Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

“Endless Love”

20 Mei 2022   05:40 Diperbarui: 20 Mei 2022   05:44 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Hermitage, sumber foto : c21theharrelsonggroup.com website

Ketika pindah ke The Hermitage, Murrels inlet di Carolina Selatan, pada tahun 1849. Dr. Allard Flagg juga mengajak ibunya yang sudah menjanda dan saudara perempuannya Alice untuk tinggal bersamanya.

Alice adalah gadis dengan kecantikan yang luar biasa. Kepribadiannya yang lembut, matanya cokelat bercahaya, dan rambut pirang tebal terurai hingga di pinggangnya

Alice tidak pernah menunjukkan minatnya mencari seorang kekasih, tetapi kakak laki-lakinya Dr. Allard Flagg mulai melirik Penelope Bentley Ward, dan saudara laki-lakinya yang lain, Dr. Arthur Flagg, secara terbuka merayu saudara perempuan Penelope, Georgianna Ward.

Keluarga Ward adalah pemilik The Ward of Brookgreen Plantation yaitu perkebunan yang paling terkenal di Low Country selama akhir tahun 1840-an. Pembudidayaan beras dan gandum di berbagai perkebunan mereka menghasilkan berjuta-juta kilo saat panen tiba.

Sayuran yang ditanam di kebun juga membawa hasil dalam jumlah besar. Setiap tahun kebunnya menghasilkan beberapa ribu gantang jagung, kacang-kacangan, dan ubi jalar. Mereka juga memiliki sistem pembuatan garam di pantai terdekat, yang mampu menghasilkan tiga puluh hingga empat puluh gantang garam per hari.

Lingkungan di mana Keluarga Ward tinggal, menganggap mereka sebagai warga yang setia dan penuh pengabdian. Kesuksesan menjadikan mereka sebagai keluarga terpandang dan menjadi contoh bagi semua pemilik perkebunan lainnya.

Jadi ketika tersiar kabar bahwa Dr. Allard Flagg tertarik pada Penelope dan Dr. Arthur Flagg tertarik pada Georgianna adiknya, tidak ada yang mempermasalahkannya. Itu adalah sesuatu yang lumrah.

Alice Flagg senang bahwa saudara laki-lakinya telah memilih wanita muda yang berasal dari keluarga terpandang, berbudi pekerti baik dan berselera tinggi sebagai kekasih mereka, dan dia juga senang ketika kekasih kakak-kakaknya itu datang ke The Hermitage.

Namun bagi Alice, keluarga terpandang, dan selera yang tinggi bukanlah satu-satunya kualitas yang harus dicari ketika mempertimbangkan seseorang untuk dinikahi. Dan untuk ini, dia sudah mempunyai tambatan hati.

Suatu hari seorang pemuda tampan tiba-tiba datang untuk menemui Alice. Mereka pernah saling bertemu pertama kalinya di sebuah toko ketika Alice sedang berbelanja. Mendengar ada seseorang memanggil nama adiknya, Dr. Allard yang berpostur tinggi keluar menemui pemuda yang sedang berdiri di bawah pohon ek besar yang tumbuh di tengah-tengah taman bunga.

Setelah bercakap-cakap, Dr. Alard langsung menyimpulkan dari cara bicara, profesi, dan latar belakangnya, pemuda itu tidak cocok untuk menjadi kekasih saudara perempuannya. Dr. Alardpun menyuruhnya pergi tanpa diizinkan berbicara sepatah kata pun dengan Alice.

Alice marah bukan kepalang dan Dr. Allard mencoba menghiburnya. "Alice," katanya, "dia bukan seorang pengusaha yang berhasil. Dia hanyalah pedagang terpentin biasa. Tidakkah kamu melihat bahwa jika kamu memilih dia sebagai kekasih, berarti kamu merendahkan dirimu sendiri?"

Tidak!" Alice berteriak menantang. "Dia memiliki profesi yang terhormat. Apakah kamu tidak tahu potensi bisnis dari pohon-pohon pinus di wilayah ini?"

"Ya," jawab Dr. Allard. "Tapi terlepas dari itu, asal kamu tahu, kini aku akan benar-benar mengawasi dia. Jadi berhentilah bicara tentang laki-laki itu karena aku takingin melihatnya lagi!"

Ultimatum tersebut sama sekali tidak membuat Alice takut, dan dia diam-diam tetap berhubungan dengan pemuda itu. Setelah beberapa minggu berlalu, Alice memberanikan diri meminta pemuda itu untuk mengunjunginya lagi di The Hermitage.

Pemuda itu setuju untuk datang, bahkan berjanji kepada Alice bahwa dia akan membawanya berjalan-jalan naik kereta, yang ditarik oleh kuda-kuda yang bagus.

Pemuda itu tiba lebih awal di sore hari dan diantar masuk oleh seorang pelayan ke ruang tamu The Hermitage yang megah. Dalam beberapa menit, Alice menuruni tangga dan bergegas menuju ruang tamu. Dia tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya karena melihat kekasihnya itu.

Mereka berdua kemudian meninggalkan ruang tamu menuju teras yang luas dan menuruni tangga, di mana kekasih Alice membantunya naik kereta.

Tepat ketika pemuda itu bersiap untuk melangkah masuk ke dalam kereta dari sisi lain, Dr. Allard muncul di teras. "Tunggu!" dia berteriak dan berlari menuruni tangga, mendorong pemuda itu ke samping, dan Dr. Allard langsung naik ke dalam kereta, duduk di samping saudara perempuannya. 

"Pemuda itu datang untuk membawa kuda saya," kata Dr. Allard kepada Alice.

"Silahkan Kamu menunggang kuda saya. Saya akan naik kereta bersama Alice. Kamu bisa mengendarai kuda di samping kereta dan berbicara dengan Alice." Perintah Dr. Allard kepada pemuda itu.

Pria muda itu dengan enggan menyetujuinya. Tak banyak percakapan yang terjadi antara dia dan Alice, karena sore itu saat mereka berkuda, pemuda itu di atas kuda, sedangkan Alice di dalam kereta dengan saudara laki-lakinya.

***

Suatu ketika Dr. Allard, Dr. Arthur, dan ibu mereka mengadakan pertemuan keluarga. Diputuskan bahwa Alice tidak akan diizinkan untuk menemui kekasihnya lagi.

Sementara itu kekasihnya diam-diam menemui Alice  dan menyelipkan cincin di jarinya. Dia  meminta Alice untuk menganggap itu sebagai cincin pertunangan. Alice senang bukan kepalang. 

Mereka memang sangat saling mencintai.

Ketika Dr. Allard melihat sebuah cincin melingkar di jari Alice, dia meminta Alice melepaskannya dan memberikan cincin itu kepadanya agar dia bisa mengembalikannya kepada pemuda itu.

Alice bersedia melepaskan cincin itu tapi menolak memberikannya kepada Dr. Allard dan berjanji akan mengembalikannya sendiri kepada kekasihnya.

Namun ternyata Alice tidak menepati janjinya, bukannya mengembalikan cincin, ia malah menyelipkan cincinya di pita dan mengikatkan pita itu di lehernya, menyembunyikan cincin di bawah kerah gaunnya.

Dalam pertemuan keluarga lainnya, diputuskan bahwa Alice akan dikirim ke Charleston untuk melanjutkan sekolah agar dia melupakan kekasihnya. Tentu saja ini bertentangan dengan keinginan Alice.

Tapi ia tidak berdaya dan tidak ada yang bisa dilakukannya untuk merubah keputusan itu. Sebagai anak yang baik dan berbakti kepada keluarga, Alice harus menjalankan semua perintah mereka.

Alice Flagg. Sumber foto : website findagrave.com
Alice Flagg. Sumber foto : website findagrave.com

Setelah tiba di Charleston, Alice menangis selama berjam-jam sebelum akhirnya ia mengeluarkan semua pakaian dari dalam kopernya. Dia tidak menyukai semua tentang Charleston: rumah-rumah mewah, masyarakat yang terlalu mengelu-elukan orang-orang kalangan kelas atas, dan yang terpenting, sekolah tempat di mana ia merasa terjebak!

Air mata mengalir di pipinya dan jatuh di gaunnya, gaun yang paling di senanginyq, gaun putih lembut berjubah lebar yang berfungsi sebagai kerah dan juga lengan baju, karena menutupi bahu dan lengan hingga siku.

Selesai memindahkan semua bajunya  ke dalam lemari, dia mendorong koper kosongnya ke bawah tempat tidur. Setelah itu ia melihat sekeliling ruangan yang akan ditempatinya. Tempat tidurnya tampak nyaman, tetapi gordennya terbuat dari kain kasa yang kasar, dan seluruh ruangan tidak memiliki warna.

Segalanya begitu berbeda di Charleston. Tidak ada kehangatan dan Alice sangat merindukan kekasihnya.

