertentu.

Apakah kita tetap tidak melihat ini terlebih beberapa Non-Governmental Organization serta orang asing yang mencintai tinggal di Bali telah menunjukan kontribusinya kepada lingkungan Bali dengan melakukan riset dan kegiatan lainnya ?

Wisatawan adalah tamu yang perlu kita hormati dan layani, sedangkan para pemegang kebijakan, pelaku usaha dan masyarakat lokal ada tuan rumahnya, akan tetapi wisatawan perlu menghormati dan mentaati segala aturan, adat dan tradisi dari tuan rumah.

Aturan dan regulasi tidak hanya berupa tulisan tapi juga perlu ada penegakkan ,pengawasan dan lainnya, misalnya saja seberapa jauh kita dapat mengetahui jumlah wisatawan yang telah melewati masa kunjungan wisatawan sebelum akhirnya terlihat saat mereka berada di bandara.

Akan lebih baik jika kita memahami overtourism bukan dari kondisi dan keadaannya saja tapi utamanya pada dampaknya karena merupakan dampak negatif yang perlu diminimalkan.

Bila jalanan macet, tidak hanya penumpang yang merupakan wisatawan dapat tertinggal penerbangannya saja tetapi juga potensi keterlambatan pada pendistribusian barang kebutuhan dari pelaku usaha dan juga masyarakat

Penyebaran wisatawan di Indonesia pun bisa terbilang tidak merata karena terfokus pada satu atau sepuluh kawasan, ini pula yang mengakibatkan terfokusnya wisatawan asing dan terutama wisatawan domestik berlibur ke hanya kawasan yang terfokus.

Pembangunan pada fasilitas pariwisata perlu merata dahulu agar pendistribusian wisatawan merata.

Mudah mudah an kegiatan pariwisata kita lebih merata di masa mendatang, tidak hanya pada satu atau sepuluh kawasan saja, Indonesia punya banyak sekali kawasan yang bisa menjadi destinasi wisata kelas dunia kok.

Dan untuk menjawab apakah Bali sudah overtourism atau belum atau tidak, mari kita serahkan kepada masing masing komponen pariwisata dan juga kepada waktu.

Jawaban bisa berupa bantahan dari beberapa pihak ataupun berupa keluhan utamanya dari wisatawan yang berkunjung ke Bali

Keluhan juga setidaknya sudah diutarakan di forum expat yang tinggal atau menetap di Bali, mereka termasuk pihak yang sudah benar benar melihat, mendengar dan mengalami (sendiri) bagaimana perubahan yang terjadi, ini mengindikasikan kehidupan mereka di Bali pun sudah terganggu.

Satu hal yang perlu kita sadari bersama bahwa pariwisata bukanlah milik dari satu atau dua generasi saja akan tetapi seluruh generasi yang pernah, sedang dan akan menjadi komponen pariwisata, sehingga apa yang kita lakukan sekarang akan menjadi warisan kepada generasi mendatang..


Salam Pariwisata

Referensi :
https://travel.kompas.com/read/2024/11/23/150300927/menpar-sebut-bali-bukan-terlalu-padat-tetapi-persebaran-wisatawan-yang-tidak

https://www.nationalgeographic.com/travel/article/what-is-overtourism

https://travel.kompas.com/read/2024/11/23/150300927/menpar-sebut-bali-bukan-terlalu-padat-tetapi-persebaran-wisatawan-yang-tidak

https://indonesiaexpat.id/news/bali-tops-the-chart-on-fodors-2025-travel-no-list/

https://www.detik.com/bali/wisata/d-7651264/bali-masuk-daftar-destinasi-yang-sebaiknya-tidak-dikunjungi-pada-2025

https://travel.kompas.com/read/2019/11/19/123518327/turis-di-bali-keluhkan-masalah-sampah-dan-macet?page=all

https://www.fodors.com/news/news/fodors-no-list-2025


https://www.fodors.com/news/photos/fodors-no-list-2020

https://www.expatindo.org/community/threads/goodbye-bali.7454/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun