Kendalanya, saya belum pernah menulis buku sendiri. Karya-karya saya sebelumnya merupakan "buku keroyokan" atau buku yang saya tulis bersama para penulis-penulis lainnya. Namun pada akhirnya saya memutuskan "what the heck" yang penting nulis aja dulu!
Setelah draft tulisan selesai, saya merasa masih banyak kekurangan dan sangat tidak pede untuk menjadikannya sebagai sebuah buku. Saya lalu memberanikan diri menghubungi salah satu Kompasianer yang namanya sudah tidak asing lagi di dunia literasi, Daeng Khrisna Pabichara atau Daeng KP. Sebelum menghubungi beliau, tentunya saya sudah mempersiapkan mental karena saya yakin beliau akan menertawakan draft tulisan saya.
Keyakinan saya ternyata salah!
Daeng KP justru mengatakan bahwa ide buku resep masakan saya adalah sesuatu yang unik, meski banyak isinya yang harus dipertajam. Beliau juga menyarankan agar saya menambah materi yang dapat menciptakan jalinan emosional.
Ketika saya memintanya untuk menyunting isi buku saya, tanpa ragu beliau mengiyakan. Tidak hanya itu, Daeng KP juga memperkenalkan saya kepada kedua orang kawannya yang kemudian membantu saya dalam pembuatan sampul dan lay out buku.
Saat masih dalam proses, saya sempat berbincang-bincang dengan Kompasianer lainnya, yang saya anggap sebagai "Abang" saya di dunia literasi. Tempat saya curhat. Abang saya satu ini selalu bersedia menampung berbagai macam curhatan saya, meski "sampah" sekalipun, he .. he .. Beliau adalah Acek Rudy, saya memanggilnya Koh Rudy.
Ketika draft tulisan saya sodorkan kepadanya ternyata tanggapan beliau hampir senada dengan Daeng KP bahwa ide tulisan saya unik dan menarik. Beliau bahkan menyarankan agar saya mengajukannya ke penerbit mayor.
"Aku bantu ajuin ke Gramed, ya?" Begitu kata Koh Rudy saat itu.
"Enggak ah, takut ditolak, Koh" Tanggap saya.
"Coba aja dulu!" Koh Rudy meyemangati.
Akhirnya sayapun mengiyakan.