***

Beberapa minggu berlalu sebelum akhirnya Alice mulai terbiasa dengan keadaan di Charleston, suasana di sana tidak setenang seperti di Murrells Inlet, hiruk pikuknya seringkali mengejutkan. Terdengar banyak teriakan ketika armada penangkap ikan datang saat matahari terbenam, para nelayan membersihkan perahu layar mereka, sementara yang lain menyiapkan ikan tangkapan untuk dijual di pasar.

Suara lain yang sering mengejutkan Alice adalah teriakan di jalanan. Laki-laki penjual udang meneriakkan "udang segar, udang segar!" sementara perempuan penjual sayur membawa berbagai macam sayuran di dalam keranjang besar yang diletakkan di atas kepala dan  mereka berteriak, "yur, sayur!".

Kemudian, terdengar derak kaleng -kaleng susu kosong yang bersentuhan saat diambil penjual susu dari ambang pintu dan menggantinya dengan kaleng-kaleng baru berisi susu, gerobak es dan derap kuda-kuda kuat yang menariknya, juga dentang lonceng mobil pemadam kebakaran saat bergegas menuju kobaran api yang akan dipadamkan.

Alice bahkan dapat mendengar cerobong asap mengepul dan orang yang menyalakan lampu di malam hari. Meskipun Alice melakukan yang terbaik untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di Charleston dan di sekolahnya, tapi dia tidak bisa sedetikpun melupakan kekasihnya.

Walaupun Alice sedang dalam pengawasan keluarganya, dia sangat mencintai kekasihnya dengan sepenuh hati. Berkali-kali dalam sehari dia menekan tangan ke dadanya untuk memastikan cincin pemberian kekasihnya masih tergantung di pita yang melingkar di lehernya.

***

Pada suatu malam, setelah menghadiri pesta dansa di St. Cecilia Society, Alice jatuh sakit. Dokter menyatakan bahwa Alice menderita demam malaria dan menyarankan agar Keluarga Alice segera diberitahu.

Ketika kabar tentang penyakit Alice sampai ke Dr. Allard Flagg, ia segera meninggalkan The Hermitage menuju Charleston dengan keretanya. Pada saat dia tiba di sisi tempat tidur Alice, dia mendengar Alice mengigau.

Dr. Allard memberinya obat dan memerintahkan staff yang ikut bersamanya untuk mengemas barang-barang Alice dan langsung membawa Alice pulang ke The Hermitage.

Perjalanan ke Murrells Inlet tidaklah mudah. Saat itu hujan sangat deras dan langit gelap berawan tebal. Ada tujuh sungai yang harus diseberangi dengan kapal feri dan jalan raya berpasir dengan tepinya yang tidak beraturan, menyebabkan kereta kadang-kadang tergelincir ke dalam parit.

Alice beberapa kali taksadarkan diri disepanjang perjalanan.

Akhirnya, tibalah Dr. Allard di jalan yang dikelilingi pohon ek yang menuju ke The Hermitage. Ketika Alice dibopong ke luar dari kereta, kakaknya melihat bahwa kondisi Alice semakin memburuk.

Suatu saat dimalam pertama Alice berada kembali di rumahnya di Murrells Inlet, dia meraba dadanya untuk memegang cincinnya, ternyata cincinnya tidak ada lagi di sana!

Betapa sedihnya Alice. Dengan suara lemah ia terus memohon, "Aku ingin cincinku. Kembalikan cincinku!" Tapi cincinnya tetap tidak dikembalikan padanya.

Menjelang pagi, Alice pergi untuk selama-lamanya.

Alice Memorial. Sumber foto : Website findagrave.com
Alice Memorial. Sumber foto : Website findagrave.com

Tubuh Alice Flagg mengenakan gaun putih favoritnya, dan dia dimakamkan di pemakaman keluarga Flagg di Pemakaman All Saints dekat Pulau Pawleys. Sebuah batu marmer polos ditempatkan di atas kuburannya. Hanya satu kata yang tertera di sana - ALICE.

Sejak kematian Alice Flagg banyak yang mengatakan bahwa dia sering terlihat di The Hermitage. Dia datang melalui pintu depan dan berjalan perlahan-lahan menaiki tangga ke kamar tidurnya. Terkadang dia datang saat menjelang malam dan di lain waktu dia datang saat larut malam.

Orang juga sering melihatnya di Pemakaman All Saints. Di manapun itu, arwah Alice selalu terlihat  seperti sedang mencari sesuatu, sambil memegangi dadanya.

Widz Stoops, PC-USA, 05.19.2022
Maljum #20 - South Carolina State

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun